Ribuan PTT Pemprov Bakal Dirumahkan

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Pemprov, Bhirawa
Ribuan Pegawai Tidak Tetap (PTT) dan Pegawai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) non PNS di lingkungan Pemprov Jatim nasibnya kini sedang di ujung tanduk. Sebab mulai 2015, pemprov melarang Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) merekrut dan memperpanjang kontrak tenaga PTT dan BLUD non PNS.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Jatim Dr H Akmal Boedianto MSi menuturkan, perintah larangan merekrut dan memperpanjang kontrak PTT adalah perintah langsung Gubernur Jatim Dr H Soekarwo. Tujuannya untuk melakukan penataan seluruh PTT yang ada di Pemprov Jatim, apakah sudah betul sesuai kebutuhan atau hanya sebatas pengangkatan kerja semata.
Menurut Akmal, untuk menindaklanjuti perintah Gubernur Jatim tersebut, BKD Provinsi Jatim telah mengeluarkan surat edaran kepada kepala SKPD Nomor : 810/7086/212.3/2014 perihal Penilaian PTT Tahun 2014 dan Larangan Pengangkatan PTT Tahun 2015.
Dalam surat tersebut dijelaskan, sehubungan dengan adanya rencana penertiban PTT dan BLUD non PNS, SKPD seluruh pemprov diminta untuk melakukan evaluasi kinerja PTT maupun pegawai BLUD non PNS. Hasil dari penilaian tersebut disampaikan ke BKD Bidang Formasi dan Pengembangan Pegawai berupa soft copy dan hard copy paling lambat 15 Desember 2014.
Selain meminta SKPD untuk melakukan evaluasi PTT, dalam surat tersebut juga meminta SKPD untuk tidak mengangkat tenaga honorer atau sejenisnya termasuk tenaga PTT. Menurut Akmal, keputusan ini diambil meninjaklanjuti surat Menteri Dalam Negeri Nomor : 810.1/169/SJ tanggal 10 Januari 2013.
“Dalam surat itu juga dijelaskan, PTT yang sudah habis masa kerjanya tidak boleh diperpanjang dan dilarang mengganti PTT baru. Bagi SKPD yang ingin mengambil formulir penilaian PTT bisa mendownload di website BKD Jatim bkd.jatimprov.go.id,” kata Akmal,  Kamis (4/12).
Saat ini, kata Akmal, BKD Jatim tengah melakukan verifikasi terhadap semua PTT. Jika PTT tersebut tidak memiliki kompetensi khusus dan tidak sangat dibutuhkan akan diputus kontraknya. Sedangkan yang tenaganya masih dibutuhkan akan diperpanjang sesuai dengan kebutuhan.
“Sekarang tenaga PTT di pemprov sekitar 7 ribu orang yang tersebar di seluruh SKPD. Saya tidak mengetahui berapa PTT di setiap SKPD. Makanya kita lakukan cek ulang, jika tidak sesuai kebutuhan ya tidak diperpanjang lagi. Ini perintah Pak Gubernur, jadi harus dilaksanakan dengan baik,” ungkapnya.
Dalam penataan ini, jelas Akmal, juga berkaitan dengan rencana pengangkatan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja), sesuai amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparat Sipil Negara (ASN). “Sesuai Undang-Undang ASN, pegawai pemerintahan nanti ada dua macam. Yakni PNS dan PPPK. Untuk PPPK masih diatur peraturannya,” katanya.
Sementara itu, dalam penilaian atau evaluasi kinerja PTT terdapat beberapa aspek penilaian. Yaitu, aspek kemauan belajar, kepedulian, kedisiplinan, pengelolaan diri, komunikasi, tanggung jawab, etika dan perilaku, loyalitas, kebersihan dan kerapian serta etos kerja.
Setiap aspek penilaian memiliki dua indikator, dan setiap indikator ada tiga pilihan nilai yang akan diisi oleh atasan yaitu 1, 2 dan 3. Untuk nilai 1 menggambarkan PTT tersebut mendapat nilai kurang, 2 dinilai cukup dan 3 dianggap baik.
Setelah dilakukan penilaian oleh atasan, terdapat dua keterangan yang menentukan nasib PTT. Jika nilainya kurang dari 20, maka PTT tersebut tidak rekomendasikan untuk tidak dilanjutkan. Sementara bagi PTT yang memperoleh nilai 21 ke atas mendapat rekomendasi untuk bisa dilanjutkan kontraknya.

Gaji Kepala Daerah
Sementara itu Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berencana untuk menaikkan gaji pokok gubernur, bupati dan wali kota. Kebijakan tersebut dituangkan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Hak Protokoler dan Hak Keuangan Kepala Daerah.
Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Reydonnyzar Moenek mengatakan, saat ini gaji pokok gubernur sebesar Rp 3 juta per bulan. Sementara bupati/wali kota Rp 2,1 juta setiap bulan.
“Itu sangat tidak rasional, sedangkan inflasi meningkat. Makanya kami cari format bagaimana menjamin tanggung jawab yang mereka emban sesuai dengan inflasi,” kata Reydonnyzar di Jakarta, Kamis (4/12).
Gaji para kepala daerah wajar dinaikkan, sebab beban kerja dan tanggung jawab yang diemban mereka sangat besar. Reydonnyzar melanjutkan, memang kepala daerah mendapatkan tunjangan dari insentif pemungutan. Namun, besar gaji pokok dinilai tetap harus seimbang dan rasional. “Derajat tanggung jawab udah gak rasional lagi. Kami kan mau equal pay dan equal work,” ujarnya.
Jika gaji kepala daerah dinaikkan, menurut Reydonnyzar, gaji pokok pimpinan dan anggota DPRD juga otomatis naik. Karena selama ini gaji pimpinan DPRD besarnya 80 persen dari gaji kepala daerah. Sementara anggota DPRD, digaji 75 persen dari besar gaji kepala daerah.
Meski begitu, Kemendagri menurutnya belum menentukan berapa besar kenaikan gaji kepala daerah tersebut. Sebelum menetapkan kebijakan tersebut, pemerintah dipastikannya akan melakukan uji publik terlebih dahulu. “Nanti pasti akan kami uji publik terlebih dahulu. Tapi memang kiat harus rasional, inflasi meningkat tajam tapi gaji pokok masih rendah,” kata dia. [iib]

Rate this article!
Tags: