Ramadan

Oleh: Ahmad Fatoni*

Kau jatuhkan bulan di atap rumah
dengan sejuta berkah
sementara masih kudengar tetangga sebelah
menggedor-gedor pintu nerakaMu tanpa lelah

Kau guyurkan hujan di taman kota
dengan bingkisan hari raya
namun masih kulihat kaum beragama
merangkul setan sebagai mitra

Kau terjunkan malaikat ke tempat-tempat ibadah
dengan sayap-sayap tahan patah
tetapi banyak yang berkeluh-kesah
tentang sebuah negeri yang jauh dari rahmah

Anakku

kucium kening anakku
dengan sentuhan angin topan
hingga menyeretnya ke planet rahasia

kucium kembali kening anakku
dengan gemuruh gelombang
hingga menjulurkan lidahnya ke matahari

dalam sorot tatapannya
perjalanan betapa jauh
membelah laut Fir’aun
tanpa tongkat Musa

Musafir

aku sangat boleh jadi siapa saja
di antara pejalan kaki yang tak kenal istirah
tertatih-tatih menyusuri tanda koma
akal pikiran pun mempersetankan titik

padahal orang-orang tak bernama itu
perlu meniru camar yang tak lupa jalan pulang
aku sendiri baru terhenti
saat ajal mencekik diri

Petualang

langit terbentang
menantang kaum petualang
merengkuh surga fana dalam genggaman
tak peduli mabuk mendamba surga keabadian

jalan-jalan hanyalah tikungan
semua lawan tak ada kawan
hidup pun serba pilihan
menjadi pahlawan atau anyir bangkai di selokan

duh, Gusti Yang Maha Penyayang
gelap bayangMu bahkan di siang bolong

Lansia

pada kalender yang mengalir di dinding-dinding purba
jarum detik berdetak lebih nyaring dari biasanya
kepala-kepala linglung menengadahkan doa
agar uban tak mengantar dosa

entahlah, aku tampak gagal mengeja
mengapa keranda cinta beraroma kamboja
hidup serasa bayang-bayang
yang kelak segera menghilang
tidak siang tidak petang

aku pun beranjak renta
seperti tong sampah pemangku sisa-sisa
dari onggokan janji segala dusta
padahal banyak cerita yang masih tertunda
tentang usia berharap asa

Tak Sendiri

aku tentu tak sendirian
mengulum sebongkah garam yang tak lagi asin
semua-mua tampak fatamorgana
bila gelisah menjelma simalakama

kabarkanlah pada penguasa nurani
sunyi sepi tak jua menepi
kau pun bosan menanti
hingga diri berkobaran api

———– *** ———-
Tentang Penulis:
*Ahmad Fatoni, kelahiran Surabaya dan besar di Kwanyar Bangkalan Madura. Beberapa karya tulis; cerpen, puisi, esai, dan resensi sastra, pernah dimuat di berbagai media nasional maupun lokal. Sebagian puisi sempat dibukukan dalam Belajar dari Seratus Puisi dari Seratus Penyair karya Sunardian Wirodono (2012), Kumpulan Puisi Mata Air (Pelangi Sastra Malang, 2015), Potret Kehidupan (Nawacita Media, 2020) dan Di Balik Ruang Tanpa Garis Temu (Funbahasa, 2020). Kini menjadi staf pengajar di Prodi Pendidikan Bahasa Arab Universitas Muhammadiyah Malang.

Rate this article!
Ramadan,5 / 5 ( 1votes )
Tags: