Ratifikasi “DCA” Indonesia-Saudi Perlu Hati-Hati

Foto Ilustrasi

Pemerintah perlu hati-hati dalam meratifikasi perjanjian kerja sama pertahanan atau “Defence Cooperation Agreement” dengan Saudi Arabia karena harus memperhatikan faktor-faktor politik di kawasan Timur Tengah.
Komisi I DPR memberi peringatan dini agar proses ratifikasi pertimbangkan dinamika yang mutakhir yang terjadi di internal Saudi Arabia dan Timur Tengah. Ratifikasi DCA tersebut jangan sampai dipersepsikan lain oleh negara-negara di Timur Tengah yang sedang bersaing pengaruh dengan Saudi Arabia.
Jangan sampai keputusan ratifikasi dipersepsikan lain oleh negara di Timur Tengah yang sedang bersaing pengaruh sehingga malah Indonesia tertarik dalam arus pusatan konflik.
DCA ini kan sifatnya ‘low profile’, non-politik dan non-aliansi militer taktis sehingga harus dijaga. Namun kami mendorong selain dengan Saudi, DCA juga dilakukan dengan negara Timur Tengah lainnya seperti Mesir dan Iran.
Bahwa Saudi memiliki semangat tinggi dalam menggalang kekuatan dengan negara manapun khususnya berpenduduk muslim dalam “counter terorism”.
Indonesia tidak bergabung dalam aliansi tersebut karena bertentangan dengan prinsip politik luar negeri Indonesia yaitu bebas aktif.
Faktanya ISIS sebagai gerakan radikal yang memunculkan aliansi ‘counter terorism’ Saudi, kekuatannya menurun drastis di Irak dan Suriah.
Ada variabel yang cepat berubah di kawasan Timur Tengah yaitu politik, terutama Saudi Arabia sebagai salah satu kekuatan di kawasan tersebut dan kompetitornya Iran.
Apakah perubahan politik itu tidak berpengaruh pada target Indonesia dalam kerja sama pertahanan tersebut sehingga harus dilakukan secara hati-hati.
Secara teknis ok namun secara politis dengan perubahan politik yang tidak dapat diprediksi misalnya bagaimana cara pandang kita dalam melihat ISIS dengan pandangan Saudi. Itu jadi perhatian kita bagaimana jaga hubungan baik dengan negara Timur Tengah lainnya seperti Iran.

Hanafi Rais
Wakil Ketua Komisi I DPR

Tags: