Rangkap Jabatan Sumber KKN

news_63_1398962627Jakarta, Bhirawa
Rangkap jabatan, yakni pejabat yang juga pimpinan Parpol, menjadi sumber KKN dan nepotisme selama ini. Hal tersebut sudah terbukti dalam beberapa periode pemerintahan Indonesia. Untuk merombak hal buruk ini, pemerintahan baru nanti, harus menerapkan peraturan, melarang rangkap jabatan. Menteri yang duduk dalam Kabinet baru nanti, harus melepaskan jabatannya di Parpol.
“Rangkap jabatan no way. Sebab hanya mendatangkan malapetaka dan sumber ketidakadilan,” demikian  terlontar pendapat Prof. Siti Zuhro, guru besar riset LIPI dalam diskusi di MPR RI tentang Kabinet Pasca Pilpres 2014. Hadir sebagai nara sumber lainnya, Hajriyanto Thohari, wakil ketua MPR RI dan Firmanzah staf khusus Presiden RI.
Siti Zuhro lebih jauh, sebaiknya Menteri yang berasal dari Parpol, tidak diberi kursi di kementerian basah. Seperti kementerian keuangan, perdagangan, ESDM, Agama. Agar tidak timbul niatan buruk (korup) untuk berkolaborasi dengan partai asalnya. Seperti tragedi yang baru saja terjadi di kementerian Agama.
“Awal mula keterpurukan kita, buah dari rangkap jabatan bisa kita lihat dari maraknya nepotisme di daerah. Banten misalnya, bagaimana Gubernur Ratu Atut membangun kerajaannya,” cetus Siti Zuhro.
Hajriyanto Thohari mengingatkan Presiden terpilih, bahwa dalam membentuk kabinet, Presiden memili ki hak prerogratif. Dalam arti Presiden punya hak penuh menentukan siapa siapa yang pantas dipilih jadi Menteri. Hendaknya Presiden tidak takut di- lengser-kan atau impeachment, sebab Presiden sudah mendapat mandat langsung dari rakyat untuk menjalan kan tugasnya melaksanakan UU.
“Presiden terpilih yang memiliki hak prerogratif, tidak usah takut terha dap tekanan pihak koalisi, dalam hal mem lih Menteri Menterinya. Karena Menteri yang tidak sesuai dengan kemampuannya akan mengancam program pembangunan yang akan dijalankan Presiden. Jangan sampai Kementerian Keuangan misalnya, dipegang oleh Menteri dari latar belakang bidang peternakan. Menteri UKM dipegang yang tidak ahli ber koperasi,” pesan Hajriyanto.
Menurut Firmansyah, Presiden terpilih nanti harus hati hati dalam menyusun program 100 hari kerja. Khususnya terkait dengan keuangan negara atau APBN yang mencakup APBN 2014 maupun APBN 2015. Sebab tantangan bukan hanya dari dalam negeri, perkembangan global bahkan menuntut penanganan ekstra. Apalagi pasar bebas ASIAN pada 2015 sudah makin dekat. Presiden baru harus sudah memiliki rancangan program matang dan ancang ancang untuk memasukinya.
“Melaksanakan visi misi program pembangunan, tak semudah ucapan dalam kampanye. Kabinet yang diben tuk harus dapat melaksanakan dan mewujudkan janji janji kampanye. Dalam forum internasional, Presiden tidak lagi didampingi seseorang. Sehingga harus mampu berbicara dan menjelaskan berbagai persoalan menyangkut kepentingan kawasan,” papar Firmanzah, staf khusus Presiden RI.  [ira]

Keterangan Foto : Siti Zuhro

Rate this article!
Tags: