Revitalisasi Peran dan Fungsi Guru

Oleh:
Muhammad Rajab
Director of Ma’had & Islamic Studies Tazkia International Islamic Boarding School Malang
Akhir-akhir ini permasalahan guru kembali menjadi sorotan masyarakat. Hal ini dikarenakan beberapa kasus terjadi yang melibatkan guru. Salah satunya adalah peristiwa program susur sungai pramuka yang menyisakan duka. Peristiwa ini menimbulkan pro kontra di tengah-tengah masyarakat. Terlepas dari itu semua, kita mengakui bahwa guru memegang peran penting dalam proses pendidikan. Keberhasilan seseorang tidak akan pernah lepas dari peran dan jasa guru. Guru adalah pelita yang menjadi penerang di tengah gelapnya akhlak dan moral bangsa.
Untuk meningkatkan dan menguatkan posisi guru sebagai ujung tombak pembangunan maka dibutuhkan penguatan dan revitalisasi peran dan fungsi guru. Penguatan tersebut tentu harus dimulai dengan memberikan penyadaran kepada para guru tentang hakikat, peran dan fungsinya. Dengan memahami peran dan fungsinya kembali diharapkan dapat menguatkan kesadaran guru untuk mengambil langkah secara kongkrit dalam menjalankan tugas mulianya sebagai seorang guru.
Hal pertama yang perlu dilakukan adalah menelaah kembali makna dan akar kata dari guru itu sendiri. Dalam konsep pendidikan Islam “guru” dikenal dengan istilah mu’allim, yang diambil dari akar kata ‘alima-ya’lamu yang berarti mengetahui. Kemudian ditambah satu huruf menjadi ‘allama’-yu’allimu yang berarti menjadikan orang lain tahu. Maka mu’allim artinya adalah orang yang menjadikan orang lain mengetahui tentang suatu ilmu. Dalam hal ini maka guru adalah orang yang berperan penting dalam proses belajar seseorang untuk mengetahui sesuatu. Pertama, mengetahui tentang ilmu. Ilmu sebagai senjata dan kekuatan seseorang dalam menjalani kehidupan ini. Orang yang tidak tahu jalan dengan ilmu menjadi tahu, orang yang tidak bisa cara melakukan sesuatu dengan ilmu menjadi bisa. Kedua, mengetahui tentang nilai. Guru adalah inspirator kebaikan. Maka seyogyanya ia mampu melakukan transfer nilai (transfer of value). Nilai mencakup semua bentuk perilaku kebaikan yang bisa menjadikan seseorang menjadi manusia yang paripurna (insan kamil).
Selain sebagai seorang mu’allim guru juga adalah murabbi. Kata murabbi berasal dari Rabaa yarbuu yang artinya tumbuh dan bertambah, atau Rabiya yarba yang bermakna bertumbuh dan berkembang. Rabba yarubbu artinya memperbaiki, menguasai, memimpin, menjaga dan memelihara. Dari sini bisa dipahami bahwa seorang guru adalah orang yang mampu menjaga dan memelihara, mengembangkan potensi berdasarkan bakat anak, dan mengerahkan segenap usaha dalam mengembangkan potensi tersebut secara bertahap sehingga mencapai kesempurnaan.
Guru juga adalah seorang muaddib. Istilah ini bentuk lain dari kata addaba-yuaddibu-ta’diban yang berasal dari kata adab, yang artinya akhlaq, perbuatan dan prilaku. Ta’dib adalah proses pembinaan akhlak dan prilaku. Ciri utamanya adalah berorientasi pada akhlak, perilaku, kepirbadian dan sikap. Maka guru adalah orang yang akan menyiapkan anak didik untuk memiliki adab dan akhlak yang mulia.
Dari penjelasan makna filosofis melalui akar kata di atas dapat disimpulkan bahwa peran dan fungsi seorang guru setidaknya ada lima hal yaitu teaching, training, practicing, coaching, dan mentoring. Lebih dari itu, guru dituntut untuk menjadi contoh (uswah) dan inspirasi kebaikan bagi para santri. Sebab ini adalah ruh yang akan menggerakkan jiwa dan perilaku anak didiknya. Ada sebuah pepatah Arab memangatakan, al-thariqah ahammu minal madah, wal mudarrisu ahammu minat thoriqah, wa ruhul mudarris ahammu minal mudarris nafsuhu. Artinya metode itu lebih penting dari pada materi pembelajaran, guru itu lebih penting dari metode tersebut, dan ruh seorang guru jauh lebih penting daripada guru itu sendiri.
Tantangan terberat guru saat ini adalah mengajarkan anak didik supaya menjadi manusia yang beradab serta memiliki integritas yang tinggi. Untuk membentuk anak yang beradab guru dihadapkan para problematika dan kondisi sosial yang sangat kompleks (complex problem). Sebab permasalahan yang paling membuat guru harus bekerja lebih keras lagi adalah hilangnya adab. Maka tidak salah jika Dr. Adian Husaini megatakan bahwa permasalahan mendasar pendidikan kita saat ini adalah hilangnya adab guru dan murid (crisis of adab). Misalnya beberapa kali kita dengar di media massa dan cetak kalau ada murid yang melawan guru atau sebaliknya ada seorang guru yang melakukan tindakan asusila terhadap muridnya sendiri. Oleh karena itu, guru sekarang dituntut bukan hanya untuk mengajar atau sekadar transfer of knowledge. Karena jika hanya ini yang dilakukan maka ia akan tertinggal dan kalah canggih dengan mbah google. Akan tetapi lebih dari itu guru dituntut untuk mampu melakukan transfer of value (mengajarkan nilai), transfer of adab (mengajarkan adab).
Dengan demikian, adab perlu dimulai dari guru itu sendiri terlebih dahulu. Guru perlu memberikan teladan yang baik dalam bersikap (uswah hasanah). Sebagai contoh, dalam kitab Abab al-Alim wa al-Muta’allim KH. Hasyim Asy’ari menjelaskan sejumlah adab yang harus dijalani oleh guru. Misalnya, guru harus selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub), rendah hati (tawaddhu’), khusyu’ dalam beribadah, menta’ati hukum Allah, menggunakan ilmunya dengan benar, zuhud, selalu mensucikan jiwanya, menegakkan sunnah Rasul dan lain sebagainya.
Di sisi lain, pemerintah atau penyelenggara pendidikan swasta mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakan program pengembangan guru secara kongkrit untuk merevitalisasi peran dan fungsi guru. Hal ini bisa dilakukan dengan menyelenggarakan program secara menyeluruh. Selama ini pelatihan dan pembinaan guru lebih banyak pada penguatan kemampuan pedagogik saja, tapi minim pada aspek penguatan komitmen dan integritas sebagai seorang guru. Mestinya semua aspek di atas perlu diberikan secara seimbang sehingga guru bukan hanya cerdas atau skillful dalam mengajar tapi juga mempunyai kebanggaan dan keikhlasan dalam menyiapkan generasi yang akan membangun ummat, bangsa dan negara di masa yang akan datang.
——— *** ———–

Rate this article!
Tags: