Reformulasi SDM Melawan Ketertindasan

TaqwimOleh :
Taqwim
Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang

Setiap orang menginginkan kebebasan tanpa ada kekangan, terlepas dari segala bentuk tirani. Tirani bak jeruji yang hanya mengebiri kebebasan manusia. Manusia yang terbelit tirani seperti burung yang terperangkap kedalam sangkar. Tirani-tirani itu termanifestasi dalam beberapa hal. Bisa berupa kebodohan, kemiskinan, ketidak beruntungan dalam mengenyam bangku sekolah dan lain-lain. Yang jelas, itu semua adalah bentuk tirani yang mendiskriminasi kehidupan manusia.
Seseorang mudah terpengaruh akan lingkungan karena ketidakberdayaannya dalam memberikan proteksi dirinya, sehingga ia hanya nurut saja, tanpa adanya protes. Manusia yang lemah maka akan tertindas dan banyak juga yang manusia yang tertindas akan tetapi tidak sadar jika ditindas. Dia tertindas oleh retorika pembebasan yang menipu, tertindas oleh kesewenang-wenangan penguasa dan tertindas karena sistem yang membelit.
Umumnya, orang yang tertindas adalah kelompok yang tergolong sebagai komunitas pinggiran. Kita ambil contoh saja para petani. Sebenarnya, para petani itu tertindas oleh kelaliman penguasa. Mereka sengaja dicetak menjadi miskin akan tetapi mereka tidak merasa. Dan inilah yang seringkali kita kenal dengan istilah kemiskinan sistemik. Mereka termiskinkan oleh sistem. Cobalah dipikir, dari mana para elit penguasa yang malas itu bisa makan kalau tidak dari tangan ringkis para petani.
Merekalah para elit kapitalis, lebih suka menjajah negeri sendiri dari pada membebaskan kaum proletar dari ketertindasan. Kemiskinan ini malah sengaja diciptakan untuk eksistensi para penguasa. Dalam istilah yang terdapat dalam teori sosial hal ini dinamakan desublimasi represif, dimana orang-orang yang tertekan itu merasa menikmati terhadap tekanan-tekanan yang ada. Orang-orang yang tertekan tersebut lebih memilih untuk menikmati ketertindasannya dari pada harus memberontak dan mengusik status quo penguasa. Sering kita jumpai di sekitar kita, berapa banyak para tukang becak yang tertawa lepas ditengah-tengah kemelaratannya mengayuh becak reot yang menjadi sumber mata pencahariannya. Mereka menikmati tanpa berani mengkritik penguasa dan mereka seakan lupa jika negerinya itu adalah negeri yang kaya.
Nah, melihat fenomena ini, dari manakah indonesia bisa dikatakan negeri yang merdeka? Itu semua nonsense. Merdeka hanyalah untuk para penguasa. Sedangkan untuk rakyat, ibarat punguk merindukan bulan. Terlalu jauh kata-kata merdeka itu bisa dinikmati dengan nikmat oleh rakyat.
Bahkan pada kurun waktu belakangan ini, ketika pesta demokrasi digelar dan menggeliat, iming-iming janji dari para capres seakan menjadikan telinga rakyat tuli dari janji-janji kosong yang dulu pernah dikatakan, buta dari pengalaman pahit ditipu para penjahat bertopeng malaikat, terkecoh dengan pencitraan dan opini sesat yang direkayasa oleh pihak tertentu untuk memberikan kesan baik terhadap figur yang sesungguhnya tidak baik, terlalu mudah percaya berita dan opini yang dibentuk pemberitaan media mengenai karakter, integritas dan kredibiltas seorang tokoh, begitu kasat mata rekayasa pencitraan yang dibangun secara sistematis, masif, terencana dan pasti menghabiskan uang yang sangat besar untuk pencitraan tokoh yang diusung. Banyak tokoh yang semula disanjung dan diteladani, kemudian terbukti tidak lebih dari seorang penipu. Ketika mereka kabur, tinggalah rakyat korban penipuannya menangis menderita meratapi kerugiannya.
Tentunya, setelah kita mengetahui akan hal ini, pastilah kita tidak tinggal diam dan menurut atas segala keadaan. Menurut hanya menyebabkan nurani membuta. Menurut juga hanya menjadikan kebrutalan mereka menjadi tidak terkendali. Jadi, sudah saatnya kita menolak, melawan dan mendobrak tirani.
Melawan segala bentuk penindasan dan menjadi pembebas bagi orang-orang yang tertindas karena tidak ada kemerdekaan tanpa adanya perlawanan. Diantara langkah awal untuk memerangi ketertindasan diri adalah dengan cara memerangi kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa ketiga faktor diatas, yaitu faktor kebodohan, keterbelakangan dan kemisikinan adalah menjadi faktor penyebab dari ketertindasan bangsa ini.
Bangsa ini sebenarnya sangat kaya dengan kekayaan alamnya. Akan tetapi karena kurangnya ketersediaan SDM berkualitas yang memadai akhirnya bangsa ini kemudian menjadi budak di negeri sendiri. Dengan demikian, sudah sepatutnya bangsa ini melakukan reformulasi SDM berkualitas untuk memerangi ketiga virus diatas dan membebaskan rakyat dari belitan penindasan diri yang diusung secara sistemik di negeri nan kaya raya ini.

———— *** ————

Rate this article!
Tags: