Raperda KTR Tidak Melarang Orang Merokok

Kawasan Tanpa RokokSurabaya,Bhirawa
Pansus Raperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) DPRD Surabaya yang saat ini ditangani oleh Komisi D bidang Kesra, sudah masuk dalam tahapan ekplorasi pendapat berbagi elemen masyarakat.
H Junaedi anggota Pansus KTR mengatakan bahwa pihaknya sedang menggali berbagai pendapat dan pandangan terkait penerapan Raperda KTR di Kota Surabaya, namun belum masuk ke subtansi pokok.
“Kami mengundang berbagai pihak terkait Raperda KTR, tetapi masih belum masuk pasal per pasal, jadi sifatnya menampung aspirasi dari semua elemen masyarakat, dan untuk besok kami mengundang komunitas Hotel,” katanya. Rabu (15/6)
Dia juga mengaku jika dirinya masih belum bisa memberikan gambaran apapun terkait substansi Raperda KTR, karena menurutnya aturan dan UU yang sudah ada juga masih belum maksimal penerapannya.
“Seperti apa nantinya, kami memang belum bisa memberikan gambaran, tapi intinya Raperda ini memang mengacu kepada Permenkes, tetapi juga ada UU tentang KTM dan KTR yang menurut saya masih belum efektif,” tandasnya.
Oleh karenanya, Pansus Raperda KTR juga akan melihat dari sisi lain, termasuk dari segi ekonomi di Kota Surabaya, sehingga tidak berdampak terhadap hilangnya PAD yang nilainya juga cukup besar.
“Yang pasti kami juga akan melihat dari sisi ekonomi dan lain-lain, termasuk soal PAD terkait cukai,” tambah Ketua Fraksi Demokrat DPRD Surabaya ini.
Politisi partai Demokrat yang saat ini menduduki posisi Sekretaris DPC Partia Demokrat Surabaya ini juga menjelaskan bahwa Raperda KTR bukan bertujuan untuk “melarang orang merokok”, karena hanya akan mengatur tempat orang merokok, demi masyarakat perokok pasif.
“Substansi kepada tempat, bukan melarang orang merokok, contohnya seperti gedung DPRD ini , maka KTR berlaku untuk di dalam gedung, untuk di luar gedung tentu tidak, karena berhubungan langsung dengan kondisi alam sekitar,” pungkasnya.
Sementara Kritikan tajam disampaikan pakar ekonomi dari Universitas Airlangga (Unair) Prof Djoko Mursinto terkait rencana  pembuatan Rencana Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Djoko Mursinto mengungkapkan tidak ada yang baru antara Raperda KTR dengan pasal yang ada di Perda No 5 tahun 2008 tentang Kawasan Terbatas Merokok (KTM) dan KTR.
Untuk itu, dalam pembuatan Raperda yang saat ini berlangsung di Komisi D, ia mengingatkan harus ada kajian akademis Secara mendalam. Diantaranya terkait keefektifan Raperda jika nantinya telah disahkan.
“Kalau kajiannya tidak mendalam ya percuma,” ingat Djoko Mursinto saat hearing di Komisi D DPRD Surabaya, Rabu (15/6/2016).
Dia juga mengkritisi tidak disertakannya jumlah warga yang meninggal akibat menghisap roko dari Dinas Kesehatan (Dinkes). Padahal data tersebut sangat dibutuhkan.
“Saya tidak menolak Raperda ini. Tapi tolong lakukan dengan persuasif,” harapnya.
Menurut Djoko, pembuatan Raperda KTR di Surabaya tak ubahnya makan buah simalakama. Hal itu merujuk status Kota Surabaya sebagai kota barang dan jasa.
Apalagi, selama ini pendapatan yang diperoleh dari Pajak dan Cukai Roko cukup besar, yaitu mencapai Rp. 56 M. Rinciannya, Pajak Rokok yang diterima Dinas kesehatan bagi hasil dari Pemprof Jatim Rp. 5,2 M.
Dengan rincian untuk RS Dr. Soewandi Rp. 20,7 M, RS. Bhakti Dharma Husada Rp. 4,64 M. Sedangkan Cukai Rokok yang diperoleh RS. Bhakti Dharma Husada Rp. 14 M dan RS. Dr. Soewandi Rp. Rp. 12 M.
“Saya ingin tahu sejauh mana efektifitas Perda sebelumnya (Perda No 5 2008). Kenapa tidak Perwalinya saja yang dikembangkan lebih lanjut dari pada membuat Raperda baru,” tegasnya.
Menurutnya, pengawasan merupakan instrumen utama dalam penegakkan peraturan daerah. Pengawasan tidak bisa dilakukan jika tidak ada koordinasi yang baik antar instansi.
“Jika larangan ini diberlakukan, apa cukup satpol PP bisa mengawasi sendiri. Ngawasi reklame saja modar (tidak mampu),” kritik Djoko.
Terkait kekhawatiran Raperda KTR akan mengurangi Pendapatan Asli Daerah (PAD), Djoko menepisnya. Karena Raperda ini dibuat parsial.
“Lain ceritanya jika Perda ini diberlakukan di seluruh Jatim, itu baru ada dampaknya,” jelas Djoko.
Sebelumnya, dalam hearing di Komisi A, beberapa anggota dewan sempat mempertanyakan alasan penyusunan raperda kawasan Tanpa Rokok. Mereka menilai Perda Kawasan Terbatas Merokok dan Kawasan Tanpa Rokok sebelumnya dinilai belum efektif pelaksanaannya.
“Saya mendukung apabila raperda tersebut bertujuan untuk mengatur dan melindungi. Namun jika berwujud pelarangan,  maka harus dikaji lagi rencana pembauatan Raperda ini,” ujar Anggota Komisi A Sugito waktu itu. [gat]

Tags: