Rayakan Waisak, Umat Budha Peduli Nasib Rohingya

Ratusan umat Budha menggelar doa bersama di Vihara Mahavira Graha Surabaya, Selasa (2/6).

Ratusan umat Budha menggelar doa bersama di Vihara Mahavira Graha Surabaya, Selasa (2/6).

Batu, Bhirawa
Ada suasana lain dalam perayaan Waisak 2559 di Vihara Batu-Malang yang digelar, Selasa (2/6). Umat Budha diminta ikut prihatin dan  memberikan kepedulian pada nasib muslim Rohingya. Hal tersebut disampaikan Ketua Padepokan Dhammadipa Arama Batu-Malang, Bikkhu Khantidharo di sela pelaksanaan pawai Waisak, Pradaksina Puja Budaya.
Bikkhu Khantidharo mengatakan, Padepokan Dhammadipa Arama telah membuat pernyataan sikap bersama Majelis Taklim dan Dakwah Husnul Khotimah (MTDHK). Dan dalam sikap itu di antaranya, umat Budha prihatin atas kekejaman di Myanmar yang menimpa muslim Rohingya. Kedua, pihaknya akan mengirimkan surat pernyataan ke Kedutaan Besar Myanmar agar segera menghentikan kekerasan. “Kami juga mengimbau semua Vihara di Batu-Malang agar memasang spanduk ‘Save Rohingya’ dan mengadakan penggalangan dana untuk membantu warga Rohingya,” ungkap Bikkhu Khantidharo, Selasa (2/6).
Menurutnya, semua manusia merupakan saudara. Pertengkaran bukan hal menyenangkan, melainkan justru memiliki banyak sisi negatifnya. Karena itu, pada peringatan Waisak, umat Budha bahu-membahu menggalang dana untuk disumbangkan bagi pengungsi Rohingya. “Kami mengajak para umat Budha untuk lebih toleransi pada sesama saudara, kami juga mengajak semua umat agar buka mata atas kondisi ini,”tambahnya.
Dan ratusan umat Budha Kota Batu terlihat ikut dalam merayakan Hari Waisak 2559/2015 dengan pawai Pradaksina Puja Budaya. Pawai ini mengambil start dari Vihara Batu. Kemudian warga melakukan long march sepanjang 2 km mengitari jalan kampung, Desa Mojorejo. Tumpeng berukuran besar  dan aneka buah sebagai sedekah bumi juga diarak. Selain itu, kesenian bantengan dan barongsai turut serta meramaikan pawai tersebut.
Memperingati Hari Raya Waisak,  500 umat Budha yang berasal dari Tuban dan luar Kabupaten Tuban menjalankan ritual sembahyang di Klenteng Kwan Sing Bio, Jalan Re Martadinata, Kabupaten Tuban. Meski ritual sembahyang tidak dilakukan bersama-sama, tetapi  dalam ritual mereka sangat khusyuk. “Saya dari Madiun, sengaja melaksanakan ritual Waisak di sini,”kata Hesti, salah satu umat Budha kemarin.
Dalam ritual Waisak dilakukan karena ada tiga hal yang patut diperingati. Pertama adalah peringatan lahirnya Budha, kedua adalah peringatan d imana Budha mencapai kesempurnaan, dan terakhir adalah peringatan di mana Budha mencapai Nirwana.
“Umat yang datang tidak hanya dari Tuban, tetapi banyak juga yang berasal dari luar daerah, jadi tidak ada acara lain lagi, karena Waisak itu ritual,”Kata Gunawan Putra Wirawan Ketua Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Kwansing Bio Tuban (2/6).
Dalam perayaan  Waisak kali ini, umat Budha tutut berdoa terkait kondisi bangsa dan berharap agarbangsa Indonesia lebih maju ke depan. Indonesia juga diharapkan semakin sejahhtera, damai, dan lebih baik dalam segala hal. “Kita sebagai umat Budha berharap Indonesia semakin maju, damai, sejahtera dan lebih baik lagi,”kata Gunawan Putra Wirawan usai memimpin ritual sembahyang Waisak.
Perayaan Waisak di Surabaya yang digelar di Tunjungan Plaza kemarin juga berhasil menyedot perhatian masyarakat.  Untuk kali pertama umat Budha Surabaya memperingati Waisak secara terbuka untuk lebih mengenalkan ajaran Buddha ke masyarakat. Selain itu, peringatan yang dikemas bertajuk ‘Vesak Festival 2015’ ini juga menampilkan relik Budha yakni berupa sisa jasmani dari Sang Budha.
Relik Budha yang telah berumur 2.500 tahun ini baru pertama kali ditampilkan di Indonesia, bahkan tidak setiap negara bisa melihat hal ini. Namun untuk di Surabaya semua masyarakat bisa berkunjung dan melihat Relik Budha. Relik Sidharta dikemas dalam tabung kaca kecil yang dibingkai lempengan logam. Setelah prosesi penyambutan, kelimanya diletakkan di altar penyembahan, persis di depan patung Budha raksasa.
“Acara ini untuk mengajak semua umat mengatahui perayaan Waisak. Kan biasanya kita di dalam Vihara, dan banyak orang yang tidak tahu, apa itu perayaan Waisak. Jika digelar di ruang terbuka masyarakat  bisa tahu kegiatan kita,” kata Koordinator Acara, Anthony Soehartono .
Kelima relik yang ikut dipamerkan, tambah Anthony berasal dari lima negara. Namun sayang, dia enggan menyebut asal relik yang dipamerkan ke pengunjung dan umat Budha itu.
Sementara itu, Ketua Panitia Vesak Festival 2015 Billy L Joeswanto mengatakan, festival ini menampilkan tujuh diorama dengan tiga diorama yang menceritakan peristiwa penting yang diperingati pada hari raya Waisak. Ada juga diorama historis yakni, yaitu kelahiran Pangeran Siddharta, Pertapa Siddharta mencapai penerangan sempurna, dan Budha berbaring (parinibbana). ” Dalam diorama historis ini pengunjung bisa turut serta memandikan calon Budha dan mendengarkan ajaran terakhir Budha dalam Budha berbaring,” kata Billy.  [nas,hud,geh]

Tags: