Ratusan Aktivis PMII Kabupaten Malang Tolak UU MD3

Wakil Ketua DPRD Kab Malang Unggul Nugroho saat menandatangani surat pernyataan untuk menolakan RUU MD3 yang disuarakan mahasiswa.

Kab Malang, Bhirawa
Ratusan aktifis mahasiswa yang tergabung dalam Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Malang menggelar aksi unjukrasadi depan Kantor DPRD kabupaten setempat, Jalan Panji, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten, mereka mempersoalkan dengan disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) terkait perubahan kedua atas UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3).
Sehingga dengan adanya revisi UU MD3 tersebut terdapat beberapa pasal mengkriminalisasi hak pendapat rakyat diantaranya pasal 73, pasal 122 huruf (k) dan pasal 245. Atas dasar itulah, kata Ketua Umum PMII Kabupaten Malang Misbahul Amin, Rabu (7/3), disela-sela melakukan aksi unjukrasa di depan Kantor DPRD Kabupaten Malang, maka dirinya bersama ratusan mahasiswa menolak hasil revisi yang disahkan DPR Republik Indonesia (RI). “Sebab, pada pasal-pasal UU MD3 telah mencederai demokrasi, serta membawa demokrasi di Indonesia justru mengalami kemunduran.
“Bagi kami, ketiga pasal yang ada di UU MD3 yakni pasal 73, 122 huruf (k), dan pasal 245 tersebut sebuah penghinaan. Karena dalam pasal itu bisa mempidanakan siapa saja, dan rawan terjadinya kriminalisasian,” tegasnya.
Seperti pasal 73, kata dia, DPR akan menggunakan pihak Kepolisian untuk melakukan pemanggilan paksa, dan bahkan melakukan penyanderaan selama 30 hari. Sementara, pihak Kepolisian memiliki kewenangan untuk memanggil seorang DPR ketika mereka memiliki kasus dugaan pidana. Dan selain itu, Polisi juga mempunyai fungsi sendiri untuk melakukan penegakkan hukum. Sehingga UU MD3 tersebut telah membuat Polisi kehilangan fungsi hukum.
Begitu juga, Misbahul melanjutkan, pada pasal 122 huruf (k), disitu telah mengatur kewenangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk mengambil langkah hukum dan langkah lain terhadap perseorangan, kelompok orang atau badan hukum yang merendahkan kehormatan anggota DPR. Sehingga pasal tersebut sangat berpotensi membungkam suara demokrasi dengan ancaman pidana. “Karena MKD bisa memanggil langkah hukum dengan Kepolisian, ketika ada masyarakat yang dianggap menghina pada lembaga DPR . Padahal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sudah dicantumkan pasal penghinaan,” ungkapnya.
Dan untuk pasal 245, dia katakan, telah dicantumkan hak imunitas anggota DPR, sedangkan di pasal itu juga diatur bahwa anggota DPR yang memiliki masalah hukum tidak bisa langsung dipanggil oleh pihak penegak hukum. Sehingga penegak hukum harus meminta izin kepada MKD dan Presiden, dan dengan adanya pasal itu tentunya akan menghambat untuk dilakukan proses hukum.
“Untuk itu, dirinya bersama teman-teman menggelar aksi di depan Gedung DPRD Kabupaten Malang, agar penolakan mahasiswa tentang UU MD3 bisa didengar mereka, lalu bisa disampaikan ke DPR RI dan segera untuk dicabut,” pintah Misbahul.
Aksi yang digelar aktivis mahasiswa tersebut telah diterima oleh perwakilan anggota DPRD Kabupaten Malang yakni Wakil Ketua DPRD kabupaten setempat Unggul Nugroho. Dan wakil ketua dewan itu juga telah menandatangani surat pernyataan untuk menolakan RUU MD3 yang disuarakan mahasiswa.
“Suarakan aspirasi itu bebas, karena itu merupakan hak demokrasi. Namun soal penolakan UU MD3, yang berhak menjawab dari hasil produk UU tersebut harus ada persetujuan bersama antara DPR dan Presiden, sehingga tidak bisa dilakukan oleh salah satu pihak.,” tegas Wakil Ketua DPRD Kabupaten Malang Unggul Nugroho. [cyn]

Tags: