Reshuffle Kabinet, Jangan Dikte Presiden !

Syaprin ZahidiOleh :
M. Syaprin Zahidi, M.A.
Dosen Pada Prodi Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang dan Peneliti di Maycomm

Isu reshuffle kabinet jilid II dalam beberapa hari ini semakin menguat. Hal ini sebagaimana di jabarkan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla bahwa wacana reshuffle tersebut masih dalam tahap pembicaraan sebagaimana yang dia ungkapkan di kantor wakil presiden pada senin 28/12/15. Sekilas kalau kita mencermati isu ini menjadi suatu hal yang biasa karena memang sudah menjadi hak prerogatif dari Presiden yang tidak bisa diganggu gugat. Dalam sejarah republik ini juga reshuffle menjadi suatu hal yang lumrah dan bisa kita katakan peristiwa reshuffle pertama kali terjadi di era pemerintahan Soekarno ketika menteri keamanan rakyat yang dijabat Supriyadi diganti oleh Sulyadi Kusumo. Menteri lainya yang diganti adalah Dr Samsi yang waktu itu menjabat menteri keuangan diganti oleh Mr AA Maramis yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri negara.
Hak prerogatif Presiden untuk melakukan reshuffle juga telah diatur dalam UU No 39 Tahun 2008 tentang Kewenangan Presiden untuk mengangkat dan memberhentikan para Menterinya. Jadi bisa kita katakan tidak ada suatu yang istimewa pada isu reshuffle ini. Namun, publik sontak tersentak ketika secara tiba-tiba Partai Amanat Nasional (PAN) melalui Ketua DPP PAN Aziz Subekti mengeluarkan pernyataan bahwa PAN mendapat jatah dua kursi pada reshuffle jilid II ini dan dengan percaya diri Aziz Subekti menyampaikan bahwa kader partainya Taufik Kurniawan akan diangkat sebagai Menteri Perhubungan menggantikan Ignasius Johan seta Asman Abnur yang akan menggantikan Siti Nurbaya sebagai Menteri lingkungan hidup dan kehutanan.
Manuver PAN ini menurut penulis sangat tidak etis dan terkesan mendikte Presiden agar mengganti beberapa Menterinya dengan kader Partai dari PAN. Hal ini tentunya membuat penilaian masyarakat kepada PAN akan memburuk dan menganggap PAN tak tulus bergabung sebagai partai pendukung pemerintah sebagaimana yang digembar-gemborkan sebelumnya. Hal ini sebagaimana adagium dalam politik yang menyebutkan “there is no free lunch” atau tidak ada makan siang gratis sangat cocok untuk menggambarkan tabiat dari PAN yang ternyata bergabung ke Pemerintah namun harus dengan kompensasi kadernya diberikan posisi di pemerintahan. Banyak pengamat akhirnya menyebut PAN “kemaruk” jabatan karena semasa berada di koalisi merah putih mereka mendapatkan jatah ketua MPR.
Sejalan dengan langkah dari PAN tersebut Pansus Angket Pelindo II DPR dengan cepat memberikan rekomendasi kepada Presiden untuk memberhentikan Menteri BUMN Rini M Soemarno dengan tudingan Menteri Rini telah membiarkan terjadinya tindakan melawan hukum di PT Pelindo II. Tindakan Pansus tersebut menurut penulis juga sangat tidak beretika karena dengan “sekonyong-konyongnya” mereka memberikan rekomendasi untuk memecat Menteri Rini M Soemarno. Penulis yakin dan kita semuanya tentu tahu baik PAN ataupun PANSUS Angket Pelindo II sangat melek undang-undang dan merekapun paham bahwa secara konsitusi dalam sistem pemerintahan Presidensial maka Presidenlah yang memiliki wewenang untuk melakukan reshuffle tetapi sepertinya mereka (PAN dan PANSUS) “pura-pura” tidak tahu dan akhirnya mereka tidak risih untuk meminta reshuffle kabinet kepada Presiden.
Belajar pada kondisi tersebut diatas menurut penulis memang lebih baik bagi Presiden untuk tidak mendengarkan atau bahkan tidak menggubris rekomendasi PANSUS ataupun klaim sepihak dari PAN yang tidak berdasar tersebut. Penulis yakin Presiden Jokowi sudah memiliki gambaran sendiri mengenai perlu atau tidaknya reshuffle kabinet itu dilakukan. Menurut hemat penulis Presiden sudah memilki indikator sendiri yang biasa kita kenal sebagai nawa cita itu. Jadi siapapun Menterinya yang tidak memenuhi atau malah mendapat rapor merah menurut Presiden Jokowi maka menteri tersebut bisa di reshuffle tapi sekali lagi tanpa desakan atau dikte dari pihak ketiga.
Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj yang menegaskan bahwa reshuffle merupakan hak penuh seorang Presiden dalam suatu sistem presidensial sehingga tidak pantas untuk diintervensi. Presiden menurutnya harus keluar dari intervensi atau tekanan siapapun sebab reshuffle merupakan hak penuh seorang presiden. Said Aqil Siradj juga berpendapat bahwa reshuffle harud didasarkan pada efektivitas kerja dari kabinet dan demi kepentingan masyarakat. Reshuffle seyogyanya dilakukan untuk mempercepat capaian kinerja dari pemerintah dan tentunya meringankan kerja dari seorang presiden (Media Indonesia, 2015).
Dikesempatan yang lain salah satu Menteri Koordinator Jokowi yaitu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli juga memiliki harapan agar Presiden tidak terpengaruh oleh kepentingan politik dalam wacana reshuffle kabinet ini. Kuncinya menurut Rizal Ramli adalah Presiden harus memilih sendiri dan jangan orang lain yang memilih sebab menurutnya selama ini mereka sudah diberikan kesempatan untuk memilih dan hasilnya juga tidak memuaskan.
Jadi dalam hal ini dapat penulis katakan bahwa reshuffle itu menjadi suatu hal yang niscaya dapat dilakukan oleh Presiden namun tentunya dengan berbagai macam pertimbangan yang rasional dan tidak didasarkan pada “bisikan-bisikan” politik yang tentunya memiliki kepentingan-kepentingan tersendiri dan terpisah dari kepentingan negara secara keseluruhan. Menurut penulis memang saat ini independensi Presiden Jokowi di uji untuk menentukan orang-orang yang memiliki kapasitas yang mumpuni (the right man on the right place) untuk menempati posisi-posisi yang nantinya harus diisi jika terjadi reshuffle atau mungkin malah Pak Jokowi meyimpulkan untuk tidak melakukan reshuffle karena menilai kinerja para menterinya sudah cukup bagus.
Harapan penulis jikapun nanti pada akhirnya terjadi reshuffle mudah-mudahan itu memang dilakukan atas dasar pertimbangan yang rasional dan juga tentunya tepat dari seorang Presiden. Semoga jika terjadi reshuffle di kabinet kerja pak Jokowi ini maka itu semuanya didasarkan pada cita-cita untuk mensejahterakan masyarakat.

                                                                                                         ————- * * * ————–

Tags: