Risma, Kepala Daerah Paling Rajin ke Luar Negeri

Tri Rismaharini

Satu Bulan, Bisa Bepergian Hingga Empat Kali
Pemprov, Bhirawa
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini baru saja melaksanakan kunjungan kerja ke Afrika Selatan mengikuti Kongres United Cities and Local Government (UCLG) World. Kunjungan ini sekaligus menambah daftar lawatan Risma ke luar negeri (LN) tahun ini yang telah mencapai 14 kali. Jauh dibandingkan wakilnya Wisnu Sakti Buana yang baru sekali ke luar negeri selama 2019 ini.
Mantan Kepala Bapeko Surabaya yang juga Presiden UCLGitu tercatat paling rajin di antara 37 kepala daerah lainnya di Jatim. Bahkan dalam satu bulan, Risma bisa melakukan kunjungan kerja hingga empat kali. Itu terjadi saat bulan September lalu, Risma mengunjungi empat negara sekaligus, di antaranya ialah Austria, Filipina, Amerika Serika dan Korea Selatan. Selain Risma, kepala daerah yang juga cukup kerap melakukan kunjungan ke luar negeri adalah Wali Kota Malang yang mencapai enam kali dalam setahun dan Bupati Jember serta Bupati Sidoarjo selama empat kali.
Menanggapi kebiasaan kepala daerah ke luar negeri tersebut, pakar kebijakan publik Universitas Airlangga Gitadi Tegas menuturukan, diperlukan transparansi terhadap setiap kunjungan kerja. Baik dari segi biaya maupun hasilnya yang didapatkan saat kembali. Karena di era teknologi informasi ini, kunjungan ke luar negeri seharusnya bukan sesuatu yang mudah dilakukan.
Segala informasi bisa diperoleh dari jaringan teknologi baik secara langsung atau dalam bentuk permintaan resmi oleh pemerintah. “Jadi untuk apa pemborosan itu dilakukan kalau outputnya tidak terukur apalagi ada nuansa wisata. Tapi jika memang butuh ya silahkan,” tutur Gitadi saat dikonfirmasi kemarin, Minggu (17/11).
Staff pengajar Ilmu Administrasi Negara itu mencatat, ada beberapa keperluan terkait kunjungan kepala daerah ke luar negeri. Di antaranya ialah kunjungan balasan untuk keperluan promosi budaya. Kunjungan atas kebutuhan untuk melihat fakta yang sesungguhnya terhadap satu isu yang ingin diadopsi di daerah atau di dalam negeri. Ketiga kunjungan yang berbasis target kinerja.
Semua kunjungan itu tetap harus memperhatikan transparansi dan substansinya karena dengan banyaknya kunjungan ke luar negeri, apalagi diikuti dengan rombongan yang besar, maka otomatis akan membebani APBD. “Bukan berarti Pemkot Surabaya banyak duit, tapi efisiensi sebuah kebijakan kunjungan di era IT harus ada tujuan dan parameter hasil yang jelas,” tegas Gitadi.
Gitadi menyadari perlunya merawat hubungan internasional, salah satunya dengan melakukan kunjungang balasan ke luar negeri. Atau kunjungan lain dalam rangka menerima penghargaan dari luar negeri. “Tetapi yang membuat cukup mengecewakan adalah penghargaan dari lembaga yang kurang kredibel. Karena terus terang lembaga-lembaga awarding di luar negri tidak semua kredibel,”.
Lebih lanjut Gitadi menegaskan, harus dilihat pada substansi dan argumentasi yang dipakai untuk kunjungan tersebut. Apakah sebuah kebutuhan atau keinginan dan seremonial yang tidak perlu. Itu yang harus dipastikan dalam era keterbukaan ini. Karena bisa saja itu menjadi prasangka di masyarakat sehingga konsekuensinya terlalu mahal, yaitu public distrust kepada birokrasi.
“Sebagai sebuah kota besar, Surabaya bisa memiliki sister city atau kerjasama antar pemerintahan. Sah-sah saja, cuma dalam penelitian kami di hubungan iternasional, dari banyaknya program sister city yang efektif tidak sampai sepertiga,” kata dia.
Di sisi lain, kunjungan ke luar negeri juga tidak harus dilakukan oleh kepala daerah. Bisa juga oleh wakil atau OPD teknis yang terkait, itu akan lebih jelas. Karena kepala daerah membuat kebijakan dasar, kalau kebijakan pelaksanaan bisa dilakukan oleh pelaksananya. Apa lagi jika harus melakukan kunjungan kerja selama empat kali dalam satu bulan.
“Itu sangat disayangkan, meskipun saya tidak memiliki data empat kali itu apa saja keperluannya. Kalau mau fair, Pemkot Surabaya itu harus mengumumkan mana kunjungan yang substansi mana yang sekadar sampingan dan berapa biayanya. Jangan meninmbulkan kesan, ini menjelang akhir kemudian plesiran,” tandasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti mengakui, sepanjang Wali Kota Surabaya melakukan kunjungan ke luar negeri, pihaknya tidak pernah lepas dari tanggung jawabnya sebagai kepala daerah. Sebab, dari luar negeri Risma masih tetap rajin memantau berbagai peristiwa yang sedang terjadi di Surabaya.
“Saya pernah melakukan kunjungan dengan Bu Risma. Saat itu di Pakistan dan kita sempat makan siang bersama. Saat sedang makan itu saya memperhatikan beliau sangat aktif berkoordinasi dengan anak buahnya di Surabaya. Kebetulan saat itu sedang ada peristiwa kebakaran,” kata dia.
Reni mengakui, sebagai wali kota yang sekaligus Presiden UCLG, Risma cukup menginspirasi banyak kota di negara-negara lain. Sebab, kepala daerah yang tergabung di dalam UCLG itu tidak semuanya merupakan dari negara-negara maju, melainkan juga ada dari negara berkembang. Salah satunya yang cukup menginspirasi ialah penutupan Dolly yang cukup berani dilakukan oleh wali kota perempuan. “Saat di Pakistan itu, Bu Risma menjadi narasumber dan bagi para audiens, paparan yang disampaikan Bu Risma itu menarik sehingga mendapat banyak apresiasi,” tambah Reni.
Kendati demikian, pollitisi asal PKS itu juga berharap, seringnya Risma ke luar negeri juga diimbangi dengan kehadirannya dalam rapat-rapat di paripurna bersama DPRD Surabaya. “Dalam periode DPRD yang baru ini, Bu Risma sudah cukup sering untuk datang ke rapat paripurna. Dan harapan kami akan terus seperti itu sepanjang waktunya memang tepat,” pungkas Reni. [tam]

Tags: