Rambah Dunia Start-up melalui Industri Kreatif

Empat mahasiswa Visual Communication Design Universitas Ciputra Surabaya menunjukkan tahap design karakter dan produksi komik @petualanganmenujusesuatu, Selasa (4/8) kepada Bhirawa.

Surabaya, Bhirawa
Sejalan dengan konsistensi pemerintah dalam mencetak generasi emas, nama Evan Raditya Pratomo bisa jadi layak dalam mendapatkan predikat itu. Pasalnya, sebagai generasi Milenial Evan sapaan akrabnya, mampu mendapatkan hati pemilik klub sepakbola raksasa asal Liverpol, Inggris. Ia terpilih menjadi seorang Ilustrator Designer buku cerita anak legenda sepakbola Liverpool, Kenny Dalglish atau yang terkenal dengan sebutan King Kenny. Lulusan Visual Communication Desain (VCD) Universitas Ciputra (UC) Surabaya ini mengungkapkan mulanya ketertarikan pihak Liverpol akan jasa ilustrasinya berawal dari hasil tugas akhir ilustrator desain yang berjudul “Postman”.
“Awalnya mereka liat salah satu karya saya “Postman” yang saya upload di sosial media milik saya. Kemudian saya langsung dihubungi melalui email. Karya itu sebagai bentuk perayaan anniversary Liverpol yang ke 125,” ungkap dia.
Ketika mendapat tawaran tersebut, laki-laki berkacamata ini menuturkan bahwa ia harus melakukan beberapa penelitian kepada pendukung Liverpool di Indonesia. Sekaligus memahami secara spesifik tema yang diangkat.
“Saya tidak begitu mengikuti perkembangan sepakbola. Ini tantangan bagi saya. Bagaimana seorang pemain sepakbola yang menjelma menjadi pelatih kemudian manager hingga disebut King. Ini yang saya tanyakan kepada teman-teman saya,” jelas dia.
Sayangnya, buku cerita anak King Kenny ini hanya diedarkan di pasaran Liverpol seluruh dunia dan pasar Standart Chartered. Tidak termasuk pasar Indonesia. Diakui pria berusia 28 tahun ini, ia membutuhkan waktu selama dua bulan dalam pengerjaan buku cerita anak King Kenny. Selama membuat karya tersebut, Ia mengaku sangat dihargai dalam setiap karya ilustrasinya. Pasalnya hampir seluruh isi buku cerita anak King Kenny, mendapatkan porsi yang sama antara penulis cerita dan ilustration designer.
“Selama ini, kalau di Indonesia sendiri ada kesenjangan antara penulis dan ilustrator. Padahal ilustrator juga kunci utama cerita itu hidup,” ujar pria yang saat ini menjadi mentor VCD UC ini.
Diakui Evan, perkembangan buku cerita anak di Indonesia sendiri saat ini masih belum mampu bersaing di pasar global. Ia menilai, faktor cerita monoton yang lebih mengunggulkan sisi edukasi dibanding unsur imajinatif masih menjadi pengaruh buku cerita anak kurang diminati di pasar Indonesia. Menurut dia, dengan melatih anak berpikir imajinatif, hal tersebut akan mempengaruhi perkembangan anak berpikir kreatif dan inovatif.
“Kalau anak-anak banyak membaca buku cerita yang imajinatif, ini akan melatih mereka berpikir kreatif dan inovatif. Membiarkan mereka menemukan pesan baik dan buruk dalam sebuah cerita, juga melatih mereka menemukan solusi. Cara-cara seperti itu juga bisa membuat mereka cerdas,” tegas dia.
Berbeda dengan mentornya yang sudah terlebih dahulu melakukan start up di bidang industri kreatif, empat mahasiswa VCD UC, Samantha Teonata, Livia Angelica, Daniel dan Michelle Jasmine mencoba peruntungan bisnis Startup melalui komik yang mereka tuangkan dalam sosial media, intagram. Konsep komik yang diusung pun di ambil dari masalah sosial yang semakin meningkat dikalangan masyarakat saat ini. yaitu mental illness. Menurut Samantha Teonata, sikap peduli dalam diri generasi muda perlu ditingkatkan. Terutama bagi pengguna sosial media (sosmed). Di samping itu, tidak ingin di anggap “kepo” juga menjadi masalah dalam menurunnya sikap peduli.
“Banyak banget teman-teman kita yang mengalami masalah berat. Kita mau ngasih saran takut salah. Nanti malah dianggap kepo,” ungkap dia. Oleh karena itu, lanjut dia, pihaknya menciptakan sebuah karakter yang dinamakan blob untuk mengajak pembaca mencari solusi dari mental illness sendiri.
“Jadi melalui cerita ini kami bisa membantu pembaca yang kena masalah. Setiap cerita akan disertakan kontak seorang psikolog yang mungkin bisa membantu mereka. peran komik ini hanya menjadi perantara bagi pembaca ke psikolog,” jelas mahasiswi semester tiga ini.
Lebih lanjut, Samantha menjelaskan bahwa ia bersama tiga rekannya membuat story line dasar yang berisi tentang depresi.
“Dari story line ini kita kembangkan sikap apa yang harus dilakukan untuk penanganan orang depresi,” tuturnya.
Hingga detik ini, sejak di posting pada tanggal 24 Juni yang lalu, follower instagram dengan nama akun petualanganmenujusesuatu ini mendapat 1825 pengikut.
Dengan nama akun petualanganmenujusesuatu ini, ia berharap pembaca tidak merasa sendiri dalam mengahadapi sebuah masalah. Lain sisi, ia juga ingin mengajak para pembaca untuk menemukan target dan tujuan dalam hidupnya. “Apa sesuatu itu? biarkan pembaca yang menilai apakah sesuatu yang sudah mereka dapatkan. Bisa kebahagiaan, kedamaian atau lainnya” pungkas dia.

Ajak Mahasiswa Bentuk Self-Branding dalam Industri Kreatif
Langkah start up yang mulai ditekuni mahasiswa VCD Universitas Ciputra merupakan hasil dari kurikulum VCD yang mengarah mahasiswanya dalam menemukan passion dia. Hal itu diungkapkan langsung oleh Pejabat Sementara Prodi Visual Communication Design UC, Stevanus Christian Anggianto.
Di mana sedini mungkin, pihaknya meminta agar para dosen yang juga praktisi dari berbagai bidang untuk mengikut sertakan mahasiswanya dalam industri kreatif.
“Kita ajak mahasiswa memahami bagaimana teori desain untuk industri. Kami membangun reputasi mereka sejak di bangku perkuliahan. Bukan setelah lulus kuliah,” tutur Christian.
Di samping itu, pihaknya selalu melakukan pemetaan mahasiswa untuk memberi peluang mereka dalam berprestasi. Ia menuturkan bawa semua mahasiswa dididik tidak hanya sekedar menjadi pegawai upahan. Lebih dari itu, pihaknya selalu mengajak mereka bermimpi besar tentang menciptakan sebuah nilai yang lebih. Mengingat peluang Illustration Designer di Indonesia memberi peluang yang cukup besar.
“Kreatifitas ini mahal. Sayangnya masih belum dipahami sebagian besar masyarakat kita. saat ini kreatifitas menjadi modal besar dalam era distructive,” papar dia.
Dengan pertumbuhan industri kreatif saat ini, sambung dia, generasi muda akan bergeser dan berubah dalam segi pola pikir. “Kita masih dijalur yang benar. Tinggal menunggu gerbong untuk berjalan bersama untuk menjadi orang yang kreatif,” papar dia.
Di saat orang-orang menganggap prestasi diukur dari nilai dan materi. Pihaknya justru berbeda pendapat. “Bagi kami prestasi dinilai dari seberapa besar dampak yang diberikan kepada orang,” tandas dia. [ina]

Tags: