Redam Gejolak dan Hoaks, Segera Terbitkan PP UU Cipta Kerja

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo

Jakarta, Bhirawa
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo minta pemerintah segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai turunan atau tindak lanjut UU Cipta Kerja. Tujuannya untuk mengakhiri polemik dan kegaduhan di sebagian masyarakat. Semua PP yang terkait dengan UU Cipta Kerja, hendaknya mengakomodasi aspirasi komunitas pekerja dan pelaku usaha.
“Kita semua paham, bahwa untuk melaksanakan suatu UU, diperlukan PP. UU Cipta Kerja yang baru disahkan DPR itu,tentu saja tidak bisa segera dilaksanakan, selama pemerintah atau Presiden belum menerbitkan PP baru yang terkait. Untuk melaksanakan UU tersebut. Karenanya, saya meminta pemerintah segera menerbitkan PP UU Cipta Kerja,” ujar Bambang Soesatyo, Senin (12/10).
Dia juga minta, semua elemen masyarakat mau bersabar, menunggu diterbitkannya PP yang menjadi pedoman pelaksanaan UU Cipta Kerja. Pengaturan lebih jelas tentang Pelaksanaan UU Cipta Kerja nantinya, akan tergambar dari PP tersebut, termasuk peraturan pemerintah daerah.
“DPR dan pemerintah, telah menjelaskan dan memberi keyakinan, bahwa UU Cipta Kerja yang mencakup 15 bab dan 174 pasal itu, sama sekali tidak bertujuan mencelakai atau merugikan pekerja. Namun demikian, untuk menghindari polemik, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, hendaknya memberi ruang bagi masyarakat, untuk tetap memberi masukan,” tandas Bambang Soesatyo
Disebutkan, semua elemen masyarakat juga diminta tidak teriakan hoaks, mis-informasi serta dis-informasi, tentang UU Cipta Kerja. Jangan sampai akibat ketidak pahaman, masyarakat, dimanfaatkan oleh pihak tertentu, yang ingin memecah belah persatuan bangsa.
“Saat ini banyak hoaks mis-informasi dan dis-informasi terkait UU Cipta Kerja yang beredar di masyarakat. Misalnya, disebut’an; upah minimum, cuti haid, cuti hamil, hak atas cuti, semua dihilangkan. Atau, tidak ada batasan waktu kerja. Semua itu tidak benar. Saya berharap, masyarakat tidak mudah ter- provokasi dengan informasi hoaks yang jauh dari kebenaran, itu,” pungkas Bambang Soesatyo.
Sebelumnya itu didepan Forum Rektor Indonesia (FRI), Minggu (11/10) Menaker Ida Fauziyah secara detail memapar kan penjelasan atas isu-isu Ketenagakerjaan yang telah disalah pahami sebagian masyarakat. “Mulai dari persoalan kontrak kerja, outsourcing, pesangon, upah minimum, waktu kerja dan tenaga kerja asing (TKA),” ungkap Ida Fauziyah dalam dialog virtual mengenai substansi RUU Cipta Kerja dengan para Rektor.
Menaker menyatakan alasan mengapa UU Cipta Kerja dibutuhkan dalam situasi persaingan global yang semakin ketat. Yang membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) unggul. Sementara tingkat produktivitas pekerja Indonesia terendah di Asia, yakni 74,8. Padahal rata-rata negara Asia, tingkat produktivitasnya mencapai 78,2.
Demikian, ungkap Menaker Ida Fauziyah dalam dialog virtual dengan Forum Rektor Indonesia (FRI), mengenai substansi UU Cipta Kerja, akhir pekan. Hadir 24 Rektor Universitas Negeri dan Swasta yang dipimpin Ketua FRI Arif Satria (Rektor IPB- Bogor).
Tentang UU Cipta Kerja, secara rinci, Ida Fauziyah, memaparkan hal-hal yang selama ini, disalah pahami oleh masyarakat. Dengan UU Cipta Kerja ini, diharapkan adanya perubahan struktur ekonomi, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Guna memperluas kesempatan kerja.
“Pada 2019, ada 7,05 juta pengangguran dan 3,5 juta orang kehilangan pekerjan akibat pandemi Covid-19. Untuk mengatasi semua itu, mari kita ber gotong royong,” ajak Menaker.
Ketua FRI Arif Satria menyambut positif adanya silaturahmi dengan pemerintah ini. Hal ini akan memperkuat komunikasi sehingga mendapat pemahaman yang lebih baik tentang substansi UU Cipta Kerja.
“Ini kesempatan sangat baik juga bagi para Rektor, untuk memberi masukan pada pemerintah. Baik tentang substansi maupun aspek hukum UU Cipta Kerja,” papar Arif Satria
Rektor Unila (Lampung) Prof Karomani mengungkapkan; UU Cipta Kerja bukan Kitab Suci. Sehingga bisa disempurnakan implementasinya dengan peraturan pemerintah (PP). Bahkan, bisa juga dengan uji materi. “Jadi jangan anggap tak ada solusi, lalu panik, demo anarkis, saling caci maki. Mari kita Kawal UU Cipta Kerja Dengan komunikasi terbuka dan cendekia. Agar sesuai dengan harapan kita bersama,” ajak Prof Karomani.
Para Rektor juga mengapresiasi langkah Menaker, membuka dialog dengan kalangan Akademisi. Menurut para Rektor, baru pertama kali diundang untuk membicarakan secara rinci dan substantif UU Cipta Kerja. Sekaligus meng klasifikasi begitu banyaknya isu-isu tidak benar yang luas beredar. Para Rektor juga meminta agar UU Cipta Kerja, setelah resmi diserahkan DPR RI ke pemerintah, dapat juga diberikan kepada para Rektor.
Pada akhir diskusi, Menaker berkomitmen untuk menyampaikan UU Cipta Kerja kepada FRI segera. Setelah UU tersebut resmi diserahkan DPR kepada pemerintah.
Diskusi virtual ini juga dihadiri Rektor UGM, ITB, Unbraw-Malang, Uns Pertamina, Uns Al-Azhar, UTI, Unessa, Perbanas, UNP Padang, Intan, UNG, UNP, Unila, Unimal, Telkom Unv dan universitas lainnya. [ira]

Tags: