Reshuffle Usai Pilkada

foto ilustrasi

Wacana pergantian Menteri (reshuffle) ketiga, sudah ramai diperbincangkan.  Presiden Jokowi perlu memperkuat kinerja kabinet setelah separuh (30 bulan) masa pemerintahan. Beberapa tokoh dengan reputasi internasional dipasang sebagai anggota kabinet. Itu menandakan Kabinet Kerja memerlukan banyak “teman” pada level nasional. Agar program pemerintah memperoleh partisipasi lebih luas. Saat ini, problem paling serius rezim Jokowi adalah perekatan sosial yang meluntur.
Melunturnya persatuan nasional, harus diakui, merupakan dampak pilkada (pemilihan gubernur) Jakarta. Banyak tokoh nasional (formal maupun kultural) saling berbenturan kepentingan. Peta per-politik-an nasional yang tergambar melalui personel Kabinet Kerja, tidak sama dengan bangunan parpol pendukung pada pilkada Jakarta. Sejak putaran pertama, parpol yang tergabung dalam Kabinet Kerja, memiliki paslon yang berbeda dengan rezim.
Beruntung pada putaran kedua, beberapa parpol kembali mendukung paslon yang diusung mayoritas Kabinet Kerja. Namun hasilnya tidak maksimal. Terbukti, paslon yang (terasa) didukung pemerintah, kalah telak. Bahkan tidak mungkin diurus melalui MK (Mahkamah Konstitusi), karena selisih suara sangat besar (lebih dari satu juta pemilih). Kekalahan telak sebesar 15%, patut memperoleh evaluasi seksama.
Konon pilkada Jakarta, disebut-sebut sebagai miniatur pileg (pemilu legislatif). Sekaligus pilpres! Seperti telah terjadi pada pilkada Jakarta yang lalu (tahun 2012). Diawali kemenangan paslon Jokowi – Basuki (Ahok), pada pilkada. Lalu berlanjut merosotnya perolehan parpol rezim pada pileg 2014. Serta berujung pada kemenangan pasangan Jokowi – JK (Jusuf Kalla) pada pilpres 2014.
Anjloknya dukungan terhadap parpol pendukung pemerintah, diyakini sebagai respons nasional terhadap rezim. Manakala menang pada pilkada Jakarta, menandakan respect (dukungan) nasional tetap kuat. Sebaliknya, manakala kalah (telak pula), menandakan “pen-cibir-an” terhadap rezim. Hal itu logis, karena incumbent merupakan “peninggalan” popularitas presiden. Juga terasa seolah-olah didukung pemerintah.
Respons (partisipasi rakyat) nasional, akan menjadi potret kredibilitas pemerintah. Manakala pemerintah gagal memenuhi harapan rakyat, maka dukungan akan menyusut. Terutama dalam hal harga bahan pangan, serta kesejahteraan petani (mayoritas penduduk). Selama ini, kenaikan (liar) harga pangan lebih sering ditutup melalui impor. Padahal seharusnya dilakukan perbaikan sistem pertanian tanaman pangan, bervisi meningkatkan kesejahteraan petani.
Karena itu pada reshuffle (ketiga) diperlukan tokoh-tokoh ber-reputasi bidang pertanian, dan dikenal memiliki umat sebanyak-banyaknya. Pada reshuffle pertama, telah dihadirkan tokoh-tokoh, “stok lama” berkaliber. Diantaranya, Darmin Nasution  dipercaya menjadi Menko Perekonomian. Darmin, bukan orang baru dalam urusan uang. Problem nasional saat itu, adalah merosotnya nilai rupiah.
Reshuffle (kedua) masih mengakomodir “kepentingan” global. Beberapa tokoh dengan reputasi internasional dipasang sebagai anggota kabinet. Itu menandakan Kabinet Kerja memerlukan banyak “teman” pada level internasional. Persiden Jokowi sudah kerap mengikuti berbagai even internasional bidang ekonomi, dan politik. Juga gerakan bersama penanggulangan terorisme dan lingkungan hidup.
Pada reshuffle kedua, memasukkan Sri Mulyani, Rizal Ramli, dan Archandra, menjadi anggota Kabinet Kerja. Ketiganya dari kalangan profesional non-parpol. Namun beberapa kader parpol juga masuk, sebagai respons pemerintah menghargai dukungan parpol. Tambahan dukungan politik, memang patut diapresiasi secara memadai.
Seperti kata pepatah, “no lunch free” (tidak ada makan siang gratis) dalam altar politik. Seluruh personel Kabinet Kerja, tidak dapat hanya melenggang sekadar mengikuti kinerja protokol kementerian. Melainkan harus punya visi dan kerja keras, sesuai program Nawacita presiden Jokowi. Boleh jadi, lama kerja seorang menteri, hanya beberapa bulan. Itu sudah dibuktikan oleh presiden.
Kabinet Kerja, harus menguntungkan, pada progres pemerintahan. Sehingga meningkatkan popularitas (dan elektabilitas) presiden. Reshuffle ketiga, diharapkan bisa menjadi obat meningkatkan kembali partisipasi masyarakat.

                                                                                                           ———   000   ———

Rate this article!
Reshuffle Usai Pilkada,5 / 5 ( 1votes )
Tags: