Riset – Teknologi Mutlak bagi Penanggulangan Kebencanaan

3-Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB Dody Ruswandi saat menjadi pembicara di Pertemuan Ilmiah Riset Kebencanaan Tahun 2014, Selasa (3,6). AbednegoSurabaya, Bhirawa
Indonesia terkenal dengan wilayah yang rawan bencana. Penggunaan teknologi dan hasil riset diperlukan untuk penagnanan bencana agar lebih efektif. Namun  hasil review Rencana Nasional Penanggulangan Bencana (Renas PB) 2010-2014, implementasi penelitian dan ristek dalam penanggulangan bencana masih sangat lemah.
Hal itu mendorong BNPB bersama Kemenristek dan Kemendikbud yang didukung Pemprov Jatim dan Universitas Dr Soetomo mengadakan pertemuan ilmiah tahunan riset kebencanaan tahun 2014 selama tiga hari sejak 3-6 Juni 2014 di Hotel Pullman Surabaya.
Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB Dody Ruswandi menjelaskan, dengan banyaknya risiko yang ditimbulkan dari bencana alam ada  gagasan bersama untuk  mengkoordinasikan dari segala aspek bencana dalam pelayanan publik.
Berdasarkan hasil Renas PB 2010-2014, implementasi penanggulangan bencana masih sangat lemah.
“Pertemuan ilmiah ini sebagai langkah mewujudkan sinergitas penelitian kebencanaan di Indonesia,” tutur Dody Ruswandi, Selasa (3/6).
Diterangkannya, penelitian dan riset dalam penanggulangan bencana merupakan perwujudan dari pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Acuan itulah yang dijadikan dasar metode dan pelaksanaan  penanggulangan bencana,sekaligus dalam meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam penanggulangan bencana.
“Sudah banyak riset dan penelitian yang dilakukan oleh banyak pihak. Namun, hasilnya tidak bisa menjadikan dasar dalam kebijakan Pemerintah, dikarenakan tidak adanya koordinasi,” urainya.
Lanjutnya, kegiatan ini merupakan bentuk sinergitas dalam melakukan penelitihan terhadap masalah bencana. Dari hal itu, akan dihasilkan blueprint tentang riset kebencanaan. Menurutnya, ini sebagai acuan dalam pelaksanaan penelitian dibidang kebencanaan sesuai kebutuhan penanggulangan bencana di Indonesia.
“Dulu, masalah kebencanaan tidak diprioritaskan dalam pengambilan kebijakan oleh Pemerintah. Namun, dengan adanya kegiatan ini, diharapkan Pemerintah dapat memperioritaskan hal itu sebagai penanganan bencana di Indonesia dalam kurun lima tahun ke depan,” terang Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB.
Selain itu, dalam kegiatan ini nantinya akan dibagi menjadi tiga bidang kerja. Adapun ke tiganya adalah bidang Geologi, Hidrometrologi, dan Antropogenic. Masing-masing nantinya akan membahas berbagai hal, mulai dari bahasan terkait bencana sampai pada dampak sosialnya. Dalam tiga bidang kerja ini, BNPB juga mengandeng 12 perguruan tinggi di seluruh Indonesia, untuk mengkaji setiap bidang-bidang dalam urusan kebencanaan.
Adapun 12 perguruan tinggi yang digandeng BNPB diantaranya adalah ITS yang menangani gempa bumi, Unisa di Aceh menangani sunami, Universitas Diponegoro menangani banjir, UI menangani cuaca ekstrim, UPB menangani kebakaran, Universitas Andalas menangani abrasi dan gelombang ekstrim, IBM menangani tanah longsor, UPN menangani gunung merapi, Universitas Hudayana menangani kekeringan.
Selain membahas masalah kebencanaan, dalam pertemuan ini juga akan diluncurkan buku Indeks Resiko Bencana Indonesia (IRBI) tahun 2013. Adapun isi dari buku ini merupakan hasil analisa resiko yang mungkil timbul, sabagai akibat dari suatu bahaya.
Selain membahas masalah kebencanaan, dalam pertemuan ini juga akan diluncurkan buku Indeks Resiko Bencana Indonesia (IRBI) tahun 2013. Adapun kajian dari buku ini yakni terkait risiko bencana, bukan lagi ke arah tingkat kerawanan bencana.
“Buku ini merupakan hasil analisa dari perkembangan kebencanaan yang terjadi di Indonesia. Sehingga bisa meberikan gambaran akan risiko dan dampak yang ditimbulkan dari suatu bencana,” katanya.
Disinggung terkait status gunung di Indonesia yang rawan meletus, Dody menambahkan, Indonesia mempunyai 127 gunung berapi, dan terbanyak didunia. Lanjutnya, ada delapan gunung berapi di Indonesia yang statusnya Siaga.
Di daerah Sulawesi Utara terdapat 3 gunung merapi yang statusnya Siaga, dan siap untuk di evakuasi. Selain itu, gunung Semeru dan Ijen statusnya sempat naik. Namun, saat ini sudah turun lagi. Dari status aktifitas gunung, tingkat ‘Awas’ merupakan paling tinggi, dan dibawahnya ada ‘Siaga’, selanjutnya kami akan evakuasi.
“Di Jatim yang sempat statusnya Siaga yaitu gunung Kelud. Ini terjadi karena Kelud karakteristiknya berbeda dengan gunung berapi lainnya. Kadang cepat meletus, dan terkadang cepat habis,” tandasnya. [bed]

Keterangan Foto : Deputi-Bidang-Pencegahan-dan-Kesiapsiagaan-BNPB-Dody-Ruswandi-saat-menjadi-pembicara-di-Pertemuan-Ilmiah-Riset-Kebencanaan-Tahun-2014-Selasa-[3/6].-[Abednego/bhirawa]

Tags: