Riani, Staf ASN Diskominfo Sosok dibalik Lahirnya 111 Bank Sampah

Riani (berdiri dua dari kanan) diantara para koleganya saat mengumpulkan dan memilah sampah di kawasan TPA Randegan. [kariyadi]

Tak Risih Memilah Sampah, Lebih Gampang Ajak Pensiunan Ikut Bergabung

Mojokerto, Bhirawa
Mengubah barang yang tidak bermanfaat menjadi sesuatu yang bernilai, bukanlah pekerjaan mudah. Apalagi yang diubah itu sampah, barang yang oleh sebagian kalangan kadang dinilai hina dan menjijikan. Namum di tangan seorang ASN Diskominfo Kota Mojokerto ini, sampah ternyata bisa diolah dan bernilai ekonomi. Dari keuletannya, ada 111 bank sampah dapat ia dirikan dan kembangkan bersama para ibu-ibu PKK dan para pegiat lingkungan.
ASN yang namanya kondang dikalangan pelaku pegiat sampah di kota Mojokerto itu bernama Riani, usianya menginjak 40 tahun. Perempuan berbadan sedang ini hampir setiap hari dapat ditemui di Bank Sampah Induk (BSI) yang tempatnya berada di tengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Radegan, Kota Mojokerto.
Di BSI, banyak yang dilakukan mbak Any, itu sapaan akrabnya dikalangan pegiat pengumpul sampah. Mulai dari menimbang sampah, mengelompokkan hingga menghitung harga dan menjualnya ke pegepul.
“Sudah setahun lalu kita rintis kegiatan ini mas, awalnya kita hanya ingin bagaimana sampah hasil rumah tangga ini tidak menumpuk. Tapi sekarang kita sudah bisa mengelolah hingga sampah ini bernilai ekonomi, ” ujar Riani, saat ditemui Bhirawa di TPA Randegan suatu siang.
Sambil mencatat jenis dan jumlah sampah yang disetor anggotanya, Riani bercerita panjang lebar soal sampah dengan segala problematikanya. “Awalanya memang tidak mudah, tapi saya dan beberapa teman satu pemikiran terus berjuang. Dari awalnya kita membentuk puluhan bank sampah, sekarang sudah terkumpul ada 111 Bank Sampah di Kota Mojokerto ini, ” tutur Riani.
Dikalangan para pegiat dan pengumpul sampah yang lain, Riani kadang dikiaskan bak pahlawan. Dimana pahlawan tidak lagi identik dengan sosok yang berjasa ketika perang. Pahlawan di zaman ini, yakni sifat-sifat kepahlawanan yang muncul untuk mengatasi permasalahan perkotaan. Salah satunya menghadapi persampahan yang kerap menjadi problem pelik perkotaan.
Riani dan mereka p yang peduli, rela berkorban, dan pantang menyerah mengatasi persampahan adalah para pioner bank sampah Kota Mojokerto. Berangkat dari kesadaran akan pentingnya memilah, mengolah, dan mendaur ulang sampah, mereka mendirikan bank sampah. “Awalnya sekitar tahun 2001 di Kedundung. Lalu, muncul lima bank sampah, dan hingga akhirnya ratusan seperti, sekarang ini,” ungkap Riani, Direktur Bank Sampah Induk (BSI) Kota Mojokerto, sebuah lembaga yang dibentuk oleh mereka para pegiat sampah.
PNS yang belum menyandang eselon ini mengatakan, awalnya bank sampah didirikan atas kesadaran masyarakat setempat yang mau bergerak menghimpun sampah. Awalnya, sangat sulit dibentuk bank sampah. Lantaran, orang tak banyak tahu manfaatnya. “Awal selalu sulit. Karena, belum tahu dan terasa manfaatnya. Tapi, bank sampah ini penting untuk mengurangi produksi sampah,” imbuhnya.
Pada 2013, baru terbentuk lima bank sampah. Riani mendirikan bank sampah Resik Sejati di kampungnya, Balongcok Kelurahan Balongsari Kecamatan Magersari. Dua tahun kemudian didirikan Bank Sampah Induk (BSI). “Kita gandeng para pensiunan PNS. Karena mereka sangat militan. Salah satunya pak Budiman, mantan asisten,” tandas Riani.
Digaetnya mantan PNS, kata dia, sangat mempengaruhi. Karena, diperlukan sosok yang kreatif dan militant. Sedang katan Riani, pak Budiman dan teman-temannya memiliki keterampilan daur ulang koran bekas. Ini yang menjadi daya tarik mendaur ulang sampah dari bank sampah. “Perlahan di RW-RW bermunculan bank sampah,” lanjutnya.
Sokongan keterampilan juga diberi oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Itu memperkaya kemampuan SDM Bank Sampah Induk. Lebih-lebih, sejak tahun ini, dibikin program Bayar Pajak Pakai Sampah. Program itu berhasil menarik masyarakat mendirikan bank sampah. “Karena manfaatnya terasa sekali. Sampah di rumah yang biasa dibuang begitu saja ternyata bisa buat bayar pajak,” bebernya.
Tak cukup itu saja, mereka terus menambah program unggulan. Yakni, tabungan dalam bank sampah bisa digunakan membeli pulsa, tagihan PLN, hingga membeli sembako. BSI menggandeng LPM yang memiliki unit usaha jual beli sembako dan bayar rekening listrik.
Kini, muncul 111 bank sampah di seluruh Kota Mojokerto. BSI sudah memiliki omset hingga Rp 75 juta per bulannya. Dengan mengelola belasan ton sampah per bulan yang masuk. “Adanya bank sampah ini mengurangi volume sampah yang masuk ke TPA. Umur TPA menjadi lebih panjang,” pungkasnya. [Kariyadi Setyawan]

Tags: