Reorientasi Kebijakan Anggaran Daerah

Umar-Sholahudin (1)Oleh:; Umar Sholahudin
Dosen Sosiologi Univ. Muhammadiyah Surabaya, Mahasiswa S-3 FISIP Unair Surabaya

Agenda pembangunan Jawa Timur ke depan masih dihadapkan pada kondisi eksternal yang kurang menggembirakan, dimana saat ini, kondisi ekonomi dunia dan regional sedang kurang bersahabat dan mengalami pelambatan. Kondisi tersebut tentu saja berdampak pada kondisi ekonomi nasional. Pemerintah pusat beberapa kali melakukan koreksi terhadap beberapa asumsi makro ekonomi pada APBN-P, diantaranya; Pertumbuhan ekonomi 5,7%; Inflasi 5%; Tingkat Bunga SPN 3 bulan 6,2%; Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Rp 12.500/US$; Harga Minyak Indonesia (ICP) US$ 60/barel; Lifting minyak 825 ribu barel per hari;dan; Lifting gas 1.221 ribu barel per hari setara minyak.
Namun demikian, asumsi dan hitungan pemerintah pusat tersebut berada dalam kondisi “nyaman”. Beberapa lembaga ekonomi dan para pengamat ekonomi, menyatakan beberapa asumsi tersebut kurang realistis dan over optimis, dan sebaliknya mereka memprediksi, misalnya inflasi 2015 sebesar 6,1%-7%, Kurs rupiah 13.500/US$, pertumbuan ekonomi 5,6%. Kondisi ini tak lepas dari kinerja triwulan I 2015, perekonomian  nasional  tumbuh  4,71  persen  (y-on-y), atau  melambat dibanding  periode  yang  sama  pada  tahun  2014  sebesar 5,14%,  dengan  inflasi  berada  pada  level  7,32%  (y-on-y).
Karena itu, secara umum, melihat kondisi ekonomi global dan regional, Pertumbuhan ekonomi nasional diprediksi mengalami pelambatan bahkan ada sebagian yang mengatakan resesi. Hal ini salah satu disebabkan karena kondisi nilai tukar rupiah yang sampai saat ini penuh dengan ketidakpastian, dan bahkan berkecenderungan semakin hari semakin melemah. Saat ini nilai tukar rupiah atas US$ sudah mencapai angka psikologis Rp 14.050/US$. Tahun 2015 pemerintah pusat menurunkan target pertumbuhan dari 6,1%dan kemudian dikoreksi pada Perubahan APBN menjadi 5,7%.
Gejala yang sama juga terjadi di Jawa Timur. Yakni, sampai triwulan I tahun 2015, ekonomi Jawa Timur tumbuh 5,18% (y-o-y), pada hal untuk triwulan yang sama pada tahun 2014, perekonomian Jawa Timur tumbuh 5,86% (y-o-y). Jelas bahwa pelemahan perekonomian nasional diikuti oleh pelemahan perekonomian Jawa Timur. Artinya, meskipun pertumbuhan ekonomi JawaTimur masih di atas pertumbuhan ekonomi nasional, pelemahan pertumbuhan ekonomi nasional jelas akan diikuti oleh melemahnya pertumbuhan ekonomi Jawa Timur.
Kondisi ekonomi nasional ini tentu saja akan berdampak cukup serius terhadap perekonomian daerah, termasuk Propinsi Jawa Timur. Pertumbuhan ekonomi Jatim pun diprediksi akan mengalami pelambatan. Kondisi ini tentu saja harus menjadi tantangan dan sekaligus peluang serius bagi propinsi Jawa Timur dalam menyelesaikan agenda akhir pembangunan RPJMD 2014-2019 dengan target-target yang telah ditetapkan, dan menjalankan agenda pembangunan tahun pertama bagi gubernur dan wakil gubernur (2014-2019).
Reorientasi Kebijakan Anggaran Daerah
Di tengah kondisi ekonomi nasional yang kurang menguntungkan tersebut, dalam konteks pembangunan daerah, sangat diperlukan strategi kebijakan politik dan ekonomi yang tepat dan antisipatif, sehingga dampak kesuraman ekonomi nasional tersebut tidak terlalu berdampak serius terhadap perekonomian daerah. Salah satu proritas kebijakan pembangunan ke depan adalah bagaimana terus menerus dan secara konsisten memberdayaan UMKM yang memiliki daya tahan (imunitas) ekonomi yang luar biasa di tengah krisis. Dan yang lebih penting dan strategis adalah bagaimana mengelola keuangan daerah, yakni dengan melakukan restrukturisasi pada P-APBD 2015 yang lebih optimal ini agar memiliki stimulus fiskal yang kuat dan produktif guna mendukung stabilisasi pertumbuhan ekonomi daerah yang lebih stabil, inklusif, dan memperkuat fundamental ekonomi daerah sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Agar tanda-tanda melemahnya perekonomian tersebut tidak memiliki dampak negatip yang luas terhadap perekonomian Jawa Timur sampai akhir 2015, terutama dampaknya terhadap penurunan kesejahteraan masyarakat, maka arah perubahan APBD Jawa Timur 2015 harus mengantisipasi kecenderungan tersebut. Sektor-sektor yang menjadi tumpuhan hidup masyarakat kelas bawah perlu dilindungi agar bisa dipertahankan dan tidak mengalami kemerosotan yang tajam. Sektor primer seperti pertanian dalam arti luas dan usaha perdagangan dan jasa mulai dari skala mikro sampai menengah perlu mendapat perhatian yang lebih besar karena sektor ini selalu menjadi penolong kelas bawah dalam menjamin tingkat kesejahteraannya. Oleh karena itu, dana-dana pemerintah untuk sektor-sektor tersebut perlu ditingkatkan dengan mengoreksi dana-dana untuk kegiatan yang kurang memiliki dampak terhadap kesejahteraan masyarakat bawah.
Dalam menghadapai situasi perekonomian yang tidak pasti dan sekaligus adanya ancaman pelemahan perekonomian dunia dan nasional, maka strategi kebijakan anggaran yang tepat adalah kebijakan anggaran yang aktif. Di mana perwujudan dari kebijakan yang aktif adalah kebijakan yang defisit. Alasannya dalah sebagai berikut. Ketika perekonomian sedang menghagai ancaman pelemahan, yang berarti kegiatan dunia usaha dan kegiatan ekonomi sektor swasta menurun intensitasnya, maka pemerintah harus mengganti peran swasta sebagai penggerak utama perekonomian agar tidak tambah melemah melalui peningkatan belanjanya. Dalam hal ini pemerintah harus berperan aktif, yaitu tidak hanya dengan menjaga agar permintaan agregat dalam perekonomian tetap stabil melalui peningkatan belanjanya, tetapi juga harus kreatif dalam mencari terobosan kebijakan dalam rangka untuk lebih menggairahkan kegiatan dunia usaha swasta. Dengan demikian, pelemahan permintaan yang bersumber dari dunia usaha akan diimbangi oleh naiknya permintaan dari sektor pemerintah sehingga perekonomian tetap dinamis.
Dalam kontek ini, kebijakan anggaran yang diambil oleh gubernur sudah tepat, yaitu dengan meningkatkan sisi belanjanya. Seperti dilaporkan, total belanja pada APBD Tahun Anggaran 2015 sebesar Rp 23.720.919.803.000lebih, namun pada Rancangan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 angkanya dinaikan menjadi sebesar Rp 24.060.565.727.725lebih.Namun sayangnya, kenaikan belanja yang bersifat global tersebut masih belum dijelaskan secara meyakinkan bahwa alokasinya akan diprioritaskan untuk menjamin kesejahteraan masyarakat kalangan bawah. Yang tampak adalah kenaikan itu dialokasikan menurut SKPD yang ada di pemerintahan Prop Jawa Timur.
Sementara itu, dari sisi permintaan, kebijakan anggarannya adalah diturunkan. Yakni, yang semula sebesar Rp 22.863.537.765.500berubah menjadi sebesar Rp 21.945.680.679.671, atau berkurang sebesar Rp 917.857.085.829rupiah. Alasannya yang diutarakan adalah, dalam ekonomi yang sedang resesi, aktivitas ekonomi swasta menurun sehingga penerimaan negara/daerah juga menurun. Alasan ini sacara teoritis memang demikian. Namun, untuk kasus Jawa Timur saat ini, hal itu bisa dihindarkan. Dengan memperhatikan relatif tetap dinamisnya perekonomian Jawa Timur dibanding nasional, maka sisi penerimaan pada APBD Perubahan bisa dipertahankan, terutama yang bersumber dari PAD untuk pos pajak kendaraan bermotor. Tentu saja ini harus disertai dengan usaha intensifikasi yang lebih serius, termasuk pajak terhutang yang belum tertagih yang sampai saat ini jumlah masih cukup besar.

                                                                                                         —————- *** —————

Rate this article!
Tags: