Revisi Upah Buruh

karikatur ilustrasi

Gaji pertama buruh dengan standar Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2018, barusaja dibayarkan.Kalangan buruh menyambut gaji pertama dengan demo. Karena belum seluruh perusahaan bisa menunaikan upah sesuai kebijakan perekonomian daerah. Sebagian gaduh, tetapi tidak kurang pula buruh yang mentolerir dengan memilih bersabar, asal masih bisa bekerja. Kini permasalahan bertambah dengan tuntutan pencabutan PP Nomor 78 tahun 2015.
Kelayakan upah (UMK, dan upah minimum sektoral, UMSK) merupakanmandatory (kewajiban) undang-udang. Bahkan di-amanat-kan UUD pasal 28D ayat (2). Tetapi Peraturan Pemerintah (PP) sebagai terjemahan undang-undang, dianggap tidak sesuai dengan semangat konstitusi. PP dituding sebagai biang rezim upah murah.Realitanya pada kawasan ASEAN, upah buruh nasional, tergolong rendah. Masih dibawah rata-rata upah buruh di Singapura, Malaysia, Filipina, dan Thailand.
Aksi buruh konon, akan terus berlanjut sampai peringatan May-day (hari buruh se-dunia, 1 Mei 2018). Tuntutannya, presiden mencabut PP 78 tahun 2015, yang di dalamnya berisi tatacara penentuan UMK dan UMSK.Muaranya, di-ingin-kan upah buruh yang lebih ber-keadilan. Kenyataan selama ini pengusaha dianggap menikmati porsi keuntungan usaha yang lebih besar. Sehingga mirip perburuh zaman pertengahan, mirip perbudakan.
Berdasarkan undang-undang (UU) Ketanagakerjaan, pola perburuhan nasional wajib berasas kemitraan. Mustahil usaha (industri maupun perdagangan) bisa terselenggara tanpa buruh. Sehingga buruh, biasa digolongkan sebagai “aset” perusahaan. Buktinya, pada saat IPO (pendaftaran memasuki bursa saham), jumlah pekerja mempengaruhi”martabat” perusahaan. Semakin banyak jumlah buruh, perusahaan akan dianggap lebih bonafide. Harga saham makin terdongkrak.
Bahkan jumlah besar buruh suatu perusahaan, bisa menjadi meningkatkan posisi tawar perusahaan terhadap pemerintah. Perusahaan dianggap berjasa kepada negara dan pemerintah, dianggap membantu mengurangi pengangguran. Dus, perusahaan bisa memperoleh beberapa fasilitas. Termasuk kemudahan ekspor, impor, dan insentif (pemotongan) pajak. Juga kemudahan (perizinan) memperluas cakupan investasi pada sektor lain.
Kenyataan pula, setiap perusahaan besar yang melibatkan pekerja lebih dari dua ribu orang, selalu bisa menambah unit pabrik. Juga merambah (diversifikasi) sektor usaha lain. Pada saat yang sama, nyaris tiada buruh yang mampu membeli rumahdari hasil upah yang ditabung. Bahkan rumahtangga buruh rentan terhadap perceraian.Data pada Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung,daerah “kantung” perceraian berada pada kawasan ber-UMK rendah.
Sesungguhnya upah ber-keadilan (hubungan kerja berdasar asas ke-mitra-an) merupakan amanat konstitusi. UUD 1945 pasal 28D ayat (2), menyatakan:”Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yangadil dan layak dalam hubungan kerja.”Selama ini terasa belum layak dan belum adil. Karena hanya pihak perusahaan yang dapat menambah aset (dan perluasan usaha). Sedangkan KHL (Kebutuhan Hidup Layak) dalam upah dipagu dengan standar rendah.
Memang tidak mudah menghitung UMK dan UMSK. Selain ditakar dengan KHL, juga sangat dipengaruhi iklim perekonomian nasional dan global. Juga biaya produksi, serta biaya “tak terduga”yang dikelola manajemen perusahaan. Biaya “tak terduga”berkait dengan kebiasaan pengusaha menyuap aparat. Pungutan liar maupun suap, nilainya mencapai 19% sampai 24%. Sedangkan upah buruh hanya sekitar 9% hingga 12% ongkos produksi.
Pada era transparansi, berbagai pungutan liar telah di-minimalisir. Maka buruh (seharusnya) bisa memperoleh upah lebih besar. Sehingga sistem pagu upah yang tercantum dalam PP 78 tahun 2015, bisa diperbaiki. Refisi pagu upah buruh akan menjadi pertanda terwujudnyaclean government telah terwujud. Upah buruh yang lebih adil secara ke-ekonomi-an, menjadi bukti pengusaha tidak diperas dan tidak menyuap aparat.

——— 000 ———

Rate this article!
Revisi Upah Buruh,5 / 5 ( 1votes )
Tags: