Ramadan, Jangan Boros Makanan

Sutawi

Oleh:
Sutawi
Guru Besar Agribisnis Universitas Muhammadiyah Malang

Puasa merupakan ibadah wajib bagi umat Islam untuk menahan diri dari makan dan minum serta segala perbuatan yang bisa membatalkan puasa mulai dari terbit fajar (Subuh) hingga terbenam matahari (Maghrib) selama 30 hari di bulan Ramadan.
Adanya jutaan umat Islam di Indonesia yang berpuasa, yang tidak mengonsumsi makanan pada siang hari, seharusnya bisa mengurangi konsumsi bahan pangan sampai sepertiganya. Namun, fenomena yang terjadi justru konsumsi pangan meningkat selama bulan Ramadan.
Peningkatan konsumsi terjadi karena keluarga yang berpuasa menyiapkan makanan yang lebih banyak, lebih baik, dan lebih bervariasi untuk berbuka dan bersahur. Fenomena ini menimbulkan sindiran bahwa orang puasa hanyalah mengubah waktu makan dari siang hari ke malam hari. BPS (2021) mencatat jumlah konsumsi pangan rata-rata penduduk Indonesia sebanyak 315,6 kg/kapita/tahun atau 26,3 kg/kapita/bulan. Bahan pangan yang paling banyak dikonsumsi orang Indonesia adalah beras 97,9 kg/kapita/tahun, sayuran 54,6 kg/kapita/tahun, buah 31,0 kg/kapita/tahun, minuman 26,7 kg/kapita/tahun, dan ikan 21,6 kg/kapita tahun. Selama Ramadan dan Idul Fitri konsumsi pangan biasa mengalami kenaikan sampai 10-15 persen.
Ironisnya, Indonesia tercatat sebagai salah satu negara penghasil sampah makanan (Food Loss and Waste, FLW) terbesar di dunia. Kajian Kementerian PPN/Bappenas (2021) menyebutkan bahwa sampah makanan yang terbuang di Indonesia pada 2000-2019 mencapai 23-48 juta ton per tahun atau setara 115-184/kg/kapita/tahun. Ini berarti 36,44%-58,30% dari jumlah pangan yang dikonsumsi terbuang ke tempat sampah. Jika sekali makan sisakan sebutir nasi, masyarakat Indonesia membuang 5,4 ton beras per hari, (setara Rp 54 juta rupiah).
Kerugian ekonomi yang ditimbulkan sampah makanan sebesar Rp 213-551 triliun/tahun, setara dengan 4-5 persen PDB Indonesia per tahun. Secara sosial, kehilangan ini setara dengan kandungan energi untuk porsi makan 61-125 juta orang per tahun atau 29-47% populasi Indonesia.
Sayuran merupakan jenis makanan yang paling banyak dibuang yakni sebesar 31%, diikuti nasi (20%), daging (11%), produk susu (10%), dan ikan (10%). Penyumbang terbesar limbah makanan berasal dari rumah tangga yang tidak terlepas dari kebiasaan dan masing-masing individu, seperti melebihi porsi makan yang tidak akan dihabiskan, membuat makanan dalam porsi besar, dan membeli makanan yang tidak disukai.
Perilaku membuang makanan ini tidak sesuai perintah Allah swt untuk tidak berperilaku boros (tabdzir) karena orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan (QS Al-Isra’ 26-27). Dalam Islam orang-orang yang disebut pemboros (mubadzirin) adalah orang-orang yang membelanjakan hartanya berlebihan dan bukan pada kebaikan.
Pada situasi pandemi Covid, di mana masyarakat miskin semakin kesulitan memenuhi kebutuhan pangan, kelebihan makanan seyogyanya dibagikan kepada mereka yang kekurangan pangan. BPS mencatat jumlah penduduk miskin tahun 2021 sebanyak 26,5 juta (9,71%) dari jumlah penduduk Indonesia. Global Hunger Index (GHI) pada 2021 menempatkan Indonesia pada urutan ketiga tertinggi di Asia Tenggara dan urutan ke-73 dari 116 negara di dunia dalam indeks tingkat kelaparan. Indonesia mendapatkan skor indeks sebesar 18 poin dan termasuk dalam level kelaparan moderat atau sedang. Al-Quran menegaskan bahwa orang yang tidak mau memberi makan orang miskin adalah pendusta agama (QS Al-Ma’un: 1-3). [*]

Rate this article!
Tags: