Rektor ITS Klarifikasi Pemecatan Tiga Dosen Terkait HTI

Civitas akademika ITS menggelar aksi merajut kebersamaan ITS untuk NKRI di Taman Alumni ITS, Selasa (15/5).

Pastikan Kegiatan Mahasiswa Terpantau
Surabaya, Bhirawa
Pernyataan Menristek – Dikti Mohamad Nasir terkait pemecatan tiga dosen ITS lantaran diduga terlibat gerakan HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) diklarifikasi Rektor ITS Prof Joni Hermana. Pihaknya memastikan sejauh ini masih melakukan proses penyelidikan untuk membuktikan sejauh mana keterlibatan para dosen tersebut.
Sejauh ini, ketiga dosen tersebut masih berstatus PNS aktif dan tetap mengajar seperti biasa. Hanya saja ketiganya saat ini memang telah dicopot dari jabatan strukturalnya di ITS.
“Hanya kami berhentikan sementara dari jabatan strukturalnya, yang berkaitan juga masih mengajar di ITS,” jelas Joni ditemui sebelum aksi Merajut Kebersamaan ITS untuk NKRI, Selasa (15/5). Seperti diketahui, ITS sebelumnya telah mencopot tiga dosen dari jabatan strukturalnya. Antara lain, Daniel M Rosyid, Andi Rahmadiansah, dan Lukman Noeochim.
Joni mengaku, pihaknya telah berkomunikasi dengan Menristek-Dikti untuk meluruskan hal ini. Sebab, memecat seseorang dari status PNS-nya itu bukan mudah.
“Kita harus memeriksa pelanggaran tersebut. Mengacu pada pelanggaran apa, sedang, ringan atau berat, itu harus detail,” papar guru besar Teknik Lingkungan ini.
Menurut Joni, ITS saat ini juga sudah membentuk tim bina khusus untuk mengaji lebih dalam terhadap dosen dan dekan ITS yang terlibat dengan HTI. Tim Bina Khusus ini terdiri dari wakil rektor, biro hukum, biro SDM, para wakil dekan dan beberapa ahli lainnya. “Mereka akan menyelidiki kasus ini dan akan memberikan arahan kepada saya untuk selanjutnya saya usulkan kepada Pak Menteri,” sambungnya.
Joni juga mengatakan, terkait peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini, ITS tidak mau diklaim sebagai kampus radikal. Namun, pihaknya juga tidak ingin para mahasiswa takut untuk mempelajari agamanya sendiri.
“Sejak peristiwa teror itu banyak pertanyaan masuk ke kami. Baik dari orangtua mahasiswa yang ingin memastikan anaknya di ITS, maupun mitra dari luar negeri yang mahasiswanya sedang mengikuti program belajar di ITS,” tandasnya.
Tim bina khusus ini juga akan memantau pergaulan mahasiswa yang tergabung dalam organisasi mahasiswa. Untuk pembelajaran agama Islam menurut Joni, ada bidang kerohanian islam yang dikelola dosen yang telah ditunjuk.
“Dulu mentoring dilakukan independent kepada mahasiswa. Sekarang sudah melakukan koordinasi dengan pembinaan yng dilakukan oleh dosen dan mahasiswa yang memang sudah kami bisa,”urainya.
Pembatasan pemberi materi dalam setiap kegiatan mahasiswa juga dilakukan dengan membentuk tim peninjau. Tim ini memiliki indikator kelayakan tamu atau pemberi materi dari pihak luar kampus. “Faktanya di ITS ini berasal dari berbagai kalangan muslim. Ada dari NU, Muhammadiyah dan lainnya. Saya inginnya yang minoritas tetap diakomodasi, tidak disingkirkan dan diarahkan dengan baik,” lanjutnya.

Pelaku Teror Bom Hanya Setahun Kuliah di ITS
Selain meluruskan terkait pemecatan tiga dosen yang diduga terlibat gerakan HTI, Rektor ITS juga membeberkan riwayat pelaku terror bom di rusun Wonocolo Kecamatan Taman, Sidoarjo. Joni menuturkan, pelaku terror bom di Taman atas nama Anton Ferdianto memang pernah tercatat sebagai mahasiswa D-III Teknik Elektro ITS pada tahun 1991. Namun, Anton tercatat hanya menjalani kuliah selama satu tahun dan selanjutnya tidak aktif kembali.
“Atas dasar tersebut bisa dikatakan dia bukanlah alumnus ITS. Kami tidak mengetahui status yang bersangkutan selanjutnya,” ujarnya di hadapan awak media.
Kemudian terduga pelaku kedua atas nama Budi Satrijo pernah tercatat sebagai mahasiswa Teknik Kimia program studi S1 tahun 1988 dan lulus pada tahun 1996. Pihaknya menjelaskan, pada masa studinya Budi tidak memperlihatkan tanda-tanda mencurigakan dan normal seperti mahasiswa lainnya. Budi juga aktif dalam kegiatan berwirausaha.
“Sebagai alumnus yang lulus 22 tahun yang lalu, seluruh aktivitas yang bersangkutan tentunya di luar sepengetahuan ITS dan semua merupakan tanggungjawab pribadi masing-masing di depan hukum,” pungkas Prof Joni. [tam]

Tags: