Ratusan Ijazah Alumni Ngendon di SMKN 2 Surabaya

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Meski pembagian ijazah telah lewat sekian bulan lalu, ratusan ijazah alumni SMKN 2 Surabaya masih tertumpuk di ruang kepala sekolah. Ijazah-ijazah ini milik alumnus  2013 dan 2014 yang hingga kemarin belum diambil.
Para alumni ini enggan mengambil ijazahnya karena belum melunasi cicilan laptop maupun sisa tunggakan buku sekolah. Seperti diakui Dani Firmansyah alumnus 2014 yang baru mengambil ijazahnya, Senin (19/1) kemarin. Alumni jurusan Audio Video ini mengaku takut mengambil ijazahnya karena belum melunasi cicilan laptop sebesar Rp 1,8 juta.
Dani yang kini bekerja di perusahaan spare part motor  daerah Sawahan Sarimulyo, Kecamatan Sawahan ini mengaku tidak pernah ditagih pihak sekolah. “Saya yang sungkan sendiri jadi belum berani ke sini dan ternyata ijazahnya boleh diambil,” katanya.
Hal serupa juga disampaikan Aan Maulana Iksan, alumnus jurusan Audio Visual yang kini bekerja di CV Ultra Wahyu di Petemon. Aan sebelumnya juga takut mengambil ijazahnya karena belum melunasi cicilan laptonya. “Alhamdulillah sekarang sudah bisa diambil, cuma-cuma tak perlu bayar,”kata remaja asal Petemon, Surabaya.
Baru dua siswa dari ratusan yang mengambil ijazah ke sekolah tersebut. Pihak sekolah pun menanggapi positif kedatangan mereka. Kepala SMKN 2 Surabaya Joko Pratmodjo, mengatakan selama ini pihaknya tidak pernah menahan ijazah para siswa. Justru siswa sendiri yang tak mau mengambilnya. Sebagian di antara mereka beralasan tidak berani mengambil karena masih menunggak angsuran buku atau laptop. Sebagian di antaranya sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
“Banyak di antara mereka bekerja di PT Astra, Honda dan Toyota. Saat itu rekrutmen diadakan via sekolah dan hanya menggunakan surat keterangan lulus karena ijazahnya belum dibagikan,”terang Joko yang baru menjabat Kepala SMKN 2 sejak 16 Februari 2014 itu.
Joko berharap ratusan siswa yang belum mengambil ijazah ini segera ke sekolah untuk mengambil ijazahnya. Tunggakan yang muncul , imbuh Joko, juga karena dulu siswa sempat diwajibkan membeli Lembar Kerja Siswa (LKS) seiring pemberlakuan KTSP 2006. Tetapi mulai kelas X, XI hingga XII banyak siswa tidak bayar. Akhirnya sekolah memutuskan ‘memutihkan’ tunggakan siswa, terutama mereka yang masih memiliki hutang buku di koperasi. “Sekolah tidak merasa rugi karena kebijakan ini. Sekolah punya koperasi yang dulunya mengelola pengadaan LKS,” katanya, lagi.
Diakui mantan Kepala SMKN 12 Surabaya itu, selama ini pihaknya sudah berupaya memanggil mereka lewat surat, melalui media sosial hingga jaringan alumni. Tetapi respon mereka sangat lambat. Menumpuknya ijazah di sekolah ini, menurut Joko justru membebani sekolah. Sebab, ijazah itu suatu saat bisa saja hilang, rusak  atau bahkan terbakar. “Harapan kami anak-anak bisa segera mengambil agar ijazah ini bisa dipakai untuk keperluan kerja atau keperluan lainnya,”tandasnya. [tam]

Tags: