Revolusi Mental Melalui Gerakan Welas Asih

SusantoOleh:
Susanto
Guru SMA Negeri 3 Bojonegoro,

Telah kita ketahui bersama gerakan atau program Welas Asih telah dideklarasikan saat puncak Hari Jadi Bojonegoro ke-337 di Alun-alun Bojonegoro 19 Oktober 2014 yang lalu. Hadir dalam acara itu Haidar Bagir pionir gerakan Welas Asih dunia. Kegiatan itu mengelorakan semangat hidup untuk saling memahami diri dan orang lain dalam sebuah kehidupan yang harmonis.
Pertanyaanya sekarang adalah apa substansi hidup dengan welas asih itu? Masih relevankah welas asih dalam kehiduap modern saat ini? Dan adakah hubungannya dengan Bojonegoro saat ini? Apa yang harus dilakukan oleh rakyat Bojonegoro?
Beberapa Fenomena
Di lubuk hati yang paling dalam semua manusia menginginkan hidup damai sejahtera, aman, tenteram, guyup dan saling mengasihi (welas asih). Namun apa yang terjadi? Kalau kita mau jujur meski pembangunan terus dilaksanakan tetapi keadaannya masih sangat memperihatinkan. Indonesia saat ini terus-menerus ditimpa musibah dan bencana. Hal ini disebabkan kondisi lingkungan yang sudah terlanjur tercemar dan kerusakan terjadi di mana-mana serta ulah manusia yang sulit dikendalikan dan tidak terkendali yang semakin memperparah keadaan.
Manusia sudah tidak lagi saling percaya, banyaknya kesenjangan, ketidakadilan perlakuan manusia terhadap lingkungan alam yang semena-mena tanpa dibarengi pelestarian atau tidak adanya keseimbangan, meski pada kenyataan pembangunan selalu dilakukan di berbagai bidang, adanya penemuan teknologi canggih, penerapan teknologi modern, tapi dampak yang ditimbulknya juga luar biasa.
Masih ingat lagunya Ebiet G. Ade? “Mungkinkah Alam Mulai Bosan Bersahabat dengan Kita”.  Nah, kalau kita renungkan bukan alam yang bosan bersahabat dengan kita tapi kita yang tidak mau bersahabat dengan alam, sehigga alam hanya memberi balasan atas apa yang kita perbuat dengan adanya bencana dimana-mana. Kira-kira kejadian ini sampai kapan? Dan berapa lama lagi? Menurut saya adanya bencana dimana-mana, kecelakaan dimana-mana, perkelahian, pemerkosaan, pembunuhan, perampokan, kelaparan, dan masih banyak peristiwa yang lain pada akhirnya membuat manusia mulai menyadari betapa penting dan mahalnya arti sebuah perdamaian, keamanan. Dalam kecemasan dan ketakutan orang akan berpikir bahwa harta tidak lagi mendatangkan bahagia tapi bencana, orang tidak lagi menilai orang lain dari harta, pangkat, dan derajatnya tapi dari kebaikannya.
Nilai Welas dalam Pendidikan Karakter
Harapan saya nantinya pada  tahun-tahun mendatang akan terbentuk masyarakat yang memiliki spirit karakter yang berwelas asih. Indonesia pada umumnya dan Bojonegoro pada khususnya penuh dengan peradaban baru. Orang akan mulai jenuh dengan pertikaian, keculasan, kemunafikan  akan tetapi merindukan kedamaian lahir batin yang akhirnya saling memahami diri dan orang lain.
Orang mulai selektif dalam memilih wakil rakyat yang duduk di pemerintahan dengan kemampuannya bukan uangnya. Pemimpin akan menjalankan roda pemerintahan dengan kebutuhan rakyat bukan kemauan pribadi. Demokrasi diteguhkan di mana-mana. Dalam konteks yang demikian, Indonesia pada umumnya dan Bojonegoro pada khususnya  kaya dengan budi pekerti luhur dan selalu berpikir bagaimana memanfaatkan sumber daya alam dengan baik tanpa menimbulkan dampak yang mengancam kelestarian lingkungan dan jiwa manusia.
Sekarang yang menjadi masalah apa yang harus kita perbuat hari ini untuk menuju peradaban baru yang berakhlakul karimah dengan welas asih bagi warga Bojonegoro? Paling tidak  dengan cara, yang pertama melakukan pembangunan berwawasan lingkungan. Maksudnya menjaga agar sumber daya alam dan lingkungan tetap lestari dan tidak rusak. Memelihara dan mengembangkan agar sebagai modal dasar tetap tersedia. Daya guna dan hasil gua harus dilihat dalam batas-batas yang optimal, dengan tidak mengurangi kemampuan dan kelestarian sumber daya lain, serta pilihan penggunaan guna persiapan masa depan. Kita dapat menangkap bahwa dari puisi tersebut kita dikehendaki untuk menyongsong kehidupan yang lebih baik dengan upaya membebaskan dari kehancuran.
Kedua, pembinaan akhlak, mental, dan budi pekerti luhur. Artinya, bangsa kita saat ini saya ibaratkan seperti benang kusut yang sulit diurai. Segala permasalahan yang terjadi karena kita sebagai warga masyarakat kurang bisa memposisikan diri. KKN dimana-mana, para pemimpin tidak bisa dijadikan figur. Justru mereka ramai-ramai terlibat skandal korupsi yang secara pribadi atau “berjamaah”. Dalam konteks ini akhirnya saya memikiliki obsesi hari ini saat yang tepat untuk mereposisi dan meneguhkan kembali jiwa, sikap dan semangat hidup bangsa yang sudah carut marut dengan akhlak yang baik dan juga semangat jujur untuk tidak korupsi. Misalnya, berangkat bekerja harus diniati ibadah bukan dengan niat berapa uang kantor yang bisa aku bawa pulang tanpa diketahui orang alias korupsi.
Dan dalam hal ini, perlu juga ditanamkan semangat untuk jujur dan welas kepada anak didik kita di rumah, di sekolah, atau di kantor. Niscaya pada akhirnya nanti kita dapat menikmati apa yang kita inginkan sebuah peradaban tanpa cela sehingga hidup ini jadi damai dan berakhlak baik. Dalam hal demikian kita dapat meraih kerinduan sebuah tatanan sebuah peradaban yang baik dan amanah.
Ketiga, bangsa yang maju dan jaya tidak semata-mata disebabkan oleh kompetensi, tehnologi canggih ataupun kekayaan alamnya, tetapi utama dan terutama karena dorongan semangat dan karakter bangsanya. Pemahaman karakter diri yang tangguh akan menjadikan seorang individu berkarakter yang sesungguhnya. Peran orang tua, guru, dosen, dan juga pemimpin kita untuk kembali meneguhkan kembali nilai-nilai karakter pada anak-anak, pelajar, mahasiswa, para pegawai  selama di rumah, disekolah, di kampus, dan juga di tempat kerja.
Keempat, pendidikan karakter dalam sekolah adalah solusi sebagai gerakan untuk meneguhkan kembali kemartabatan bangsa. Mengapa demikian? Karena pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.
Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”.  Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan: Khususnya guru) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan  harus berkarakter.
Kelima, peran karakter bagi diri seorang manusia adalah ibarat kemudi sebuah kapal. Karakter adalah kemudi hidup yang akan menentukan arah yang benar bahtera kehidupan seorang manusia. Dengan kata lain, kita sudah saatnya untuk selalu mengedepankan sikap dan jiwa yang berkarakter dalam membangun sebuah peradaban. Saya pun sependapat dengan Drs. Hanna Jumhana B (dalam H. Soemarsono; 2008: 16) bahwa karakter merupakan nilai-nilai yang terpatri dalam diri kita melalui pendidikan, pengalaman, percobaan, pengorbanan, dan pengaruh lingkungan, dipadukan dengan nilai-nilai dari dalam diri manusia.
Nah, dalam tataran ini sudah langkah mendesak apabila kita selalu mengedepankan sikap welas asih yang bersumber pada kearifan atau semangat nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.  Peran orang tua saat di keluarga, guru saat di sekolah sangatlah vital sebagai penyelaras pendidikan karakter dalam mengimplementasi sikap welas asih. Bagaimanapun juga pendidikan karakter adalah solusi cerdas dalam meneguhkan kemartabatan sebuah bangsa dengan spirit welas asih. Revolusi mental bangsa ini yang didengungkan oleh Presiden Jokowi tentunya berawal dari welas asih. Mengimplementasi nilai-nilai Pendidikan Karakter (Pendikar) bangsa harus dengan kesungguhan hati dan pikiran. Dengan demikian, revolusi mental dengan sikap welas asih bisa menjadi pengarusutamaan membangun Keindonesiaan bukan pada sikap primordial sempit. Bukankah begitu pembaca?

                                                                                  ———————– *** ————————-

Tags: