Rekomendasi Dinas Belum Ringankan Pendaftar di Swasta

Kepala Cabang Dindik Jatim wilayah Kota Surabaya Sukaryantho saat menerima perwakilan wali murid yang mengadu terkait pelaksanaan PPDB jenjang SMA dan SMK negeri di Surabaya.

Sekolah Nantikan Sikap Wali Kota Tampung Mitra Warga
Surabaya, Bhirawa
Dinamika seputar Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Surabaya belum usai. Kendati seluruh tahapan resmi telah ditutup sejak 28 Juni lalu, sejumlah wali murid masih bertahan untuk berusaha mendapatkan sekolah negeri. Khususnya mereka yang kesulitan secara ekonomi bersekolah di swasta.
Para wali murid tersebut mengadukan nasib mereka ke Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim, Rabu (5/7) kemarin. Salah satunya Arti Sri Nugroho. Berbekal surat rekomendasi dari kantor Cabang Dindik Jatim wilayah Surabaya, dia mengeluhkan tingginya biaya masuk sekolah swasta. Biaya pendaftaran terendah yang dia temui masih mencapai Rp3,2 juta. “Saya sekarang masih beli formulir dulu. Kalau harga formulir biasanya antara Rp 100 ribu sampai Rp 200 ribu,” tutur Arti.
Sebelumnya, Arti telah mendaftarkan anaknya di SMAN 20 dan SMAN 14. Namun, anaknya kalah bersaing dengan siswa yang nilai Ujian Nasionalnya (UN) lebih tinggi. “Kita tergeser karena pendaftar yang diterima lebih banyak dari luar zona. Kalau bersaing hanya dengan dalam zona pasti masih nutut,” tutur dia.
Setelah tergeser, Arti mendapat rekom dari cabang dinas untuk mendapat keringanan mendaftar ke sekolah swasta. Namun, dia mengaku rekomendasi tersebut belum cukup meringankan beban biaya pendaftaran. Pihak sekolah hanya memberi keringanan dapat mengangsur biaya pendaftaran atau paling besar memberi potongan 10 persen.
Arti juga mengaku, pihaknya telah mencari informasi untuk pagu di sekolah negeri yang masih tersisa. Namun, dari beberapa sekolah yang masih memiliki pagu tidak dapat menerima siswa lagi. Sebab, seluruh proses PPDB SMA/SMK di Surabaya telah ditutup oleh Dindik Jatim.
Munti’ah, wali murid lain yang juga mengalami nasib serupa berharap, pagu yang masih kosong tersebut ada transparansi dari dinas. “Petugas Dindik bilang ada pagu kosong, tapi nggak bisa diisi karena aturan. Kami minta aturannya ngasihnya berubah-ubah pasalnya, dan kami cek nggak ada,”urainya.
Anak Muti’ah merupakan alumnus SMPN 17, nilai UN-nya 265,5 dan sebelumnya mendaftar di SMAN 17 serta SMAN 20. Selanjutnya, dia direkomendasikan cabang dindik untuk mendaftar di SMA 17 Agustus 1945. Dan ternyata biaya masuk sekolahnya dari 4 juta naik hingga 6 juta dan tidak bisa diangsur.
“Kami maunya dapat rekomendasi keringanan dari dindik, tapi katanya rekomendasinya hanya untuk penerimaan. Keringanan dikembalikan ke sekolah. Kami orang kecil ya kesulitan,”urainya. Selain siswa wali murid dari keluarga tidak mampu, Joko Pratomo yang turut hadir dalam dialog tersebut menyayangkan prosea PPDB jalur prestasi yang tidak transparan. Dari 23 siswa dari cabor taekwondo yang dia rekomendasi, hanya 11 yang bisa diterima. Sementara 12 lainnya gagal tanpa alasan yang jelas. Baik karena faktor prestasi, nilai maupun kedekatan rumah dengan sekolah.
Sekretaris Cabor Taekwondo Surabaya itu mencontohkan, di SMAN 16 salah satu anak binaanya gagal tanpa kejelasan pasti. “Padahal ada pendftar lain yang nilai UN-nya lebih rendah, dari luar zona dan prestasinya sama-sama tingkat provinsi bisa masuk,” tutur dia.
Selain itu, lanjut dia, di SMAN 15 pihaknya juga menyayangkan jalur prestasi yang dikuasai oleh siswa dari cabor basket. Di sana, ada sekitar 10 siswa dari cabor basket yang diterima. “Aturannya kan maksimal tiga anak yang bisa diambil dalam olahraga beregu. Lomba-lomba yang tidak berjenjang dan tidak diselenggarakan pemerintah juga banyak yang lolos jalur prestasi,” tambahnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Cabang Dindik Jatim wilayah Surabaya mengaku, seluruh masukan dari wali murid tersebut akan didengar dan direspon. Siswa Surabaya, ditegaskannya harua mendapat fasilitas pendidikan. Baik sekolah negeri atau swasta. “Kami akan berkomunikasi dengan sekolah swasta untuk ikut membantu siswa dari keluarga tidak mampu. Apakah itu keringanan membayar atau bebas sama sekali,” tutur dia.
Terkait hal tersebut, Karyantho meminta agar sekolah swasta memastikan kondisi keluarga siswa tersebut secara riil. Jika memang kondisi riil tidak mampu, pihaknya meminta bantuan kepada sekolah swasta untuk ikut menampung siswa mitra warga tersebut.
Sementara itu, Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMK swasta Surabaya Fauzi menegaskan, pemahaman dari Dindik Jatim terkait siswa mitra warga sudah jelas dipahami oleh sekolah. Namun, pihaknya juga menantikan sikap Wali Kota Surabaya terhadap warganya yang tidak mampu untuk dibantu. Dia mengaku, Dindik Kota Surabaya sebelumnya telah berkomunikasi dengan sekolah swasta untuk mendata biaya pendaftaran. Namun, pendataan tersebut tidak ada tindak lanjut yang pasti.
“Kita kan juga menunggu sikap wali kota. Kalau wali kota saja tidak mau membantu bagaimana dengan sekolah,” tandasnya.
Fauzi mengaku, pihak sekolah swaata tidak pernah keberatan menerima siswa dari keluarga tidak mampu. Namun, apa yang difasikitasi sekolah juga menyesuaikan dengan kemampuan sekolah yang terbatas. Meskipun ada keringanan biaya, sekolah tidak mungkin memberikan biaya nol.
“Sebenarnya biaya yang dibebankan itukan beban yang sudah dihitung sesuai kondisi sekolah maupun kondisi keluarga. Swasta bisa saja membantu, tpi dengan kemampuan yang sangat terbatas,” pungkas dia. [tam]

Tags: