Realistis SEA-Games 2015

SEA-GamesKONTINGEN Indonesia tidak pesimistis menghadapi ajang SEAG (SEA-Games) XXVIII 2015 di Singapura. Melainkan realistis, dengan tidak menarget runner-up (apalagi juara umum). Hal itu disebabkan Singapura mencoret beberapa cabor (cabang olahraga). Termasuk yang selama ini “tambang emas” Indonesia. Tuan rumah memiliki otoritas menentukan cabor yang dipertandingkan dalam SEAG. Alasan utamanya, menyesuaikan dengan cabor Olympiade dan Asian Games.
Sampai hari ke-4, Indonesia berada pada posisi ke-4. Ini sama persis dengan posisi akhir pada SEAG ke-27 (2013) di Myanmar. Total medali yang diraih (saat itu)  sebanyak emas 64 keping, dari 33 cabor yang dipertandingkan. SEAG ke-28 Singapura meng-helat 36 cabor, dengan total 402 nomor pertandingan (medali emas). Kontingen merah-putih masih berpeluang memperbanyak medali, sampai pada akhir laga 16 Juni.
Tidak perlu meratapi beberapa cabor dicoret. Walau dengan itu diprediksi akan kehilangan 33 emas. Sangat mungkin posisi Indonesia makin melorot. Tetapi prestasi itu selaras dengan pertumbuhan kesejahteraan Indonesia yang menempati urusan kelima, dibawah Singapura, Malaysia, Brunei dan Thailand. Bangsa-bangsa di seluruh dunia meyakini, bahwa prestasi olahraga inharent dengan tingkat kesejahteraan suatu bangsa.
Melorotnya preastasi kontingen Indonesia pada ajang SEA Games, diantaranya disebabkan tidak fokus. Terutama mulai memasuki periode reformasi pemerintahan (politik). Padahal Indonesia telah 10 kali berpengalaman menjadi juara umum. Bahkan pernah berturut-turut selama 4 kali (SEA Games ke-14 tahun 1987 sampai ke- 17 tahun 1993). Seluruhnya berada di luar Indonesia. Paling kerap menjadi juara umum SEAG, sulit dilampaui oleh negara manapun sampai 20 tahun mendatang.
Prestasi paling spektakuler, diperoleh ketika menjadi tuan rumah SEA Games ke-19 di Jakarta (tahun 1997), menjadi juara umum dengan memperoleh 194 emas. Prestasi ini belum terpecahkan oleh juara umum SEAG negara manapun. Namun setelah itu, prestasi keolahragaan Indonesia bagai “tidur” panjang (selama 12) tahun. Sampai menjadi tuan rumah SEAG ke-26 (2011).
Posisi perolehan medali pada SEA Games, seolah-olah menjadi simbol pertumbuhan ekonomi negara. Artinya, perekonomian nasional menjadi cermin prestasi keolahragaan. Maka pesimisme menghadapi SEAG XXVIII cukup beralasan. Bidang olahraga hanya menempati urutan ke-14 dalam perencanaan pembangunan nasional.  Begitu pula keberadaan KOI (yang diamanatkan UU Sistem Keolahragaan Nasional) masih sangat dilematis.
Indonesia perlu meniru efisiensi cabor yang dilakukan Singapura pada SEA Games ke-28. Misalnya pada penyelenggaraan multi-even (seperti PON), agar lebih fokus membina prestasi ke-olahraga-an, yang memiliki hierarkhis sampai Asian Games dan Olympiade. Terutama dengan core sport. Selama ini PON dinilai sangat bias dalam cabor, mengumbar medali emas. Banyak cabor dalam PON yang tidak berujung pada peningkatan posisi internasional.
Apakah prestasi pada SEA Games, hanya akan menjadi kenangan? Masih banyak problem mesti diperbaiki. Sebab prestasi keolahragaan, tidak bisa ujug-ujug terwujud dalam waktu 1 atau 2 tahun. Pengalaman China, menyiapkan posisi runner-up Olympiade, dimulai tahun 2000 sampai tahun 2004. Anggarannya mencapai US$ 785 juta per-tahun. Hasilnya, China menjadi juara umum Olympiade (2012) sampai H-1, sebelum diungguli AS.
Posisi pretasi olahraga saat ini merupakan hasil kinerja pembinaan selama 3 sampai 4 tahun silam. Antaralain hasil PON, berbagai seleknas, serta Puslatnas. Seluruhnya domain pemerintah (nasional). Tetapi Pemerintah Daerah juga dapat ber-andil besar. Misalnya, dibuktikan oleh Pemda Kaltim yang berhasil meraih medali perak dan perunggu pada Olympiade. Daerah lain bisa juga fokus pada salahsatu cabor lainnya. Dulu, Jawa Timur “gudang” atlet panahan. Jika setiap daerah (34 propinsi) memiliki cabor andalan, maka Olympiade akan dipenuhi atlet berprestasi dari berbagai daerah di Indonesia!
———– 000 ————-

Rate this article!
Realistis SEA-Games 2015,5 / 5 ( 1votes )
Tags: