Ramadan Berlalu Tanpa Makna

Abd Hakim SAg, MPdI

Abd Hakim SAg, MPdI

Abd Hakim SAg, MPdI
Dosen Fakultas Agama Islam Umsida
Puasa Ramadan bukan sekadar kewajiban tahunan dengan menahan lapar dan haus, kemudian setelah itu hampir tidak berbekas dalam jiwa ataupun dalam perilaku dalam bersosialisasi di masyarakat. Namun puasa Ramadan lebih kepada kewajiban yang mampu menggugah moral, akhlak, dan kepedulian kepada hal sosial kemasyarakatan. Puasa Ramadan merupakan kewajiban yang universal, dan sebagai orang yang beragama Islam maka perlu diyakini bahwa puasa merupakan kewajiban yang disyariatkan untuk setiap muslim/mukmin, seperti layaknya sebagai umat dari Nabi Muhammad SAW sebagaimana yang terdapat dalam Alquran surat Al Baqarah ayat 183 dan yang lainnya.
Puasa Ramadan merupakan satu cara untuk mendidik individu dan masyarakat untuk tetap mengontrol keinginan dan kesenangan dalam dirinya walaupun diperbolehkan. Dengan berpuasa seseorang dengan sadar akan meninggalkan makan dan minum sehingga lebih dapat menahan segala nafsu dan lebih bersabar untuk menahan emosi, walaupun mungkin terasa berat melakukannya. Di samping itu puasa juga merupakan kewajiban yang konkret sebagai pembina suatu kebersamaan dan kasih sayang antar sesama, sesama orang Islam akan merasakan lapar, haus, kenyang, dan sulitnya menahan emosi dan amarah diri. Puasa dalam satu bulan, seharusnya dapat membawa dampak positif berupa rasa solidaritas dan kepedulian antar saudara, rasa kemanusiaan yang mendalam atas penderitaan sesama manusia,perasaan sama-sama lapar, haus, kesabaran yang lebih, dan kesucian pikiran juga kata-kata mampu membuat manusia memiliki rasa kebersamaan dalam masyarakat, dan menghasilkan cinta kasih antar sesama tanpa memandang latar belakang, warna kulit, dan agama.
Ramadan hampir berakhir, kini tiba saatnya Idul Fitri kembali kepada kesucian. Artinya dengan merayakan Idul Fitri ini kita mendeklarasikan kesucian kita sebagai buah dari ibadah sepanjang bulan Ramadan. Pada Idul Fitri, manusia yang taat pada takdir Allah meyakini tibanya kembali fitrah diri yang kerap diimajinasikan dengan ungkapan bagikan “bayi yang baru lahir dari kandungan” bersih, suci tiada noda dan dosa.
Berawal dari wacana tersebut di atas penulis ingin sekadar memberikan pemahaman bahwa Ramadan dan Idul Fitri yang hampir setiap tahun kita lalui, kadang berlalu begitu saja tanpa ada makna posistif. Oleh karena itu berikut ada beberapa makna spiritual yang dapat kita jadikan sebagai pelajaran (ibrah). Di antaranya Ramadan merupakan bulan yang istimewa, bulan penuh berkah, dan segala amal baik umat Nya di dunia akan dibalas berlipat ganda oleh Allah di ahirat kelak. Semangat untuk menjalankan ibadah puasa, mampu membentuk karakter dalam memperbanyak amal kebajikan maupun amal ibadah spiritual dalam diri.
Jika Ramadan berlalu, sampailah pada bulan Syawal, merupakan bulan yang penuh dengan momentum bagi manusia sebagai langkah awal menuju kehidupan lebih baik. Idul Fitri adalah hari kemenangan besar yang mengembalikan manusia pada fitrahnya (kesuciannya) di mana jiwa kembali bersih karena dibasuh dengan ibadah, fitrah dan saling memaafkan. Serta rezeki yang kita miliki telah dicuci pula dengan zakat.
Bulan Ramadan tidak sekadar simbol yang melekat pada diri kita dengan puasa sebulan penuh. Akan tetapi segala aspek kehidupan yang lurus yang kita jalani selama Ramadan ini hendaknya menjadi tolok ukur untuk melangkah ke depan. Yang biasanya melakukan amal kebaikan dengan memperbanyak sodakoh di Bulan Ramadan, mengerjakan salat tarawih, menahan nafsu, mari kita galakkan aktivitas tersebut di sebelas bulan selain Bulan Ramadan. Marilah komitmen ini kita bangun dan kita mulai dari diri kita sendiri, barulah kemudian ke jenjang yang lebih besar yakni istri, anak, saudara, keluarga, tetangga, hingga masyarakat luas. [#]

Rate this article!
Tags: