Revolusi Citra Legislator

karikatur dewanHari ini, DPR (serta DPRD) telah berusia 71 tahun. Sudah berjasa mengiringi perjalanan kenegaraan, sejak awal. Berbagai masa dilalui, lembaga legislatif mengalami “jatuh bangun.” Pada awal berlakunya UUD 1945 sampai selama 54 tahun, legislatif menjadi simbol kedaulatan rakyat. Sebagai lembaga bi-kameral (DPR otomatis sebagai MPR) menjadi lembaga tertinggi negara. Tugasnya memilih dan melantik presiden.
Kelompok DPR merupakan pilar terbesar MPR, meliputi 80% anggota majelis. Pada masa politik sebagai pilar utama, DPR tampil bagai “singa.” Teriak aum-nya wajib di dengar. Pada masa politik di-belakang-kan, periode orde baru, DPR bagai “macan ompong.” Masa kini dengan demokrasi yang nyaris liberal, DPR di-identifikasi bagai macan kertas.
Sudah banyak kritisi, bahwa DPR secara individual umumnya kurang kompeten. Hal itu disebabkan sistem pemilu legislatif menganut asas proporsional terbuka. Keterpilihan menjadi wakil rakyat bukan berdasar nomor urut, melainkan perolehan suara. Siapapun bisa menjadi anggota DPR (dan DPRD) asalkan memperoleh suara terbanyak. Sebenarnya cukup ideal secara ke-demokrasi-an. Yakni manakala parpol (partai politik peserta pemilu) memiliki sistem rekrutmen calon legislatif yang baik.
Namun sistem rekrutmen yang baik pun, tidak dapat membendung penyusupan “personel busuk” masuk ke kancah parlemen. Suara terbanyak, diupayakan melalui berbagai cara, terutama dengan politik uang (money politics). Sehingga calon legislatif yang mengeluarkan modal lebih besar, memiliki harapan lebih besar terpilih menjadi anggota DPR (dan DPRD). Ongkos politik menjadi anggota DPR (dan DPRD), sangat besar. Yang pernah merasakan menjadi anggota DPR, pengeluarannya lebih besar dibanding calon baru. Karena itu setiap anggota DPR berupaya “balik modal.”
Terbukti, personel yang dikenal sebagai orang baik, juga bisa terjerumus dalam lingkaran situasi yang busuk. Banyak aktifis rakyat, dikenal cerdas dan jujur, bisa berubah menjadi beringas secara sosial. Beringas pula dalam mengeruk kekayaan, beburu rente (commitment fee). Kekuasaan dan aksesi kekayaan, menjadi misi utama. Sebagian berakhir di Pengadilan Tipikor. Sudah ratusan anggota DPR (dan DPRD) dipenjara. Tetapi yang lain tidak jera, antre.
Selain itu, kesukaan perlakuan protokoler dan pergaulan “elitis” (dengan menteri dan pejabat eselon I), sungguh me-mabuk-kan. Seluruh hak protokoler anggota dewan bisa menjadi “tambang” uang. Terutama kunker (kunjungan kerja). Jika dicermati, hampir 80% kunker tidak bermanfaat. Lebih lagi kunker luar negeri, tak lebih dari plesiran yang dibiayai negara. Andai ditelisik, kunker luar negeri merupakan bagian dari gratifikasi pihak pemerintah (dan pemda) kepada anggota dewan.
Berdasar amanat konstitusi (UUD pasal 20A), DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Namun amanat UUD dapat menjadi alat tawar untuk memperkaya diri. Beberapa anggota dewan, bersuara lantang hanya sekadar peran antagonis. Ke-vokal-an sering tidak didukung data, cupet  pengetahuan. Sehingga usul, saran, dan kritik anggota dewan, mudah  “diselesaikan”  oleh eksekutif.
Dalam bahasa pujangga Ronggo Warsito, dinyatakan dalam sindiran “Akeh ndandhang diunekake kuntul.”  Banyak komentar tetapi tidak penting. Memang sudah jarang yang “asbun” (asal bunyi). Andai mengerti dan cukup pengetahuan, akan semakin banyak yang bisa disuarakan oleh anggota dewan. Sehingga fungsi dewan yang dijamin oleh UUD pasal 20A ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) akan berjalan sesuai arah konstitusi.
Karena itu pimpinan DPR-RI menggagas “sekolah dewan,” untuk meningkatkan kompetensi. Tetapi sebenarnya, yang dibutuhkan bukan sekadar peningkatan kompetensi sesuai pembidangan komisi-komisi di parlemen. Yang lebih dibutuhkan adalah mengungkit  karakter dan pembinaan mental. Mengembalikan fungsi parlemen seperti 71 tahun lalu, ber-visi negarawan. Demi negara, bukan merongrong negara.

                                                                                             ———   000   ———

Rate this article!
Revolusi Citra Legislator,5 / 5 ( 1votes )
Tags: