Ratusan Jukir Surabaya Tolak e-Parking

Ratusan juru parkir (jukir) yang tergabung dalam Paguyuban Parkir Surabaya (PJS) demo di depan Gedung DPRD Kota Surabaya, Rabu (24/2) kemarin. [gegeh bagus]

Ratusan juru parkir (jukir) yang tergabung dalam Paguyuban Parkir Surabaya (PJS) demo di depan Gedung DPRD Kota Surabaya, Rabu (24/2) kemarin. [gegeh bagus]

Dishub Akui Rantai Retribusi Parkir Rawan Bocor
Surabaya, Bhirawa
Ratusan juru parkir (jukir) ngeluruk Gedung DPRD Surabaya, Rabu (24/2) kemarin.  Hal itu dilakukan sebagai bentuk penolakan terhadap rencana Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya yang akan memberlakukan sejumlah peraturan terkait program parkir berlangganan dengan e-parking serta zona parking.
Sekjen Paguyuban Parkir Surabaya Izul Fikri mengatakan selama ini tidak ada sosialisasi pada jukir terkait akan diberlakukannya e-Parking. Kalau aturan e-Parking jadi diterapkan akan semakin banyak pengurangan SDM (Sumber Daya Manusia) pada jukir.
“Data kami ada sekitar 5.000 lebih orang jukir tarif tunai di Surabaya, dan mereka ini akan kehilangan pekerjaannya karena akan digantikan mesin-mesin. Kami menyayangkan tidak adanya transparansi dari Dishub, kebijakan terkesan diterapkan diam-diam. Kami kesini minta kejelasan dari dewan,” kata Izul.
Izul yang mewakili para jukir menyatakan dugaan adanya penguapan retribusi parkir oleh oknum-oknum di bawah Dishub Kota Surabaya yang menjadi dasar penerapan e-Parking.
Menurutnya, selama ini praktik penarikan retribusi oleh Dishub Surabaya melalui beberapa pihak tidak langsung masuk ke Pendapatan Asli Daerah (PAD) Surabaya.
“Kami menyetorkan retribusi melalui beberapa runtutan yakni ke Kepala Pelataran (Katar), Kepala Sektor, baru ke UPTD. Anehnya, retribusi ini sebagian besar tanpa ada bukti tanda terima atau kuitansi,” paparnya.
Ia menjelaskan, selama ini merasa terbebani dengan adanya retribusi sesuai Perda Kota Surabaya berkomposisi 80 persen untuk Dishub dan 20 persen untuk jukir. “Tapi kenyataannya di lapangan retribusi yang harus kami setorkan itu sudah ditargetkan oleh Katar,” ujarnya.
Izul mencontohkan, praktik pemungutan retribusi yang pernah dinobatkan terbaik se-Asia yakni Taman Bungkul, terdapat lebih dari sepuluh titik parkir di sana. Masing-masing titik ditarik retribusi sebesar Rp 650 ribu untuk hari biasa, sedangkan untuk Sabtu dan Minggu sebesar Rp 1.040.000 per harinya.
“Karena itu kami tidak percaya lagi ke Dishub Kota Surabaya. Lebih baik dinonaktifkan saja dari pengurusan parkir di Surabaya. Berikan kami rekening PAD secara langsung,” katanya.
Jukir yang tergabung dalam PJS juga membuat surat terbuka kepada Wali Kota Surabaya yang isinya meminta agar wali kota memberikan rekening PAD. “Karena kami di PJS menemukan adanya kebocoran atau penyelewengan uang retribusi parkir yang disetorkan ke rekening PAD Surabaya,” ujarnya.
Sementara itu, Plt Kepala Dishub Kota Surabaya Irvan Wahyu Drajad memastikan jika diberlakukan e-Parking tidak akan mengurangi para jukir. Sebab, keberadaan mesin tersebut justru sangat membantu jukir. “Tidak ada alasan untuk mengurangi juru parkir karena sistem ini masih membutuhkan orang dalam pengoperasiannya,” kata Irvan dalam rapat dengar pendapat di Komisi A DPRD Kota Surabaya.
Irvan mengaku bingung terkait adanya isu yang menyebutkan jika e-Parking diterapkan mengakibatkan banyak pengangguran. Ia mencatat hasil diskusi bersama dewan dan perwakilan PJS di Komisi A DPRD Kota Surabaya kemarin siang ini ada beberapa permasalahan di lapangan.
“Kepala Pelataran yang tidak memberikan kuitansi setoran parkir kepada juru parkir. Sebaliknya pengguna jasa parkir juga tidak menerima tiket parkir dari jukir,” ujarnya.
Dengan adanya e-Parking, menurut Irvan justru pembayaran langsung melalui rekening dengan adanya penerapan e-Payment. Ini akan memudahkan jukir hanya mengurusi parkir kendaraan, tidak perlu mengurusi keuangan. Dari sisi keamanan dengan pemberlakuan e-Parking akan terpasang CCTV di setiap titik parkir untuk meminimalisir kehilangan kendaraan maupun barang-barang.
Sedangkan dari sisi kesejahteraan jukir, e-Parking justru akan lebih menyejahterakan karena akan diterapkan parkir progresif yaitu parkir dengan tarif per jam yang keuntungannya juga akan diberikan kepada jukir.
Ketua Komisi A DPRD Surabaya Herlina Harsono Njoto mengimbau kepada para juru parkir yang tersebar di Kota Surabaya agat tidak perlu terlalu resah dengan rencana penerapan e-Parking ini.
“Kami tahu para jukir khawatir ada pengurangan jumlah personel akibat penerapan e-Parking. Namun sebenarnya hal tersebut tidak perlu dikhawatirkan malah juru parkir harusnya bersyukur karena terbantu dengan mesin itu,” jelas politisi Partai Demokrat ini.
Dalam e-Parking itu, kata dia, nantinya akan ada jam masuk dan keluar masuknya kendaraan beserta nominal yang harus dibayar pengguna parkir. Selain itu juru parkir juga termudahkan dengan adanya e-Parking yaitu tidak perlu mengatur tiket, namun hanya fokus mengatur kekendaraan.
“Karena menurut saya sebenarnya soal mesin parkir sudah diatur dalam Perda yang telah disebutkan oleh Kadishub tadi. Dan di beberapa titik di Surabaya sudah melakukan parkir dengan mesin parkir, dan hasilnya tidak ada keluhan selama ini,” imbuhnya.

Rawan Bocor
Kepala UPTD Parkir Surabaya Utara Dishub Kota Surabaya Zulkarnain membenarkan bahwa kepala Pelataran (Katar) memang bukan bagian dari lingkungan Dinas Perhubungan Kota Surabaya.  Namun keberadaan Katar turut diatur dalam Perda Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perparkiran dan Retribusi Parkir.
Menurut Zulkarnain, struktur organisasi perparkiran di Surabaya sebenarnya mulai dari Kepala Sektor yang bertanggung jawab kepada Kepala UPTD dan Kepala UPTD bertanggungjawab kepada Kepala Dishub Surabaya. Keberadaan Kepala Pelataran juga tidak bisa dihilangkan begitu saja karena fungsinya yang cukup penting.
“Kalau tanpa Katar apakah mau para Jukir yang jumlah titik parkirnya ada 1.570 dan tersebar di Surabaya menyetorkan langsung ke Dishub Surabaya?,” tanyanya.
Ia pun mengakui, sangat rawan terjadi kecurangan bila tidak ada kontrol dari Keorganisasian Dinas Perhubungan. Dishub pun menerapkan standar penyetoran dengan menarget retribusi senilai uang tertentu yang harus diserahkan baik oleh jukir maupun Katar kepada Dishub Surabaya melalui Kepala Sektor dan UPTD.
“Ini karena Dishub Surabaya sudah tidak mungkin lagi menghitung pemasukan jukir dari jumlah tiket yang sudah diserahkan kepada pengguna jasa parkir,” katanya. [geh]

Tags: