Remaja Diminta Hindari Tatto

cookSurabaya, Bhirawa
Trend saat ini begitu pesat khususnya bagi para remaja, apalagi dengan gaya hidup yang lebih modern, canggih dan instan, namun semua itu tidak disadari dengan pentingnya kesehatan dalam diri sendiri. Proses penatatoan ternyata berpotensi menjadi sarana penularan sejumlah penyakit berbahaya.
Menurut Direktur Unit Transfusi Darah PMI Kota Surabaya, Dr Hj Budi Arifah saat dikonfirmasi Bhirawa di ruang kerjanya, Selasa (20/9) kemarin meyayangkan  perilaku remaja saat ini yang lebih doyan metatto tubuhnya.
“Resikonya sangat besar untuk tertular berbagai penyakit seperti hepatitis C, HIV maupun penyakit lainnya melalui jarum yang digunakan untuk tatto itu sendiri. Sebab jarum tersebut digunankan berulang-ulang dengan orang yang berbeda,” jelasnya.
Budi menambahkan, selain sangat berpengaruh terhadap kesehatan remaja itu sendiri nantinya mereka akan juga sulit untuk mendonorkan darahnya apabila suatu hari nanti keluarga atau teman membutuhkan golongan darah yang dimilikinya.
Untuk itu bagi penggemar tatto hampir tidak ada yang melakukan donor, kalaupun ada harus melalui tes darah lengkap yang agak lama. “Butuh waktu yang lama sekitar dua tahun untuk sering dilakukan tes darah, untuk mengetahui darah yang dimilikinya itu terinfeksi atau tidak sebab darah yang diambil itu nantinya akan diberikan kepada pasien yang membutuhkannya jadi harus benar-benar steril dari penyakit,” terangnya.
Sedangkan saat ini jumlah remaja yang peduli terhadap donor darah hanya sekitar 20% saja. “Kepedulian remaja yang terdiri dari siswa sekolah maupun mahasiswa kepada kemanusiaan yang bersifat donor darah saat ini memang masih sedikit sekitar 20% untuk itu kami akan tetap melakukan sosialisasi ke semua tempat baik sekolah maupun kampus,” ujarnya.
Menurut Wakil Ketua PMI Kota Surabaya, Ir H Tri Siswanto MM, sosialisasi akan terus dilakukan baik disekolah, kampus, komunitas maupun di paguyuban akan terus dilakukan supaya rasa kepedulian sesama untuk para remaja itu akan tumbuh.
“Strategi PMI sendiri supaya remaja ini peduli dengan kemanusiaan sudah jelas diantaranya melakukan kerjasama dengan Dinas Pendidikan, sekolah dan perguruan tinggi untuk mengadakan sosialisasi kepedulian, baik itu berupa PMR, KSR maupun tanggap bencana,” pungkasnya.
Tri menambahkan, bahwa semua ini merupakan kepedulian-kepedulian awal sehingga kedepan ketika mereka menjadi lestari, mereka akan mengajak lingkungan-lingkunganya itu.
“Jadi kita mulai dari dinas Pendidikan, komponen kompor seperti lion Clubs, Rotari, RT/RW maupun Kecamatan, mana yang aktif kita ambil sehingga bisa di replikasikan ke yang lain,” tandasnya. [riq]

Rate this article!
Tags: