Reformasi OPD Jatim

Pemerintah propinsi Jawa Timur me-mantap-kan struktur organisasi perangkat daerah (OPD), dengan menambah dan menghapus jabatan eselon II, dan eselon III. Selain menghindari over-lapping antar-OPD, juga untuk memacu kinerja pemerintahan daerah. Tupoksi birokrasi patut direformasi kontinyu, terutama pada kinerja perizinan perlu mengukuhkan prinsip Online Single Sub-mission (OSS). Serta penggunaan tekonologi yang menjamin transparansi dan akuntabilitas.

Penghapusan institusi berlanjut dengan likuidasi Biro Humas. Sebagian urusannya dialihkan ke Dinas Informasi dan Komunikasi (Infokom), dan digabung pada OPD lain yang senafas. Selain penghapusan juga dibentuk OPD baru pos jabatan eselon II-B (Biro). Antara lain Biro Pengadaan Barang dan Jasa, yang sudah dimulai pada tahun anggaran 2020. Serta Biro Administrasi Pimpinan (yang mulai berlaku awal tahun (2021).

Tidak mudah me-reformasi struktur, dan manajemen institusi daerah. Karena sebagian telah menjadi kebiasaan sejak beberapa dekade silam. Juga tidak mudah meng-angkat pejabat baru eselon II, karena harus disesuaikan dengan kecakapan (ke-ahlian). Wajib disesuaikan dengan UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Pada pasal 19 ayat (3) merinci persyaratan jabatan pimpinan tinggi (eselon II).

Kepala Daerah (Gubernur, serta Bupati dan Walikota) tidak dapat “semau-gue” mereformasi struktur OPD. Termasuk penggabungan rumpun urusan wajib pelayanan dasar pemerintahan, urusan wajib yang tidak berkait dengan pelayanan dasar, dan urusan pilihan. Terdapat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah. Di dalam PP telah dirinci jenis, dan potensi beban kerja setiap OPD. Lengkap dengan faktor kesulitan, terutama pada daerah tertinggal, terpencil, dan terluar (perbatasan antar-negara).

Perubahan struktur institusi perangkat daerah, seyogianya juga memperhatikan “suara” masyarakat. Misalnya tentang perizinan. Sampai pemerintah pusat menjanjikan izin pada penanaman modal bisa selesai hanya dalam tiga jam. Bisa ditunggu bagai membuat pas-photo. Ini janji pemerintah untuk menggairahkan iklim investasi. Termasuk sokongan investasi pada sektor UMK (Usaha Mikro dan Kecil) serta ultra-mikro. Sektor usaha “grass-root” patut dilindungi dan dibina dengan program fasilitasi perizinan, dan pemasaran.

Perizinan dengan paradigma Online Single Sub-mission (OSS), patut lebih digencarkan. Terutama perizinan pada usaha tambang (dalam ebrbagai skala), sangat dikeluhkan masyarakat. Izin tambang (termasuk pertambangan rakyat) sangat lama, mahal, dan berbelit-belit. Sehingga dalam berbagai forum dengar pendapat dengan DPRD Propinsi, perlu diselenggarakan “sekolah” membuat dokumen perizinan tambang khusus pemohon izin. Penting untuk menjamin transparansi, dan akuntabilitas perizinan. Sekaligus mengurangi biaya konsultan perizinan, dan per-calo-an.

Pemerintah Daerah (propinsi serta kabupaten dan kota) perlu menerbitkan Peraturan Daerah untuk mengatur Penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik (MPP), seiring Omnibuslaw bidang Invetasi dan Penciptaaan Lapangan Kerja. MPP memberi kepastian prosedur pelayanan yang lebih cepat, tepat, dan effisien. Bermuara pada percepatan realisasi investasi di daerah. Sehingga akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Regulasi perizinan, seyogianya juga diisi pejabat dengan rekam integritas yang baik. Wajib berpatokan pada PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Pada pasal 106 sampai pasal 108, selalu dipersyaratkan kompetensi sosio kultural berwawasan kebangsaan. Yakni, pengalaman kerja berkaitan dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku, dan budaya. Serta selalu dipersyaratkan rekam jejak integritas dan moralitas yang baik.

Restrukturisasi OPD memerlukan “keberanian” Kepala Daerah. Bukan sekadar meng-angkat pejabat yang telah memenuhi persyaratan eselon (dan golongan). Melainkan juga bisa menjamin keunggulan daerah, menjadi peta jalan realisasi Nawa Bhakti Satya bidang Jatim Amanah.

——— 000 ———

Rate this article!
Reformasi OPD Jatim,5 / 5 ( 1votes )
Tags: