Retribusi Parkir Kota Batu Butuh Perhatian Serius

Pemkot Batu harus melakukan kajian ulang untuk menaikkan PAD dari retribusi parkir.

Pemkot Batu harus melakukan kajian ulang untuk menaikkan PAD dari retribusi parkir.

Kota Batu, Bhirawa
Pemerintah Kota Batu tak perneh berhasil memenuhi target retribusi parkir untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini harus mendapatkan perhatian lebih dari pihak terkait, menyusul hilangnya PAD dari retribusi terminal pasca diambilalihnya pengelolaan Terminal Batu oleh Pemerintah Provinsi Jatim beberapa waktu lalu.
Diketahui, potensi retribusi parkir di Kota Batu cukup menjanjikan seiring tingginya kunjungan wisatawan. Namun, dalam kurun enam tahun terakhir sejak tahun 2011 retribusi parkir tak pernah mencapai target. “Perlu kajian ulang, baik jumlah titik parkir dan potensi di masing-masing titik. Selama ini belum pernah ada kajiannya,” kata Kepala Seksi Parkir Dishub, Bambang Priambodo, Minggu (8/1).
Pada tahun 2011, retribusi parkir ditarget Rp 550 juta. Namun saat itu hanya tercapai Rp 405.812.000 atau 73.7 persen. Sedangkan tahun 2015, dari target Rp 669 juta, tercapai Rp 349.763.000 atau 52.28 persen. Sementara, 2016 yang ditarget dinaikkan menjadi Rp 996 juta. Namun yang tercapai hanya Rp 365.140.000 atau turun menjadi 36.6 persen.
Meskipun tak pernah mencapai target, Pemkot terus menaikkan target retribusi parkir dari tahun ke tahun. Data Dinas Perhubungan, saat ini ada 114 titik parkir dengan Juru Parkir (Jukir) 235 orang, tersebar di sejumlah jalan di Kota Batu. Titik paling potensial di sekitar Alun-alun Batu.
Sesuai Peraturan Daerah Kota Batu Nomor 10 Tahun 2010 tentang Retribusi Pelayanan Parkir di tepi jalan umum, tarif parkir untuk kendaraan bermotor roda 2 dan roda 3 Rp 1.000 sekali parkir.
Sedangkan taksi, mobil pribadi dan pick up dikenakan Rp 2.000. Sementara itu, bus mini, truck, mobil barang Rp 5.000, dan bus Rp 10.000 sekali parkir.
Di tempat insidentil, kendaraan bermotor roda 2 dan roda 3 Rp 2.000 sekali parkir. Untuk taksi, mobil pribadi dan pick up dikenakan Rp 3.000. Sementara itu, bus mini, truck, mobil barang Rp 10.000, dan bus Rp 15.000 sekali parkir.
Namun, lanjut Bambang, praktik di lapangan tidak sesuai peraturan. Ia menyontohkan, tarif setiap sepeda motor di Alun-alun sebesar Rp 2.000. Hal tersebut jelas-jelas melanggar Perda, yakni Rp 1.000 untuk roda 2.
“Alasan Jukir menarik Rp 2.000, yakni Rp1.000 biaya parkir, Rp 1.000 lain untuk penitipan helm. Kami sudah menegur berulang kali, tapi tetap tak diindahkan,” ungkapnya.
Pihaknya mengimbau masyarakat supaya membiasakan meminta karcis resmi. Karcis kuning untuk sepeda motor dan karcis warna hijau khusus mobil. Apabila diberikan tanda bukti lain, ia menyarankan supaya ditolak.Kondisi tersebut masih ditemukan di lapangan.
Salah satu Jukir di Alun-alun, Octa, mengaku, sudah menaati aturan yang ada. Pihaknya memiliki tanggungan setoran sebesar Rp 80 ribu tiap hari atau dalam satu minggu sebesar Rp 560 ribu.
Ditanya soal karcis dari Dishub, Octa berdalih karcis resmi itu sudah diberikan. Namun, saat karcis habis, sebagai gantinya menggunakan tanda bukti buatan sendiri. Octa enggan menyebut berapa kendaraan yang terparkir dan penghasilan setiap harinya.
“Kami biasanya tarik Rp 2.000 untuk roda 2. Pemilik kendaraan sudah paham dan jarang ada komplain. Kebijakan ini sudah disepakati bersama antara Jukir dan pemerintah,” ujar Octa. [nas]

Tags: