Resiko Penyakit Jamaah Haji

orzyOleh :
Oryz Setiawan
Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat (Public Health) Unair Surabaya

Musim haji tahun 2015 telah tiba, sebanyak sekitar 168 ribu jamaah haji Indonesia sebagian besar sudah menginjak kaki di tanah suci. Diantara sekian persyaratan yang harus dipahami bagi jamaah haji terdapat aspek yang tak boleh dipandang remeh. Salah satunya adalah aspek kesehatan. Aspek kesehatan merupakan salah satu syarat yang wajib diperhatikan dalam menjalankan prosesi ibadah haji sehingga kondisi tersebut menjadi istito’ah (terpenuhinya persyaratan) ibadah haji, bukan hanya bermodalkan kemampuan finansial semata. Kesanggupan dalam perspektif kesehatan dapat diartikan sebagai wujud kesiapan kondisi kesehatan seseorang bukan dalam pengertian fit atau unfit (bisa atau tidak bisa) sebagaimana prasyarat bebas penyakit pada umumnya. Beberapa resiko yang memungkinkan terjadinya penularan penyakit ketika intensitas kontak dengan jutaan jamaah di seluruh dunia meningkat dengan berbagai potensi penularan penyakit diderita di negara asal.
Dengan kata lain, meningkatnya jumlah calon jemaah haji  yang beresiko tinggi, beragamnya latar belakang pendidikan, etnis dan sosial budaya, kondisi fisik yang kurang baik serta kondisi lingkungan di Arab Saudi yang berbeda secara bermakna dengan kondisi di tanah air seperti perbedaan musim (panas, dingin), kelembaban udara yang rendah dan perbedaan lingkungan sosial budaya. Dalam perspektif epidemiologis yang paling menonjol adalah resiko penularan terbesar adalah melalui perantara udara (airborn disease) seperti meningitis dan MERS-NCoV sehingga antisipasi kesehatan seperti pemeriksaan kesehatan meliputi medical check up dan pemberian vaksinasi dilakukan agar para CJH terhindar dari penularan penyakit selama menjalankan haji sebab kondisi lingkungan setempat yang panas, resiko penyakit menular dari jamaah negara lain dengan berbagai jenis suku, ras serta kemungkinan terjadi kecelakaan atau trauma fisik. Salah satu vaksinasi adalah vaksinasi meningitis untuk melindungi dari penyakit meningitis (radang pada selaput dan cairang yang melindungi otak dan tulang belakang akibat adanya infeksi) sebab wilayah sub-Sahara Afrika seperti Etiopia, Kenya dan Sudan termasuk wilayah endemis penyakit meningitis yang dikenal sebagai “wilayah sabuk meningitis”.
Selain itu terdapat potensi ancaman penularan penyakit yang terbaru adalah virus MERS-NcoV (Middle East Respiratory Syndroma – Novel Corona Virus) atau dikenal dengan Flu Arab. Virus ini menyerang sistem pernapasan di pneumonia berupa batuk-batuk, kejang dan demam serta dapat pula menyerang organ ginjal. MERS-NcoV (Flu Arab) merupakan spesies baru bentuk virulensi dari virus Corona SARS sebelumnya, sebab gejala yang ditimbulkan oleh NCoV ini mirip dengan penyakit SARS (Severe Acute Respiratory Syndroma) yang mewabah di tahun awal tahun 2002 lalu. Virus Corona baru atau MERS-CoV pertama kali muncul di Arab Saudi sejak akhir tahun 2013. MERS-CoV adalah salah satu bentuk re-emerging diasease yakni penyakit ini ditimbulkan oleh virus tergolong baru yang didugaan merupakan hasil mutasi antar virus sehingga membentuk virus baru yang lebih daya resistensi tinggi pada obat-obatan. Kondisi tersebut tentu dibutuhkan perhatian ekstra bagi jamaah umroh maupun pada waktu musim haji nanti. Hal tersebut harusnya menjadi peringatan dini bagi jamaah haji Indonesia yang notabene merupakan salah satu jamaah terbesar di seluruh dunia.
Namun demikian ancaman virus baru tersebut tidak mengurangi kewaspadaan terhadap penyakit lain yang acapkali menyerang jamaah haji seperti meningitis (radang selaput otak), influenza, jantung, ISPA maupun gangguan organ lain sehingga selain kesiapan fisik juga diperlukan tindakan antisipatif berupa general check up (pemeriksaan kesehatan) secara umum maupun pemeriksaan tambahan dan khusus seperti pemberian suntikan vaksinasi. Resiko bertambah mengingat ritual haji adalah momentum berkumpulnya secara massal penduduk di seluruh penjuru dunia yang berkumpul di satu tempat. Secara umum ada tiga hal pokok yang harus dipersiapkan dalam melakukan ritual ibadah tahunan tersebut antara lain, kesiapan fisik meliputi faktor kecukupan biaya, sarana dan aspek kesehatan calon jamaah. Bekal keilmuan dan pengetahuan perihal rangkaian keseluruhan peribadatan dan persiapan mental dari kemungkinan terburuk. Identifikasi kesiapan mental calon jamaah relatif sulit diintervensi sebab menyangkut tingkat kapabilitas personal, latar belakang dan pengaruh bentukan lingkungan asal jamaah. Dengan tingkat populasi jamaah yang tinggi dengan tren angka kematian yang meningkat dengan multifaktor penyebab antara lain kondisi fisik, penyakit bawaan dan usia jamaah, faktor lingkungan seperti cuaca, suhu, kelembaban, faktor makanan dan lain-lain yang perlu diwaspadai para jamaah haji. Semangat dan kekhusyukan beribadah acapkali membuat orang lupa untuk menjaga kesehatan sehingga dapat berpengaruh terhadap perjalanan ibadah itu sendiri.
Manajemen Kesehatan Haji
Secara strategi kebijakan manajemen kesehatan haji diperlukan langkah-langkah sebagai berikut antara lain : pertama, meningkatkan sistem dan manajemen penyelenggaraan kesehatan haji secara terpadu, menyeluruh baik lintas program maupun lintas sektor dengan pendekatan epidemiologi. Kedua, meningkatkan mutu pelayanan kesehatan haji dengan mengoptimalkan kemampuan di institusi layanan kesehatan. Ketiga, mengembangkan dan meningkatkan pembinaan kesehatan calon jamaah haji dengan pendekatan manajemen risiko, profesional, terintegrasi lintas program, lintas sektor dan peran masyarakat. Keempat, mengembangkan dan memperkuat jejaring surveilans dengan fokus penyakit potensial wabah terutama Meningitis meningokokus dan MERS NCoV, penyakit menular baru (new emerging diseases) dan penyakit menular yang berjangkit kembali (re-emerging diseases),  sistem kewaspadaan dini dan respon  Kejadian Luar Biasa (KLB), bencana serta musibah masal. Kelima, mengembangkan dan meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia dalam penyelenggaraan kesehatan haji dibidang pemeriksaan dan pembinaan, pengendalian melalui surveilans, kesehatan lingkungan, penanggulangan KLB dan musibah masal, sistem informasi kesehatan haji.
Keenam, menyediakan dan meningkatkan perangkat keras dan perangkat lunak sistem informasi manajemen kesehatan haji pada setiap jenjang administrasi kesehatan. Ketujuh, upaya penanggulangan wabah atau KLB antara lain dengan meningkatkan  upaya pencegahan dan penanggulangan KLB penyakit menular, tidak menular, keracunan, kepada para calon/ jemaah haji agar mereka terlindungi dan terhindar dari bahaya tersebut serta mencegah dan memutuskan rantai penularan/transmisi penyakit menular  yang terbawa oleh jamaah haji dari Indonesia ke luar negeri dan sebaliknya sehingga terwujudnya kesiapsiagaan petugas haji dalam mengantisipasi dan menanggulangi KLB penyakit menular, tidak menular, keracunan makanan. Selain itu juga memperhatikan faktor-faktor kesehatan lingkungan dan hieginitas personal, antara lain dengan mengendalikan faktor risiko lingkungan untuk mewujudkan kondisi lingkungan yang sehat, nyaman dan calon jemaah haji terbebas dari penularan penyakit, kegiatan penyuluhan kesehatan lingkungan dan kesehatan perorangan.

                                                                                                            ————- *** ————-

Rate this article!
Tags: