Refleksi Hari Pahlawan 10 November

Dicari Pahlawan Antikorupsi !

Oleh :
Umar Sholahudin
Dosen Sosiologi Korupsi FISIP Univ. Wijaya Kusuma Surabaya,
Penulis buku : Demokrasi, Korupsi, dan Keadilan (2021)

Setiap tanggal 10 November sering dikenal dan kita peringati sebagai hari pahlawan. Tanggal itu merupakan tonggak yang paling bersejarah dalam perjalanan bangsa Indonesia, terutama arek-arek Suroboyo dalam mengusir kolonialisme penjajah. Dengan semangat takbir “Allahu Akbar”, para pahlawan kita mampu mengusir penjajah dari bumi pertiwi. Pekik Allahu Akbar tersebut mampu menggelorakan semangat kepahlawanan rakyat Indonesia dalam menggusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan.

Di zaman kemerdekaan seperti sekarang ini yang paling kita butuhkan adalah bukan pahlawan yang angkat senjata, karena memang musuh besar kita bukanlah orang-orang yang bersenjata, melainkan pahlawan-pahlawan bangsa yang bernurani besar yang mampu berjuang secara konsisten memberantas salah satu musuh besar bangsa ini, yakni korupsi.

Saat ini Indonesia sedang berada dalam kondisi serba darurat, khususnya darurat korupsi. Terkait dengan darurat korupsi, Indonesia saat ini sedang dikepung oleh masalah korupsi yang sudah begitu mengendemik. Korupsi menyebar baik secara vertikal maupun horizontal; dilakukan elit pusat sampai elit daerah. Mengguritanya korupsi ini pernah diungkapkan oleh Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Buya Syafi’i; korupsi sudah sedemikian kuat membelenggu kita, mulai istana sampai ke kantor kelurahan, sejak bangun tidur hingga menjelang tidur lagi, sejak lahir sampai meninggal. Merambah dari tempat ibadah sampai ke toilet”. Persoalan korupsi yang begitu akut ini menjadikan bangsa ini bagaikan tubuh tak berdarah; lumpuh, tak bisa berjalan, apalagi berlari untuk mencapai kemajuan bangsa dan kesejahteraan masyarakat. Korupsi menjadi virus pandemik yang sangat mematikan organ-organ tubuh bangsa ini

Darurat Korupsi

Kita semua sangat prihatin, menyambut hari Pahlawan ini, pemberitaan negeri ini tak pernah sepi dari masalah korupsi. Masalah korupsi adalah masalah besar negeri ini. Meskinpun penjajahan fisik atau kolonialisme asing sudah berakhir dan kita kini sedang berusaha untuk mengisi kemerdekaan, namun bukan berarti kita tidak membutuhkan para pahlawan-pahlawan baru untuk mengatasi berbagai problem bangsa ini yang cukup krusial. Tantangan dan ancaman bangsa ini bukan dari penjajahan fisik, namun penjajahan non fisik seperti masalah kemiskinan dan masalah korupsi. Masalah terakhir ini yang menjadi rakyat dan negeri ini loyo, miskin, dan tak berdaya dan bahkan mengancam sendi-sendi kehidupan masyarakat dan negeri ini. Sendi-sendiri kehidupan negeri ini menjadi rapuh, lumpuh, tak mampu bangkit apalagi maju. Pendek kata, kita menjadi miskin karena merugitanya korupsi di negeri ini.

Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 2004-hingga Mei 2021, tercatat sebanyak 739 kasus penyuapan yang ditangani KPK, terbanyak kedua yakni pengadaan barang dan jasa sebanyak 236 kasus, penyalahgunaan anggaran sebanyak 59 kasus, TPPU sebanyak 38 kasus, pemungutan 26 kasus, perizinan sebanyak 23 kasus, dan 10 kasus merintangi proses KPK.

Sedangkan bersarkan profesi tercatat, terbanyak dari pihak swasta atau pelaku usaha yang melakukan tindak pidana korupsi sebanyak 343 orang, disusul anggota DPR/DPRD sebanyak 282,. Terkait dengan pelaku kepala daerah, dalam catatan KPK sampai Juni 2021 tercatat sebanyak 155 kepala daerah, dengan rincian 22 gubernur dan 135 bupati/waikota dan wakilnya dengan rerata kasus penyalahgunaan anggaran daerah.

Terkait dengan kerugian, potensi kerugian Negara dari praktik korupsi lebih besar dari hitungan KPK. Berdasarkan hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2009 hingga 2010 misalnya, sekitar Rp132 triliun uang negara terindikasi dikorupsi. Selain itu, sangat banyak laporan berbagai lembaga yang dinilai tidak wajar. Ada sekitar 48 laporan lembaga yang dinyatakan tidak wajar dan 106 dinyatakan disclaimer 106. Beberapa kasus mega korupsi yang belum tuntas di antaranya skandal Bank Century dengan dugaan kerugian negara sebesar Rp 7,4 triliun, skandal BLBI Rp 2.000 trilyun, skadal E-KTP Rp 2,3 triliun, penerbitan SIUP Kota Waringin Rp 5,8 triliun dan 711 ribu US$, korupsi kondensat Rp 35 triliun, skandal PT. Asabri 16 triliun, skandal Jiwasraya Rp 16,81 triliun, dan proyek Hambalang Rp 706 miliar

Dari data tersebut di atas, menunjukkan, aktor utama pelaku korupsi baik di pusat maupun di daerah adalah, para elit yang memegang kekuasaan, baik itu di lembaga eksekutif maupun legislatif. Terakhir adalah Bupati Kuansing, Andi Putra, terjaring OTT KPK dalam kasus korupsi perpanjangan izin HGU Sawit di Kabupaaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, dengan barang bukti (penyerahan uang) sebesar Rp 500 juta (detik.com, 19/10/2021). Sejak penerapan otonomi daerah, sekitar 70 persen dari total kepala dan wakil kepala daerah diseret ke meja hijau. Anehnya, data statistik itu tidak membuat efek jera pejabat-pejabat lain. Kondisi ini yang mengakibatkan indeks persepsi korupsi di Indonesia tidak kunjung membaik. Berbagai upaya keras telah dilakukan instansi pemerintah, termasuk aparat penegak hukum (KPK, Kejaksaan, dan kepolisian) dan berbagai elemen masyarakat dalam memerangi korupsi, namun upaya keras tersebut pun belum mampu menyurutkan praktik korupsi atau menurunkan angka korupsi di Indonesia. Termasuk sanksi hukuman pun, tak membuat efek jera para calon pelakunya.

Pahlawan Anti Korupsi

Kejahatan korupsi merupakan kejahatan extra ordinary crimes, sebagaimana kejahatan terorisme dan narkoba. Daya rusaknyapun sangat besar dan multidimensional, termasuk dapat dapat menghancurkan masa depan bangsa. Karena itu, perlu adanya cara-cara perlawanan yang juga luar biasa, termasuk dengan penegakan hukumnya (extrajudicial action). Gerakan semesta pun harus terus digelorakan untuk perang melawan korupsi. Dan para pemuda memiliki peran penting dan yang sangat strategis untuk menjadi pelopor gerakan semesta perang melawan bahaya (laten dan manifest) korupsi

Singkat kata, panjajahan yang paling bahaya dan membahayakan negeri saat ini adalah pejajahan aset negara dan rakyat oleh para koruptor. Penjajahan ini jauh lebih dahyat dampaknya daripada penjajahan secara fisik. Kalau penjajahan fisik, kita bisa hitung berapa jumlah korban, tapi kalau penjarahan dan penjajahan asset negara dan rakyat ini, jutaan rakyat indonesia beserta keturunannya akan terkena dampaknya. Karena itu, perjuangan di era kemerdakaan ini adalah bagaimana berjuang melawan korupsi. Menjadi orang yang anti korupsi juga bisa disebut sebagai pahlawan.

——– *** ——–

Rate this article!
Tags: