Restorasi Lahan Pangan

Restorasi Lahan PanganPangan telah menjadi masalah nasional utama, selama seperempat abad terakhir. Sejak akhir dekade 1980-an, rezim pemerintah mulai terhenyak dengan fakta: harus impor beras (dan bahan pangan lain), untuk mencukupi ketersediaan pangan. Sampai singkong pun harus impor! Akibatnya, impor produksi pertanian selama 10 tahun (hingga 2014) meningkat 400%, dengan anggaran senilai Rp150 Triliun.
Pemerintah terhenyak lagi, karena lahan pertanian makin menyusut, ber-alih fungsi. Maka piilihan untuk meningkatkan produksi pertanian sampai sekarang,  adalah menggunakan paradigma kimia (memberi pupuk). Serta paradigma biologi, merekayasa bibit dan benih untuk mempercepat pertumbuhan tanaman pangan. Memperingati hari pangan, perlu menggagas restorasi lahan pangan dengan paradigma fisika.
Ketahanan pangan yang rapuh, ironis dengan Indonesia yang berada di garis katulistiwa, beriklim hujan tropis. Hampir seluruh tanaman pangan bisa tumbuh subur. Karena tanah bisa menerima sinar matahari sepanjang hari selama enam bulan. Sejak lama pula Nusantara dikenal memiliki tanaman pangan beragam, gemah ripah loh-jinawi. Pulau Jawa, dahulu disebut Jawa dwipa, yang berarti pulau padi.
Tetapi kecukupan beras dan tanaman pangan lain, tinggal kenangan. Hanya mangga, dan durian yang masih bisa diekspor. Sedangkan kedelai, sebagai bahan kuliner “wajib” Indonesia (tahu dan tempe), sudah sangat bergantung pada impor. Begitu pula susu sapi, harganya meng-alur sesuai dengan nilai dolar Amerika, karena 65% bergantung pada impor. Bahkan buah apel dan jeruk lokal sudah langka di pasar tradisional.
Menurunnya produk pertanian, terus berpacu bersama menyusutnya lahan. Petani enteng saja menjual ladangnya, karena hasil bertani tidak mencukupi. Saat ini NTP (Nilai Tukar Petani) secara rata-rata nasional hanya mencapai 112%, dengan patokan harga-harga tahun 2007 (nilai 100%). Padahal inflasi selama 8 tahun (sejak 2007), andai dianggap per-tahun 6%, secara akumulatif mencapai 48%.  Maka NTP yang menjamin impas usaha kepertanian seharusnya mencapai 148%. Artinya, petani selalu tekor.
Maka, manakala terdapat tawaran harga tanah cukup tinggi, akan selalu disambut baik oleh petani untuk menjual sawahnya. Meng-antisipasi penyusutan lahan, pemerintah (bersama DPR) berupaya menerbitkan UU 41 tahun 2009 tentang Lahan Pertanian Berkelanjutan. Bahkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga menyasar upaya ketahanan pangan di daerah.  Audit APBD mulai tahun 2012, disertakan pula LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) Kinerja Pencapaian Swasembada Beras Berkelanjutan.
Namun alih-fungsi lahan pertanian tak terbendung. Tergerus proyek infrastruktur pemerintah (jalan tol), serta pembangunan pabrik dan kebutuhan perumahan. Seiring otonomi daerah, ke-swasembada-an pangan semakin tidak jelas. Pemerintah pusat membuka keran impor beras dalam jumlah besar (berdasar Inpres Nomor 5 tahun 2015). Namun beberapa daerah malah ekspor beras berkualitas! Faktanya, beberapa daerah memang surplus beras, sekaligus tergiur harga jual yang lebih tinggi.
Meretas jalan swasembada pangan, mestilah bertumpu pada lahan. Diperlukan restorasi (pemulihan) tanah secara revolusioner. Jika lahannya baik (dan sehat), niscaya hasil panen akan melimpah. Tetapi saat ini tingkat ke-gembur-an (kesuburan) tanah, hanya sedalam 15 sentimeter, tidak ada yang lebih. Hal itu disebabkan penumpukan pupuk yang tidak bisa diurai.
Pemerintah mestilah menggagas paradigma ilmu fisika. Bukankah pancaran matahari memiliki efek nuklir yang ramah? Dengan siraman air, sinar alpha, beta dan gama, dapat menambah ke-gembur-an tanah, menerjang bekas endapan pupuk. Sehingga akar tanaman dapat menembus tanah lebih dalam, mengokohkan batang, dan mensuplai nutrisi lebih banyak pada bakal buah.
Paradigma fisika telah berhasil di-ujicoba di berbagai daerah. Terbukti meningkatkan hasil panen tapi belum direspons pemerintah. Serta masih harus “berlindung” dari kartel pupuk dan obat-obatan!

                                                                                                                ———- 000 ———-

Rate this article!
Restorasi Lahan Pangan,5 / 5 ( 2votes )
Tags: