Rencana Tata Ruang Wilayah Jombang Disebut Usang

Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jombang, Selasa siang (10/04). [Arif Yulianto/ Bhirawa]

Jombang, Bhirawa
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang di miliki oleh Kabupaten Jombang, oleh kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jombang di nilai telah usang dan basi. Sehingga RTRW tersebut tidak laku ‘dijual’ di luar.
Hal tersebut di ketahui saat Ketua DPRD Jombang, Joko Triono di wawancarai Bhirawa terkait apakah Raperda Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan (PLP2B) akan di gulirkan tahun ini, Kamis (05/04).
“Ya terserah itu nanti, justru Perda-Perda seperti itu yang kita harus hati-hati. Kenapa, karena memang lahan pertanian juga tidak mudah untuk dipakai lahan-lahan yang untuk pabrik misalnya,” ujar Ketua DPRD Jombang, Joko Triono.
Meski begitu, lanjut Joko, Rencana Tata Ruang dan Rencana Wilayah (RTRW) Kabupaten Jombang saat ini olehnya di anggap sudah tidak layak di pakai.
“Tapi kemudian, saya sampaikan ke teman-teman (dewan) di dalam rapat, evaluasilah yang terkait dengan tata ruang. Karena RTRW kita sudah ‘basi’, sudah tidak ‘laku di jual’ di luar,” tandas Joko.
Hal itu menurutnya, karena tata ruang Kabupaten Jombang yang di tawarkan meliputi Kecamatan Ploso, Pandaan, Kabuh, Kudu, Ngusikan. Sementara menurutnya, infrastruktur penunjangnya belum maksimal.
“Sedangkan jembatan (Ploso baru) belum selesai. Siapa yang mau masuk investasi ke Jombang, nanti saya ingin evaluasi,” tambahnya lagi.
Menurutnya, jika hasil evaluasi tersebut di ketahui Jembatan Ploso baru masih lama pembangunannya, maka di mungkinkan, di sinyalir akan ada wacana zonasi industri baru.
“Ndak tahu, mungkin kita akan tawarkan mungkin ada Kesamben, mungkin ada Tembelang, mungkin Megaluh, mungkin Bandar (Bandar Kedungmulyo) dan Perak, yang dekat dengan akses tol, supaya investasi gampang masuk,” ujar Joko.
Sementara, menurut Direktur Lingkar Indonesia untuk Keadilan (LInK) A’an Anshori saat di konfirmasi lewat ‘What’s App’ Telepon Seluler (Ponsel) nya mengatakan, setiap regulasi jelas perlu di uji sejauh mana keberpihakannya terhadap kesejahteraan publik.
“Selama ini Perda RTRW tidak pernah di diskusikan secara terbuka. Itu sebabnya kehadirannya tidak cukup optimal,” tulis A’an Anshori ‘via’ sambungan ‘What’s App’ Ponsel nya, Selasa (10/04).
Di duga, Perda RTRW Kabupaten Jombang adalah regulasi yang di keluarkan pada tahun 2009. Meski di nilai basi, namun di sinyalir hingga saat ini belum ada regulasi pengganti Perda tersebut. A’an Anshori pun berpendapat perlu ada evaluasi atas konten dan implementasi Perda 2009 tersebut.
“Misalnya, dalam lima tahun terakhir ini kawasan pertanian cukup banyak berubah menjadi perumahan dan pabrik-pabrik. Apakah itu juga sesuai Perda?, juga pendirian supermarket di kawasan segitiga Gus Dur-Wahid Hasyim-A. Yani,” tandasnya.
Lebih lanjut, di tanya lebih detail apa implikasi dari RTRW yang di nilai ‘basi’ itu terhadap kebijakan makro maupun zonasi sektoral pembangunan di Jombang selama ini, A’an Anshori menambahkan, yang paling terasa adalah bergesernya posisi Jombang dari wilayah agraris menuju industri.
“Alih fungsi lahan terjadi di mana-mana. Pembangunan toko swalayan yang serampangan tanpa izin yang jelas juga menjadi predator bagi pedagang-pedagang kecil,” tambahnya lagi.
Khusus untuk sektor pertanian, di Kabupaten Jombang apakah memang masih perlu di adakan regulasi untuk melindungi sektor pertanian, semacam Perda Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B), A’an Anshori menjawab hal tersebut sebenarnya tidak perlu jika sudah ada regulasi yang mengaturnya dan benar-benar di tegakkan.
“Sebenarnya ‘ndak’ perlu, jika RTRW telah memuat proteksi lahan dan di tegakkan secara serius,” pungkasnya.(rif)

Tags: