Risma Teleconference Klarifikasi Masalah Bantuan SMA/SMK

Wali Kota Teleconference Klarifikasi Masalah Bantuan SMA-SMK.

Pemkot Surabaya, Bhirawa
Konferensi pers yang diselenggarakan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Senin (6/11) berbeda dengan biasanya. Karena posisinya masih berada di Jakarta akhirnya konferensi pers dilakukan dengan teleconference jarak jauh atau video call.
Hal ini dilakukan oleh Wali Kota Risma terkait pemberitaan bantuan terhadap siswa SMA/SMK. Menurut Risma kendala bantuan pendidikan terjadi bagi siswa yang mengenyam pendidikan di SMA/SMK.
Sebelum pengelolaan diserahkan ke Pemprov Jatim, beberapa tahun Pemkot Surabaya memberikan pendidikan gratis bagi siswa SMA/SMK. Namun, setelah undang-undang mengamanatkan pengelolaan SMA/SMK di bawah pemerintah provinsi, Pemkot Surabaya tak bisa lagi memberlakukan pendidikan gratis.  ”Saya juga sudah ke Kemendagri untuk minta diskresi, namun diingatkan untuk tidak boleh menyalahi UU,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, larangan memberikan bantuan sudah diprediksi, sebelum sidang pengadilan di Mahkamah Konstitusi (MK) merespon gugatan warga Surabaya atas peralihan kewenangan pengelolalaan SMA/SMK dari pemkab/pemkot ke pemprov.
Masalah itu kembali diungkapkan oleh Risma, karena dalam pembahasan Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS), DPRD Surabaya bersikeras memasukkan bantuan yang nilainya sekitar Rp 28 miliar dalam APBD 2018.
Risma menegaskan bahwa pemberian bantuan tersebut tak ada landasan hukumnya. ”Sudah saya analisa, jauh sebelumnya hal itu gak memungkinkan,” tegasnya.
Risma mengaku, setelah pengelolaan SMA/SMK berada di Pemprov Jatim, dia sudah berkirim surat ke Gubernur Jatim mengenai nasib sedikitnya 11.800  siswa miskin. Melalui surat, Gubernur Jatim  juga sudah membalas dan menyatakan sanggup membantunya. ”Itu karena kewenangannya,” katanya.
Risma menegaskan, pemerintah kota tak bisa memaksakan untuk memberikan bantuan karena tak memiliki kewenangan dalam pengelolaannya. Ia khawatir, karena tak mempunyai landasan hukum, dirinya akan kena masalah. ”Saya bisa kena masalah kalau dilakukan,” paparnya.
Risma mengatakan, larangan pemberian bantuan pendidikan bagi siswa SMA/SMK di Surabaya tercantum dalam UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Dalam aturan itu, ada pembagian kewenangan yang jelas antara pemerintah pusat, provinsi dan pemkab/pemkot. Pemkab/pemkot memiliki kewenangan dalam mengelola pendidikan dasar, PAUD dan non formal.
Seperti diketahui surat Wali Kota Surabaya  22 Februari 2017 nomor: 421/1178/436.3.4/2017, terkait permintaan bantuan pembebasan biaya pendidikan kepada anak SMA/SMK bagi anak yang kurang mampu di Surabaya sebanyak 11.824 akhirnya terjawab oleh Gubernur Jatim Soekarwo melalui surat tertanggal 11 Agustus nomor: 420/ 4828/101.1/2017.
Surat balasan yang berisi tentang dilakukannya visitasi  terlebih dahulu, untuk memastikan kebenaran data agar pembiayaan sesuai dengan prosedur dan bantuan keringanan biaya pendidikan sampai dengan 50%.
Asisten 1 Bidang Pemerintahan Pemkot Surabaya Yayuk Eko Agustin mengatakan bahwa Pemprov Jatim telah merespon surat yang dikirimkan oleh Pemkot Surabaya. Jadi Pemkot Surabaya tidak perlu lagi repot-repot memikirkan anak SMA/SMK yang tidak mampu karena sudah diurus oleh Pemprov Jatim sesuai amanat UU.
”Surat bantuan pembebasan biaya anak sekolah SMA/SMK  sudah di respon dan dikaver  oleh Pemprov Jatim, jadi Pemkot Surabaya tidak perlu repot-repot memikirkan jalan keluar untuk membantu anak yang tidak mampu di pendidikan menengah,” ujarnya.  [dre]

Tags: