Revisi UU KPK dimunculkan lagi, untuk apa?

Lagi-lagi publik dihebohkan oleh perpolitikan tanah air. Kali ini berita yang cukup mencengangkan datang dari adanya kesepakatan antara DPR dan Pemerintah untuk merevisi Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Merujuk berita Sindonews.com, (5/9), ada 4 poin yang disepakati untuk direvisi; penyadapan, dewan pengawas, kewenangan SP3 (Surat Perintah penghentian penyidikan) dan tentang pegawai KPK.
Rencana revisi tersebut sejatiya sudah pernah tergulirkan. Terakhir digulirkan pada 2017, karena banyak penolakan dari masyarakat akhirnya rencana itupun berhasil dibatalkan. Namun, kini, DPR kembali memulai lagi mewacanakan pembahasan RUU KPK lewat Badan Legislasi (Baleg). Tanpa diketahui kapan pembahasannya, Baleg tiba-tiba berencana membawa RUU KPK untuk disahkan menjadi pembahasan RUU usul DPR lewat rapat paripurna.
Secara logika akal sehat, merevisi sebuah regulasi adalah upaya memperkuat atau memperbaiki regulasi sebelumnya. Namun, berbeda dengan rencana revisi UU KPK yang disiapkan DPR. Secara substansi, rancangan revisi UU KPK yang diusulkan DPR selama ini kalau kita cermati justru lebih condong bermaksud melemahkan institusi KPK. Jadi, besar kemungkinan jika upaya revisi UU KPK ini terus dilanjut bakal menyulut terjadinya pro kontra di masyarakat. Bahkan, bisa memanas ditengah potret korupsi di negeri ini yang masih terbilang tinggi.
Melalui catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), periodisasi pemerintahan 2014-2019 ada 254 anggota DPR dan DPRD Provinsi serta Kabupaten/Kota saat ini menjadi tersangka kasus korupsi, 22 anggota DPR RI, dan 2 pimpinan DPR. Sungguh suatu potret yang mengundang keprihatinan publik. Betapa akutnya penyakit korupsi di negeri ini. Melihat kenyataan yang demikian, wajar jika akhirnya kita publik mempertanyakan mengapa revisi UU KPK dimunculkan lagi, disaat KPK menyelesaikan kasus korupsi di tanah air yang tak kunjung habis. Jujur harus kita akui bersama bahwa negara ini masih membutuhkan KPK yang kuat agar korupsi bisa dikurangi dan rakyat menjadi lebih sejahtera.

Ani Sri Rahayu
Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah Malang

Tags: