Realisasi PAD Banyuwangi Capai 92 Persen

PAD BanyuwangiBanyuwangi, Bhirawa
Pemkab Banyuwangi optimistis mampu memenuhi target Pendapat Asli Daerah yang dibebankan sebesar Rp 225 miliar pada 2014. Musababnya, Dinas Pendapatan Banyuwangi mencatat realisasi PAD hingga triwulan III tahun 2014 menyentuh Rp 109 miliar atau setara 92 persen dari nilai yang ditargetkan. “Secara umum kesadaran masyarakat membayar pajak tertib. Ini membantu mencapai target yang dibebankan,” kata Kepala Dispenda Banyuwangi, Soedirman, Rabu (29/10).
Pendapatan lain-lain yang sah masih berkontribusi paling besar menyumbang PAD. Realisasinya hingga triwulan III sebesar Rp 80 miliar dari target Rp 75 miliar alias melesat hingga Rp 5 miliar. Disusul kontribusi pajak daerah senilai Rp 73 miliar dari target Rp 69 miliar. Adapun target retribusi daerah ditetapkan Rp 64 miliar dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebesar Rp 15 miliar. “Realisasnya untuk retribusi baru 64 persen dan pengelolaan kekayaan daerah 84 persen,” Kabid Penagihan dan Pelaporan, Fransiska Sudarmi menambahkan.
Menurut Fransiska, berbagai strategi telah dikerjakan buat memacu capaian PAD. Misalnya sosialisasi dan penertiban yang intens. Setiap tahun target PAD yang dibebankan selalu naik seiring realiasasi yang positif. Tahun 2013, realisasi PAD Banyuwangi mencapai Rp 220 miliar. Ia optimistis target PAD bisa terealisasi dalam tempo dua bulan ke depan.
Dalam hal pajak daerah, Soedirman menyoal sikap wajib pajak yang kerap meminta keringanan nominal pajak bumi dan bangunan yang harus dibayarkan. Masalahnya, wajib pajak yang demikian justru pemilik aset tanah dengan luas ribuan meter persegi. Pemilik tanah seluas 4.945 meter persegi dengan NJOP Rp 103 ribu per meter persegi misalnya, terang-terangan minta keringanan PBB. “Padahal PBBnya cuma Rp 509 ribu tiap tahun. Tanah seluas itu pasti pemiliknya orang kaya, saya enggak mau kasih keringanan,” ujar Soedirman.
Contoh lain, kata dia, pemilik tanah 8.830 meter persegi dengan NJOP Rp 335 ribu per meter minta keringanan PBB. Masalah semakin runyam saat proses jual beli tanah tidak mencerminkan nilai transaksi sebenarnya. Menurut Soedirman, modus ini kerap melibatkan oknum notaris PPAT untuk memanipulasi angka Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang wajib dibayarkan kepada pemda dari transaksi tanah tersebut. “Agar bayar BPHTB tidak besar. Ini jadi masalah dan menghambat realisasi PAD, di sini banyak praktik seperti ini,” ujarnya.
Soedirman menduga aset tanah di Banyuwangi semakin banyak dikuasai makelar yang ingin cari untung di tengah iklim investasi yang positif. Dia meminta masyarakat tertib membayar PBB sesuai aturan untuk menyokong program pembangunan. Justru pemilik aset tanah kecil, kata dia, tak mempersoalkan besanya PBB. “Pajak itu kembalinya ke rakyat lagi dalam bentuk pembangunan. Jangan-jangan wajib pajak yang keberatan bayar PBB ini karena dikuasai makelar tanah,” ujarnya. [nan]

Tags: