Risma dan Saiful Illah Diminta Realisasikan Pembangunan Tol Tengah Kota

Tol Tengah(Proyek Tol Tengah Kota Diteken Presiden)
Surabaya, Bhirawa
Wali kota Surabaya Tri Rismaharini dan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah hingga detik ini belum menindaklanjuti peraturan Presiden Nomer 3 tahun 2016 tentang Percepatan Proyek Strategis Nasional. Dimana didalam perpres tersebut, salah satunya mencantumkan tentang percepatan proyek Jalan Tol Waru (Aloha) – Wonokromo – Tanjung Perak sebagai proyek yang segera dilaksanakan mulai tahun 2016 ini.
Sesuai dengan pembagian tugas pembangunan tol dengan panjang 18,2 kilometer itu, Pemkot Surabaya dan Pemkab Sidoarjo wajib menyediakan perizinan lahan. Sedangkan dana untuk pembangunan dialokasikan dari Pemerintah pusat atau APBN.
Terkait polemik Tol Tengah ini, mantan Wali kota Surabaya, Bambang DH secara tegas meminta Wali kota Surabaya Tri Rismaharini untuk segera mentaati perintah presiden. Apalagi Tol ini sudah disepakati sejak 2007 lalu, ketika Bambang DH masih menjabat sebagai wali kota.
“Proyek tol tengah itu, adalah perintah undang-undang dan sekarang diperkuat dengan Perpres, jadi tidak bisa Pemkot Surabaya menolaknya,” jelas Bambang DH.
Terlebih lagi, jalanan kota Surabaya terutama di persimpangan perbatasan dari Sidoarjo hingga Jalan A Yani terkenal jalur paling macet di Surabaya. Meskipun sudah ada frontage road, kepadatan kendaraan di Kota Surabaya memerlukan tambahan ruas jalan.
“Pertumbuhan kendaraan tidak bisa dibendung, jalan satu-satunya adalah menambah ruas jalan,” terang Bambang DH yang juga Anggota DPRD Jawa Timur dari PDI-P ini.
Sementara  sumber di Pemkot Surabaya mengaku  belum ada persiapan untuk Tol Tengah Kota.”Pemkot Surabaya sibuk menyiapkan tandingan tol tengah, yakni pembangunan jalan lingkar luar barat, underpass Mayjend Sungkono dan monorel,” ujar sumber pejabat di lingkungan Pemkot Surabaya, Selasa (24/5).
Bocoran dari orang dalam Pemkot Surabaya itu cukup masuk akal. Karena selama ini Tri Rismaharini, Walikota Surabaya paling getol menolak dibangunnya tol Waru-Wonokromo-Tanjung Perak. Penolakannya juga tanpa alasan jelas. Mulai dari mengganggu estetika kota, dan mengatakan Surabaya tidak butuh tol tersebut.
Terpisah, Anggota Komisi V DPR RI, Nizar Zahro mengatakan, Walikota Risma tidak bisa menolak apalagi menghambat program nasional ini. Tol Tengah kota, kata Nizar, sudah menjadi proyek Percepatan Nasional. Dalam pasal-pasal di Pepres tersebut, sudah jelas, menugaskan kepada pemerintah kota / kabpupaten dan gubernur mendukung segala proses perizinan. Mulai Amdal, pembebasan lahan dan ijin-ijin untuk mendukung segera terwujudnya proyek tersebut. “Itu kan perintah presiden. Mau tidak mau harus mendukung. Masak Wali kota melawan perintah presiden,” tegas, Nizar kemarin (24/5).
Kalau ada pemerintah daerah memang tidak setuju, lanjut Nizar, Pemda bisa menyampaikan langsung kepada Presiden Jokowi. Jangan kemudian membangun opini public untuk dipakai alat pencitraan.
Padahal, faktanya, Sidoarjo dan Kota Surabaya sangat membutuhkan Jalan Tol Waru-Wonokromo- Tanjung Perak. Untuk connect dengan jalur tol lainnya di pulau jawa.  “Bagaimana ini sudah menjadi sebuah keputusan. Dan Pemerintah pusat sudah menyiapkan dananya,” kata Nizar.
Ditambahkannya, DPR RI menghimbau Gubernur bupati dan walikota agar patuh pada pemerintah pusat. Dan membantu kelancaran dari program pemerintah pusat. “Karena itu target pembangunan di Indonesia untuk kesejateraan ekonomi masyarakat,” tandasnya.
Presiden, kata Nizar, ingin ada keseimbangan pembangunan di Indonesia. Pemerintah pusat pasti memback up. Sudah memberikan kewenangan kementerian keuangan untuk mendukung dananya. “Pemda hanya diminta mendukung program-program percepatan nasional ini, tidak perlu menyiapkan anggaran,” pungkasnya.
Sementara itu dari DPRD Surabaya  anggota Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Surabaya Vincensius Awey, di Surabaya, Senin, mengatakan sebaiknya akses jalan yang ada saat ini dimaksimalkan dulu, jika kemacetannya luar biasa, langkah terakhirnya membangun tol tengah Kota.
“Pembangunan tol tengah kota, lanjut dia, selain mengganggu estetika kota, juga mengakibatkan perekonomian di sekitar kawasan itu tak hidup,” katanya.
Meski demikian, lanjut dia, tol tengah kota yang menghubungkan kawasan Waru, Wonokromo hingga Tanjung Perak masuk dalam urutan 28 dari 225 proyek strategis yang harus dipercepat pembangunannya.
Di sisi lain, Presiden Joko Widodo juga telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Proyek Strategis Nasional (PPSN) tersebut.
Menurutnya, di kawasan tengah kota nantinya sudah ada rencana pembangunan mass transportation. Jadi, upaya itu justru yang harus dipikirkan, bagaimana memindahkan kebiasaan orang dari mengendarai kendaraan pribadi ke kendaraan umum.
“Jadi, pembangunan fly over atau tol tengah kota langkah terakhir,” ujarnya.
Awey mengakui keberadaan tol tengah kota merupakan alternatif untuk mengurai kemacetan, terutama yang ada di persimpangan. Namun, pembangunannya tetap menjadi alternatif terakhir.
Sementara itu menanggapi adanya Perpres, Awey tidak mempermasalahkan, namun pelaksanaannnya tentunya bergantung pada kondisi di daerah.
“Silakan Perpres, tapi harus melihat kondisi di daerah,” katanya.
Wali Kota Surabaya Tri rismaharini bersikeras menolak pembangunan tol tengah kota, dengan berbagai alasan yakni pertama menghendaki masyarakat menggunakan jalan tanpa bayar, kedua hanya orang tertentu yang bisa melewati tol.
Kemudian ketiga, dalam teori pembangunan solusi mengatasi macet bukan memperpanjang jalan, namun memberikan sistem transportasi massal. Keempat, apabila jalan tol layang di tengah kota dibangun, nilai properti di bawahnya pasti jatuh dan mati.
Terakhir, pembangunan itu menimbulkan banjir karena kaki-kaki jalan tolnya akan memotong aliran air. [cty.gat]

Tags: