Redefinisi Kesetaraan Gender : Antara Peran dan Kewajiban

Oleh :
Ulfa Nur Habibah
Bidang Hubungan Antar Lembaga Kohati Badko HMI Jatim 2018-2020 

Di era modernisasi sekarang ini, semakin majunya peradaban suatu bangsa yang berpengaruh kepada pola pikir serta perilaku masyarakat. Keterbukaan media membuat masyarakat dengan mudah mengakses segala berita, informasi dan budaya. Saat ini media sangat mempengaruhi perkembangan budaya di indonesia, dan bahkan cenderung adanya degradasi moral bangsa dan juga pergeseran budaya bangsa dengan budaya lain.
Saat ini banyak organisasi wanita yang menggemakan tentang kesetaraan gender,ini merupakan langkah untuk mengatasi stereotip tentang perempuan di sosial. Faktanya masih ada tendensi antara perempuan dengan lelaki. Hal ini masih nampak terlihat di segala aspek kehidupan seperti di kehidupan rumah tangga, ekonomi, politik dan hukum. Dengan adanya aktivis perempuan diharap perempuan bisa sadar akan peran serta kewajibannya dalam masyarakat. Di samping itu peran serta peng-edukasian kepada lelaki juga diperlukan sebagai tokoh utama perubahan.
Dewasa ini mengamati dari gejala sosial yang terjadi dimasyarakat, miris sekali banyaknya kasus tentang perceraian yang terjadi lantaran masalah ekonomi serta beda kelas sosial. Dari data badan pengadilan agama (Badilag) pada tahun 2017 angka perceraian mencapai 18,8% dari 1,9 juta peristiwa, perceraian tersebut dengan didasari dengan berbagai alasan salah satunya adalah masalah perbedaan pendapat (income). Ketimpangan pendapatan istri yang lebih tinggi seringkali menyebabkan adanya batu sandungan dalam berumah tangga. saat ini budaya wanita karir merupakan susuatu yang harus digapai sebagai indikator kemandirian seorang wanita. Tapi faktanya konsep wanita karir belum bisa di pahami secara utuh oleh para perempuan.
Konsep kesetaraan gender merupakan langkah yang sangat baik sebagai bentuk perlawanan akan penindasan peran dan hak seorang wanita, tapi melihat fenomena sosial yang terjadi membuat PR besar untuk kita bersama bahwa harus adanya sebuah telaan kajian serta kampanye tentang kesetaraan gender ini harus dengan utuh dan menyeluruh agar kesetaraan gender ini tidak menjadi sesuatu yang disalah artikan.
Kesetaraan Gender atau Keadilan Gender?
Mendiskusikan tentang kesetaraan gender merupakan bahasan yang sangat menarik, sejatinya konsep kesetaraan gender adalah hal yang sangat penting untuk para perempuan agar mengetahui peran, posisi serta tanggung jawabnya dalam bermasyarakat. Nasarudin Umar dalam bukunya Argumen Kesetaraan Gender (2001) menyatakan bahwa gender adalah konsep kultural yang digunakan untuk memberi identifikasi perbedaan dalam hal peran, perilaku dan lain-lain antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dimasyarakat yang didasarkan pada rekayasa sosial. Jelas adanya gender dalam hal ini adalah sesuatu yang di bentuk oleh lingkungan masyarakat.
Hal ini membuat kaum perempuan seakan disudutkan dengan segala stereotip bahwa perempuan digambarkan emosional, lemah, cengeng, dan tidak rasional yang kemudian menjadikan perempuan ditempatkan pada posisi domestik, pelabelan seperti itulah yang membentuk budaya. Dari hal inilah lahirnya kesetaraan gender yang menuntuk adanya kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam segala bidang. Dalam konsep kesetaraan gender istilah kesetaraan distributif yaitu perilaku yang memberikan kesempatan sesuai porsi masin-masing, karena setiap individu mempunyai keterbatasan masing-masing. Seperti mengutip pada jurnal psikologi sosial “Gender dan Model Penilaian Keadilan” menyatakan bahwa untuk mengurangi kesenjangan perlu diterapkan prinsip-prinsip keadilan distributif, menerapkan prinsip-prinsip tersebut butuh banyak pertimbangan setidaknya meliputi kondisi sosial yang ada pada saat ini.
Bahkan ada beberapa aktivis yang lebih sepakat dengan konsep keadilan gender, yaitu suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki. Dengan keadilan gender berati tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki. Berbicara masalah konsep kesetaran gender maupun keadilan gender, keduanya mempunyai benang merah yaitu adanya sebuah keinginan untuk memperoleh kesempatan serta hak secara adil dan tidak diskriminatif.
Permasalahan yang belakangan terjadi sebetulkan karena kesalah pemahaman tentang konsep kesetaraan yang malah menjadi ajang kontes untuk menunjukkan kekuatan dari laki-laki dan perempuan. Dalam dunia rumah tangga sudah terjadi pergeseran budaya, Adanya keinginan perempuan untuk mendominan sebagai bentuk dari kesetaraan gender yang dia pahami membuat mereka lalai akan perannya sebagai Anak, istri, ibu dan mencoba unggul sebagai anggota masyarakat. Hal inilah yang sangat memperihatinkan, adanya ketidak balance antara peran yang di emban serta kewajibannya.
Banyaknya kasus perceraaian merupakan sebuah produk dari kegagalan penafsiran kesetaraan gender yang sebenarnya. Secara definisi kesetaraan yang dianggap adalah setara atau sama rata, yang mana harus ada posisi yang sejajar antara laki-laki dengan perempuan, namun faktanya itu tidak bisa terjadi. Adanya banyak perbedaan seperti kondisi fisik, dan peran kita sebagai anak, istri, ibu dan anggota masyarakat yang harus kita sadari. Perempuan karir cenderung memiliki tingkat angka perceraian yang tinggi disebabkan keegoisan diri, yang ingin sejajar dengan lelaki, dan laki-laki mempunyai keegoisan diri sebagai pemimpin yang keduanya akan saling berbenturan dan berebut posisi.
Saat ini perempuan di tuntut untuk menjadi “wonder women” yang mana seimbang antara ranah domestik dan publik agar peran sebagai anak, istri, ibu dan anggota masyarakat bisa berjalan beriringan. Tentunya dengan menyadari bahwa kesetaraan itu bukan berarti sama tapi adalah adanya sebuah tuntutan untuk memperoleh hak dan kewajiban secara adil dan tidak diskriminatif. Dengan menyadari hal itu sudah seyogyanya laki-laki dan perempuan akan berjalan beriringan dan tau akan peran serta kewajiban masing-masing.

———- *** ————

Tags: