Refleksi Diri atas Dosa yang Dianggap Biasa

cover buku-Dosa-Dosa Besar yang Telah Dianggap BiasaResensi Buku
Judul Buku  : Dosa-Dosa Besar yang Telah Dianggap Biasa dalam Keseharian Kita
Penulis    : Naylil Moena
Penerbit    : Sabil, Yogyakarta
Cetakan    : I, 2014
Tebal    : 173 halaman
ISBN    : 978-602-255-506-3
Peresensi    : Hendra Sugiantoro
Pegiat Pena Profetik Yogyakarta

Manusia adalah tempat salah dan lupa. Namun, hal itu hendaknya tidak dijadikan alasan untuk bebas melakukan perbuatan buruk, apalagi menganggap biasa perilaku kita yang ternyata merupakan dosa. Dengan membaca buku ini, agar tidak terbiasa menyepelekan dosa, kita diajak merefleksikan perilaku keseharian kita.
Dalam sebuah riwayat, Ibnu Mas’ud pernah berkata, “Sungguh, orang yang beriman itu melihat dosa-dosanya seakan-akan dirinya berada di kaki gunung. Ia takut kalau gunung itu menimpanya. Sedangkan orang tidak beriman melihat dosa-dosanya seperti lalat yang hinggap di hidungnya”. Manusia yang lemah imannya akan menggangap perbuatan dosa sebagai perbuatan sepele, yang kapan saja bisa dilakukan tanpa perlu merasa takut, malu atau terbebani. Betapa banyak dosa yang dikerjakan, namun tidak menyadari jika perbuatan yang dilakukannya tersebut adalah perbuatan berbahaya. Dikatakan berbahaya karena perbuatan tersebut melanggar perintah Allah Swt (hlm. 10-12).
Sebagaimana telah dimengerti, manusia yang melanggar perintah Allah Swt akan mendapatkan hukuman yang keras dan berat. Hukuman yang diterima bisa langsung terjadi saat manusia masih hidup di dunia ataupun di akhirat nanti. Hukuman tersebut bukan bermaksud menakut-nakuti manusia, melainkan sebagai bukti ketegasan dan kekuasaan Allah Swt. Apapun yang diperintahkan dan dilarang Allah Swt pasti berorentasi pada kebaikan manusia (hlm. 16). Banyak perilaku dosa yang seolah-olah telah kita anggap biasa, Ada dosa yang berhubungan dengan Allah, dosa yang berhubungan dengan orang lain, dan dosa yang berhubungan dengan diri sendiri.
Dosa yang berhubungan dengan Allah Swt meliputi malas mengerjakan shalat, enggan berpuasa wajib, tidak berzakat, menunda haji ketika mampu, meniatkan sesuatu selain karena Allah Swt, dan memohon sesuatu pada selain Allah Swt. Sedangkan dosa yang berhubungan dengan orang lain, salah satunya adalah perilaku suka menggunjing (ghibah). Hal ini tentu sangat ironis, terlebih para pelakunya justru tak merasa bahwa perilaku tersebut termasuk dosa besar. Kita dikatakan berghibah apabila membicarakan orang lain yang tidak ada di sisinya dengan suatu perkataan, yang apabila orang yang kita gunjingkan itu mendengarnya, maka membuatnya tidak suka.
Jangan disangka, ghibah sebagai dosa sepele. Dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 12, Allah Swt mengumpamakan orang yang berghibah sama dengan memakan daging saudaranya yang mati. Banyak dari kita meremehkan masalah ghibah, padahal dalam pandangan Allah Swt merupakan perilaku yang keji dan kotor. Dalam keseharian, pergunjingan-pergunjingan atas orang lain begitu mudah kita sebar pada banyak orang. Padahal, apapun yang kita katakan adalah potret kedirian kita. Jika yang kita katakan adalah keburukan-keburukan orang lain, berarti kita adalah orang buruk juga, bahkan bisa lebih buruk dari orang yang kita gunjingkan. Sesungguhnya, apa yang kita ucapkan menuntut pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt, maka alangkah baiknya apabila pembicaraan senantiasa bermanfaat dan mengandung kebijaksanaan (hlm. 83-88).
Selain ghibah, perilaku dosa yang cenderung dianggap biasa dalam keseharian adalah mengumpat, memfitnah, tak menepati janji, berkhianat, berbohong, berzina, dan ghasab. Apa itu ghasab? Itu adalah satu istilah yang artinya memanfaatkan atau menggunakan hak atau barang orang lain tanpa seizin pemiliknya. Ghasab tidaklah sama dengan mencuri. Kita yang melakukan ghasab berarti telah melanggar batas kepemilikan orang lain. Sekalipun dengan alasan tidak bermaksud mengambil hak atau barang orang lain lantaran hubungan baik, namun yang namanya bukan miliknya tetaplah tidak boleh digunakan tanpa seizin pemiliknya (hlm. 94-96).
Sedangkan berzina termasuk kategori dosa yang telah dianggap biasa, karena memang kenyataan yang marak di masyarakat. Tak hanya terjadi pada pasangan yang belum menikah, perilaku zina meskipun amoral malah dilakukan suami atau istri yang telah menikah dengan jalan berselingkuh. Yang lebih ekstrem, sebagian dari mereka yang telanjur melakukan perzinaan mencari-cari pembenaran atas perilaku mereka. Mereka mencoba mengubah status haram zina menjadi halal dengan mengatakan bahwa zina yang berdosa adalah yang berdasarkan perkosaan atau paksaan. Namun, jika didasarkan suka sama suka, maka tidak apa-apa. Bagaimana pun, berzina adalah dosa yang sepatutnya tidak dilakukan (hlm. 107).
Masih banyak uraian dosa dipaparkan buku ini di mana dosa-dosa tersebut telah kita anggap biasa seolah-olah perilaku yang wajar, padahal Allah Swt melarang dengan amat keras. Bukan bermaksud menghakimi, buku ini hanya mengajak kita memperbaiki perilaku, sehingga senantiasa dalam bingkai kebaikan dan keridhaan Ilahi. Istiqamah dalam kebaikan, meskipun terkadang sulit, tetap harus diperjuangkan.

———– *** ————

Tags: