Rencana Penetapan Hari Jadi Jombang Bakal Di Kaji Ulang

Daftar nama-nama Bupati Jombang yang ada di sebelah selatan lobi Kantor Sekretaris Daerah (Sekda) Jombang.[Arif Yulianto/ Bhirawa]

(Dinilai ‘Kolonial Centris’) 

Jombang, Bhirawa
Rencana penetapan hari jadi Kabupaten Jombang dengan menggunakan referensi adanya pemerintahan pertama di Kabupaten Jombang, khususnya menggunakan tanggal pelantikan Bupati Jombang pertama dinilai bernuansa ‘Kolonial Centris’. Hal tersebut membuat kalangan legislatif berencana melakukan kajian ulang.
Seperti diberitakan sebelumnya oleh media ini, menurut Arkeolog sekaligus sejarahwan dan dosen Arkeologi Universitas Negeri Malang (UNM), Dwi Cahyono, jika Kabupaten Jombang mengambil referensi hari jadinya dengan patokan pemerintahan Bupati Jombang pertama, hal itu merupakan suatu kemunduran dan bernuansa ‘Kolonial Centris”.
“Malah mundur lagi, kalau hanya seperti itu kan, itu yang jadi ‘kolonial centris’, itu yang berkali-kali sudah ditinggalkan di berbagai daerah,” ujar Dwi Cahyono saat dikonfirmasi Bhirawa via sambungan telepon genggamnya, Rabu sore (04/07).
Sebelumnya, Pemerintah dan DPRD Kabupaten Jombang berencana akan mem-Perda kan hari jadi Kabupaten Jombang dengan mengambil referensi pemerintahan pertama di Kabupaten Jombang. Langkah ini diambil karena pada pembahasan terkait hari jadi Kabupaten Jombang sempat mengalami perdebatan panjang beberapa tahun yang lalu.
Terkait adanya penilaian ‘kolonial centris’ terhadap referensi rencana penetapan hari jadi itu, Ketua Komisi A DPRD Jombang, Cakup Ismono pun angkat bicara. Ia menjelaskan, rencana penetapan berbasis pemerintahan pertama Jombang bakal dikaji ulang.
“Saya pikir kita harus konsultasi dulu dengan teman-teman dewan yang lain. Artinya, hari jadi ini sebenarnya gagasan itu kan sudah lama. Tapi hasil finalnya itu ‘ndak’ pernah ketemu. Saya pikir, dengan hasil penelitian dosen dari Malang itu, saya pikir bisa dijadikan rujukan itu nanti,” kata Cakup lewat sambungan Telepon Seluler (Ponsel) nya saat di konfirmasi, Senin siang (09/07).
Khusus terkait penilaian nuansa ‘kolonial centris’ terhadap rencana pengambilan referensi berbasis pemerintahan pertama Jombang, Cakup menjawab, untuk menghindari hal tersebut, perlu dicarikan referensi yang lain.
“Kalau memang ada persepsi ‘kolonial centris’ seperti itu, ya cari data yang lain sebagai referensi,” ujarnya.
Secara pribadi, ia menganggap tidak perlu ada penilaian ‘kolonial centris’ terhadap suatu referensi. Namun dari sisi kebanggaan sebagai warga Jombang, cakup lebih bangga terhadap referensi era kerajaan-kerajaan yang ada dan sebelum era Hindia Belanda.
“Ya sisi bangganya kepada (era) raja-raja itu. Lebih bangga itu barangkali, tetapi ini pendapat pribadi ‘lho’ ya, artinya, ketika itu nanti betul-betul menjadi gagasan dan akan digulirkan untuk hari jadi, saya pikir untuk ‘rembugan’ masing-masing anggota dewan ini penting,” lanjut Cakup memaparkan.
Ia menambahkan, pelibatan lintas komunitas untuk membedah dan mencari referensi hari jadi Kabupaten Jombang pun sangat penting untuk dilakukan.
Sementara itu, dikonfirmasi terpisah, Penjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Jombang, Ikhsan Gunajati mengatakan, hingga saat ini memang belum dilakukan penetapan hari jadi Kabupaten Jombang dan sementara masih sebatas wacana.
“Kemarin memang ada wacana itu, tapi rujukannya, kalau yang dokumen kan pasti dokumen yang lama. Kalau dokumen yang lama, sudah barang tentu nanti akan dikembalikan ke dewan untuk Perda. Tapi kalau cukup dengan Perbup, ya harus ditata lagi” jelas Ikhsan kepada sejumlah wartawan.
Lebih lanjut katanya, dokumen-dokumen lama sebagai referensi dikatakannya sudah ada. Termasuk di antaranya adalah dokumen hasil penelitian tim Arkeologi Nasional (Arkenas).
“Kemarin ada pemikiran merujuk pada SK Gubernur, ada yang merujuk pemerintahan pertama (Jombang), kalau merujuk itu, mungkin (cukup) dengan Perbup,” imbuh Ikhsan.
Ditanya lebih lanjut soal penilaian ‘kolonial centris’ terhadap referensi pemerintahan pertama Jombang, Ikhsan menandaskan, hal tersebut perlu mendapatkan apresiasi.
“Kajian yang pertama kan sudah melibatkan beberapa komunitas saat itu, kan sarasehan beberapa kali saat itu. Yang saya khawatirkan, begitu arahnya tidak tepat, makanya kita perlu hati-hati,” pungkasnya.(rif)

Tags: