Revisi Keekonomian Telur

Tiada musibah wabah ayam mati, juga tiada bencana alam yang menenggelamkan ayam petelur. Tetapi tiba-tiba harga telur unggas naik sampai 25%, menjadi Rp 32 ribu per-kilogram. Konon telur ayam sedang “naik daun” diborong untuk bantuan sosial (Bansos) di berbagai daerah. Namun peternak unggas berdalih kenaikan pakan mendorong harga baru ke-ekonomi-an telur. Sebagai kelompok Sembako, telur ayam menjadi bahan pangan paling favorit setelah beras. Sehingga wajib dikendalikan.

Sebenarnya harga telur biasa ber-fluktuasi, antara Rp 24 ribu hingga Rp 28 ribu per-kilogram. Bahkan harga telur ayam pernah jeblok di bawah Rp 20 ribu pada pertengahan tahun 2021. Bersamaan dengan harga pakan (terutama jagung) melambung, Rp 6.000,- per-kilogram. Menyebabkan peternak kelimpungan. Suasana peternakan ayam petelur di Blitar, Jawa Timur (sentra telur ayam nasional) dalam bahaya keberlanjutan.

Sehingga seorang peternak (Suroto) membentang poster kecil, minta sokongan Jokowi, saat presiden berkunjung ke Blitar (7 September 2021). Suroto diamankan Polisi. Tetapi segera dikeluarkan lagi. Sepekan kemudian, Suroto bersama beberapa peternak diundang presiden ke istana. Khusus membahas peternakan ayam. Presiden menjanjikan solusi manjur, harga jagung Rp 4.500,- per-kilogram, sesuai keinginan peternak. Segera dikirim ke Blitar sebanyak 30 ribu ton.

Daerah lain, termasuk Kawasan Sumatera dikirim sebanyak 60 ribu ton. Serta khusus kepada Suroto, dikirim sebanyak 20 ton jagung. Tetapi hanya diambil 5 ton (sisanya dibagikan kepada sesama peternak). Pakan ayam terdiri dari konsentrat, jagung, dan dedak. Biaya pakan meliputi 70% total ongkos produksi ternak ayam. Untuk mengolah pakan ayam petelur, komposisi pakan terdiri dari konsentrat 35%, jagung 50%, dan dedak padi sebanyak 15%.

Konsentrat standar memiliki kandungan nutrisi protein kasar minimal 32%, kadar air maksimal 12%. Juga harus mengandung serat kasar maksimal 12%, abu maksimal 7%, lemak min 6%, energi minimal 2.800 kcal per-kg, kalsium minimal 3,6-4,7%, dan fosfor minimal 1-1,7%. Harga konsentrat saat ini melejit sampai Rp 990 ribu per-kuintal, naik 32% dalam waktu sebulan. Begitu pula harga jagung sedang merangkak naik, akibat perang Rusia-Ukraina.

Harga jagung global mencapai US$ 335 per-ton (sekitar Rp 5.000,- per-kilogram). Sedangkan harga jagung dalam negeri, diperkirakan bertahan, karena surplus. Tetapi sebenarnya tidak semua tanaman jagung dipanen hingga usia normal. Melainkan terdapat tren dipanen lebih awal (usia 45 hari, sebagai tebon), dengan harga setara jagung usia panen normal (90 hari).

Tren ke-kini-an, jagung, kedelai, dan gandum, bukan hanya bahan pangan (food). Melainkan juga feed (bahan pakan ternak), dan fuel (bahan bakar). Sehingga perburuannya makin sengit. Menyebabkan kenaikan terjadi sangat cepat. Niscaya berimbas pada harga telur ayam, dan daging ayam. Permendag Nomor 7 tahun 2020, di dalamnya terdapat HET telur ayam, sebesar Rp 24 ribu per-kilogram (pada tingkat konsumen), dan sebesar Rp 21 ribu di tingkat peternak.

Permendag tentang Acuan Pembelian di tingkat Petani, dan Harga Acuan Penjualan di tingkat Konsumen, ditetapkan sejak 10 Pebruari 2020. Pada pasal 6, dinyatakan, “Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen … berlaku untuk jangka waktu 4 (empat) bulan terhitung sejak Peraturan Menteri ini berlaku.” Seharusnya harga telur sudah direvisi 6 kali.

Pemerintah memikul tanggungjawab mengelola stabilitas pasokan dan harga pangan. Tercantum dalam UU Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Secara tekstual di-amanat-kan, “mengelola stabilitas pasokan dan harga Pangan Pokok.”

——— 000 ———

Rate this article!
Revisi Keekonomian Telur,5 / 5 ( 1votes )
Tags: