Risma Minta Camat-Lurah Awasi Pengembalian Rumah Radio Bung Tomo

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini

Surabaya, Bhirawa
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengaku tidak mengikuti perkembangan kasus pembongkaran bangunan cagar budaya Studio Pemancar Radio Barisan Pemberontakan Republik Indonesia (RBPRI) karena ada urusan di Jakarta. Bahkan, dia mengaku tidak tahu jika bangunan tersebut sudah mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
“Terus terang saya tidak tahu ada IMB-nya. Nanti saya cek. Saya tidak mengikuti karena harus pemaparan di Jakarta. Surabaya ditantang untuk mewakili Indonesia mengikuti East Doing Bussiness,” kata Risma usai menghadiri Rapat Paripurna di DPRD Kota Surabaya, Selasa (10/5) kemarin.
Menurut data yang dimiliki Pemkot Surabaya, bangunan yang lebih dikenal dengan Rumah Radio Bung Tomo di Jl Mawar 12 tersebut telah mengalami renovasi berdasarkan IMB yang dikeluarkan pada 1975. Mulai pondasi hingga struktur di atasnya. Padahal,  bangunan ini baru dinyatakan sebagai cagar budaya pada1998 yang ditandai dengan adanya prasasti. Sesuai ketentuannya, baik di Perda maupun Undang-Undang untuk menentukan status cagar budaya harus memenuhi beberapa unsur. Salah satunya, yakni bangunan berumur lebih dari 50 tahun.
Namun Risma mengatakan, pemilik bangunan rumah radio Bung Tomo Jalan Mawar nomor 10 sudah bersedia mengembalikan bangunan bersejarah itu ke kondisi semula. “Pemiliknya sudah bikin surat pernyataan, sudah mau mengembalikan sesuai dengan rekomendasi Tim Cagar Budaya,” ujar Risma.
Soal pengawasan pengembalian bangunan bersejarah ke bentuk asalnya itu, Risma akan meminta camat dan lurah di sekitar kawasan lokasi bangunan agar turut melakukan pengawasan. “Saya sudah meminta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata untuk mengedarkan ke camat dan lurah di sana. Supaya yang di bawah itu juga melakukan pengawasan,” katanya.
Sesuai SK Wali Kota Surabaya Nomor 188.45/004/402.1.04/1998, bangunan Studio Pemancar Radio Barisan Pemberontakan Republik Indonesia (RBPRI) di Jalan Mawar Nomor 10 dan 12 milik Amin adalah bangunan cagar budaya. Bangunan ini sudah dijual kepada dua pemilik baru.
Bangunan Jalan Mawar Nomor 10 yang sudah rata dengan tanah sudah dibeli oleh PT Jayanata Kosmetika Prima. Sedangkan bangunan nomor 12 yang masih utuh, sekarang dimiliki orang lain, yang menurut warga setempat bernama Suhariyanto, seorang pengusaha gula.
Bhirawa telah mencoba mengonfirmasi pihak Jayanata di kantornya, Jalan Mawar yang bersebelahan dengan bangunan tersebut, Selasa (10/5) kemarin. Namun, karyawan perusahaan kosmetik itu mengatakan manajer toko sedang tidak berada di lokasi.
Supervisor Penjualan Jayanata, Rini mengatakan, dirinya tidak tahu menahu soal aset bangunan. Dia bahkan mengaku hampir tidak pernah bertemu dengan Han Jayanata, General Manager di perusahaan itu. “Saya hanya berkomunikasi dengan Bu Lilik Store Manager. Tapi beliau pasti juga tidak tahu mengenai aset bangunan. Kami tahunya hanya penjualan produk kosmetika saja,” katanya.
Perobohan rumah cagar budaya rumah radio Bung Tomo di Jl Mawar No 10 Surabaya memantik reaksi berbagai kalangan. Salah satunya dari Gubernur Jatim Dr H Soekarwo yang mengaku sangat prihatin atas pembongkaran rumah radio yang menjadi saksi sejarah perjuangan arek-arek Surabaya tersebut.
“Saya minta rumah radio Bung Tomo itu dihidupkan kembali. Pasti tidak bisa seperti aslinya, ada kekurangannya. Tapi rumah radio Bung Tomo itu sangat bijak jika dibangun lagi,” kata Gubernur Soekarwo ditemui di Kantor Gubernur Jatim, Selasa (10/5).
Menurut dia, tidak hanya membangun rumah radionya saja, tapi juga diperkuat dengan mengisi barang-barang peninggalan sejarah yang waktu itu ada. Bahkan jika perlu, dibuatkan patung lilin agar rumah radio Bung Tomo tersebut bisa hidup kembali.
“Konsep dasarnya adalah menempatkan pahlawan secara terhormat. Makanya ada bahasa puitis berupa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati pahlawannya. Lalu turunan dari menempatkan pahlawan secara terhormat yakni merawat semua peninggalannya. Atau menjaga marwahnya agar tetap lestari,” ungkapnya.
Pakde Karwo, sapaan lekat Gubernur Soekarwo mengatakan, sebenarnya protes terhadap penghancuran  benda-benda sejarah tidak hanya terjadi di Surabaya, tapi juga di dunia. Sebab peninggalan sejarah itu memiliki nilai yang sangat tinggi sebagai warisan sejarah.
“Perang Siria dengan Irak juga telah menghancurkan peninggalan sejarah, digempur dan diluluhlantahkan. Ini yang memicu kemarahan dunia. Sama seperti di Surabaya yang juga mendapat protes dari kalangan masyarakat setelah rumah radio Bung Tomo hancur,” ungkapnya. [geh,bed]

Tags: