Reformasi Birokrasi Harus Kembali pada Jalurnya

Reformasi BirokrasiJakarta, Bhirawa
Pakar Manajemen dan Kebijakan Publik Fisipol Universitas Gadjah Mada Agus Dwiyanto mengungkapkan reformasi birokrasi yang telah berjalan 15 tahun harus dikembalikan pada jalur yang benar sesuai tujuan awalnya.
“Pelaksanaan reformasi birokrasi yang sudah berjalan 15 tahun ke belakang, kita harus lihat kembali (review). Ini saya kritisi harus dikembalikan pada jalannya yang benar,” kata Agus dalam acara launching dan bedah buku yang berjudul ‘Reformasi Birokrasi Kontekstual’ di Gedung Lembaga Administrasi Negara (LAN) Jalan Veteran, Jakarta, Kamis.
Hal tersebut diungkapkan oleh Agus yang juga merupakan Kepala LAN itu, karena dirinya melihat hingga saat ini birokrasi kita cenderung dalam mereformasi hanya merubah dokumen saja yang menghabiskan waktu.
“Kecenderungan kita begitu, sehingga waktu kita habis dan reformasinya belum banyak atau bahkan bisa dikatakan tidak ada,” ujarnya.
Kendati demikian, kata Agus, memang reformasi birokrasi tidak mudah untuk dilaksanakan. Dia menyebutkan di dunia setiap negara yang melaksanakan reformasi itu, 70 persen diantaranya gagal dan sisanya berhasil dengan baik.
“Dari yang saya lihat, negara yang berhasil menerapkan reformasi birokrasi tersebut karena membuat sedikit saja badan-badan di dalam menjalankan kebijakan,” kata Agus.
Dia mencontohkan Vietnam yang berhasil memajukan sektor pertaniannya dalam waktu yang relatif singkat sehingga bisa menjadi negara pengekspor hasil pertanian yang diperhitungkan di dunia.
“Ketika saya tanya, mereka bilang dulu yang mengurusi pertanian ada lima lalu setelah direformasi jadi hanya satu sehingga tidak tumpang tindih dan perdebatan panjang jika menerapkan kebijakan serta lebih murah dalam ongkosnya. Beda dengan Indonesia yang bisa sampai puluhan dinas, badan atau lembaga yang membidangi itu,” ujarnya.
Pemekaran Daerah
Dikesempatan yang sama, Agus Dwiyanto mengungkapkan pemekaran daerah yang ada sekarang masih jauh dari harapan semula.
“Saya pernah jadi tim pakar panitia evaluasi daerah pemekaran. Hasil yang didapat pada umumnya kualitasnya tidak seperti yang kita harapkan,” kata Agus
Hasil evaluasi yang dikaji oleh Agus tersebut menyoroti permasalahan kinerja PNS yang direkrut dan biaya yang harus dikeluarkan harus lebih besar.
“Yang jadi masalah daerah yang dimekarkan ini pegawai lamanya tetap di daerah induk sehingga praktis daerah yang baru akan merekrut lagi pegawai akhirnya memperbesar beban biaya birokrasi,” ujar Agus yang juga Kepala LAN tersebut.
Lebih lanjut, Agus mengatakan pemekaran tersebut pada umumnya tidak bersifat objektif namun lebih banyak kepentingan politis di dalamnya.
“Umumnya proses pemekaran pertimbangannya gak objektif lebih banyak kepentingan elit politik Jakarta serta elit politik dan birokrasi daerah saja,” katanya.
Kendati demikian dia menilai pemekaran tersebut masih memungkinkan jika telah melalui seleksi yang ketat dan sesuai kajian kelayakannya suatu daerah dimekarkan.
Menurut Agus, daerah yang dimekarkan melalui proses status daerah administrasi hasilnya lebih baik daripada yang melewati politisi di DPR.
“Dulu kami pernah melakukan kajian yang hasilnya daerah yang dimekarkan melalui Kemendagri dengan proses daerah administratif terlebih dahulu itu kerjanya lebih baik daripada yang oleh DPR. Jadi harus ada perbaikan radikal dalam proses tersebut yang basisnya kepentingan publik bukan elit politik,” ucapnya. [ant.ira]

Tags: