Revolusi Bisnis Prostitusi 4.0

Oleh :
Umar Sholahudin
Dosen Sosiologi FISIP Univ. Wijaya Kusuma Surabaya, Mahasiswa S3 FISIP Unair

Pemkot Surabaya berhasil menutup tempat Lokalisasai Dolly, tapi belum berhasil atau sulit untuk memberangus praktik prostitusi di Surabaya. Sejarah dan usia protitusi, konon setua peradaban manusia. Artinya, daya tahan hidupnya sudah sangat teruji. Karena itu, ketika ruang prostitusi konvensional (offline) terus dipersempit, prostitusi online malah tumbuh subur. Pasca penutupan lokasasi Dolly Surabaya, ternyata tidak membuat para pelaku bisnis “lendir” ini kehilangan akal. Mereka berevolusi dengan menggunakan sarana teknologi informasi. Para pebisnis mengendalikan bisnisnya kapan saja dan dimana saja – baik dengan maker maupun mandiri-, dengan memanfaatkan kecanggihan TI atau yang sekarang kita kenal di Surabaya dengan e-Dolly..
Cerita bisnis “syahwat” di Surabaya tak pernah surut. Terbaru, Polda Jatim mengungkap kasus prostitusi daring yang melibatkan artis dan model. Dalam pengembangan penyidikan, ada 45 artis dan 100 model yang masuk dalam daftar pelacur dengan tarif yang cukup tinggi sekitar 25-100 juta (Jawa Pos, 8/1/2019). Kasus ini semakin heboh karena melibatkan artis papan atas. Kasus prostitusi daring di Surabaya ini bukanlah yang pertama, tapi ini bagian dari deretan panjang praktik prostitusi online yang semakin menjamur pasca ditutupnya Dolly dan semakin berkembangnya IT.
Sebelumnya, pada akhir tahun September 2012, Unit Kejahatan uumum Satreskrim Polrestabes Surabaya, berhasil menangkap ratu germo prostitusi online, Keyko, Lanny, dan Nonik, beserta barang bukti berupa 1.600 lembar foto koleksi PSK muda yang siap diboking on call. Koleksi PSK Keyko seluruh Indonesia sebanyak 1.600 yang terdiri dari berlatar belakang profesi, diantaranya model, karyawan swasta, mahasiswi, dan SPG. Ribuan koleksi PSK itu tersebar di setiap propinsi di Indonesia diantaranya Surabaya, Semarang, Jakarta, dan Bali. Mereka berusia 19 hingga 22 tahun. Tarif dari wanita penghibur ini juga bervariasi, antara Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta dengan omsetnya mencapai ratusan juta/bulan.
Keyko dkk, sangat lihai dan memiliki jam terbang cukup tinggi di dunia malam dan prostitusi online di Surabaya. Dia juga cukup piawai dalam merekrut dan menjual cewek-wecek muda kepada laki-laki hidung belang. Dari jasanya sebagai germo, cewek ABG yang sekaligus berprofesi sebagai “pemuas syahwat” ini, mendapatkan bagian sekitar 20%-30% dari “anak buahnya”. Praktek prostitusi online Keyko ini yang melibatkan remaja muda sudah berlangsung 2 tahun, dan sudah cukup banyak remaja-remaja yang masuk perangkap Keyko.
Pasca pemberantasan jaringannya Keyko, para pihak, termasuk kepolisian sendiri cukup yakin praktik prostitusi online bisa lenyap. Namun, kenyataannya bukannya lenyap, akan tetapi semakin tumbuh subur. Buktinya, pihak Polrestabes Surabaya kembali menangkap jaringan prostitusi online. Kali ini yang ditangkap adalah jaringannya Dewi Sundari. Sama seperti Keyko, DS memiliki beberapa anak buah yang rata masih remaja/gadis dengan profesi sebagai model dan dikenalikan lewat BBM (Jawa Pos, 9/9/2014). Bagaikan pepatah; diberangus satu tumbuh seribu. Dan praktik prostitusi online maupun offline bagaikan fenomena gunung es yang sulit dilenyapkan.
Jika dulu, para penjaja seks eks dolly dan generasai baru mobilitasnya sangat tinggi untuk menghindari razia aparat, namun sekarang, mereka tinggal duduk manis di rumah, sekolah, atau tempat manapun. Regenerasinya tumbuh subur dengan usia PSK yang muda-muda atau remaja. Mereka tinggal tunggu call dari germonya atau secara mandiri memainkan touchscreen gadgets-nya berhubungan langsung dengan pelanggannya. Bisnis prostitusi online ini, relatif lebih aman dan nyaman dibanding yang konvensional. Keuntungan yang didapat dari sistem e-Dolly selain aman dan nyaman, dari segi ekonomi, lebih menjanjikan; tarifnya sekali kencan minimal 500.000-1 juta net, kencan di hotel dengan fasilitas yang ditanggung konsumennya. Menurut salah satu germo e-Dolly; pendapatan yang diperoleh PSK online ini sehari bisa mencapai 5-10 juta, germonya mendapat komisi 2-3 juta.
Dolly memang sudah ditutup, akan tetapi bisnis syahwat ini tetap berlanjut dengan mekanisme survival yang lebih canggih. Giuran rupiah yang sangat menjanjikan plus tingkat keamanan dan kenyaman bisnis, menjadikan para pelaku bisnis lendir ini ramai-ramai beralih ke sistem online. Inilah salah satu bentuk revolusi industri 4.0 bisnis prostitusi di kota-kota besar di Indonesia, termasuk di Surabaya. Tidak semakin surut, justru semakin berkembang super canggih.
Budaya Hedonisme dan Materialistik
Setidaknya ada 3 kriteria yang mereka gunakan sebagai ukuran dalam memilih pasangan kencan, antara lain ; wajah, penampilan, status, dan usia. Sebanyak 68% dari penjaja seks remaja ini melihat penampilan sebagai kriteria utama dalam memilih pasangan kencan. Bagi mereka ukuran penampilan bisa dilihat dari jenis mobil, memakai merek hand phone yang dipakai, pakaian yang dipakai dan merek jam tangan yang dipakai. Para penjaja seks remaja ini menduga bahwa orang seperti ini memiliki uang banyak..
Hasil investigasi dan riset penulis (2000) tidak jauh berbeda dalam kaitannya dengan pemilihan pasangan kencan para penjaja seks remaja ini. Kebanyakan dari mereka lebih banyak mengincar para advuntir seks yang berduit. Dan dari hasil tersebut juga menyebutkan sebagian besar dari hasil jerih payahnya, gunakan untuk memenuhi kebutuhan dan kesenangan fisik (makan mewah, beli pakaian, sepatu yang bermerk, dan alat-alat kecantikan).
Pandangan materialistik dan gaya hidup yang cukup kuat di kalangan penjaja seks remaja ini tak dapat dilepaskan dari kondisi sosio-kultural masyarakat metroplis/urban, suatu masyarakat yang berada dalam proses modernisasi dan industrialisasi. Di mana dalam masyarakat yang semacam ini, budaya meterialistik dan gaya hidup tumbuh subur. Uang dan gaya hidup merupakan dua komponen yang hidup dan berkembang bagaikan sekeping mata uang.
Para penjaja seks remaja ini tidak hanya berorientasi pada uang semata akan tetapi lebih dari itu bercampur aduk dengan budaya hedonisme (kesenangan) permisif (serba boleh). Uang dan kesenangan seakan-akan menjadi satu dalam kehidupan mereka. Uang bagi mereka tidak hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup ekonominya semata, akan tetapi lebih dari itu, di konsumsi untuk mempercantik diri secara fisik. Ini yang kemudian menjadi gaya hidup mereka dalam kehidupannya sehari-hari.
———– *** ————

Rate this article!
Tags: