Ritual Adat Pujian Hodo, Acara Sakral di Desa Bantal, Situbondo

Sejumlah warga adat Dusun Pariopo, Desa Bantal, Kecamatan Asembagus, Situbondo, saat mempersiapkan ritual pujian hodo. [sawawi]

Rutin Digelar Setiap Tahun, untuk Memohon Diturunkan Hujan
Kab Situbondo, Bhirawa
Di Situbondo, tepatnya di Desa Bantal, Kecamatan Asembagus ada sebuah perkumpulan komunitas adat yang bernama Pariopo. Disana setiap tahun sering menggelar ritual sakral bernama pujian hoddo. Sebagian besar masyarakat adat disana memohon segera diturunkan hujan, saat musim kemarau panjang seperti tahun ini. Ada remaja, dewasa, wanita dan pria ikut berkumpul bersama mengadakan ritual adat pujian Hoddo.
Siang itu, sejumlah warga berkumpul di Dukuh Pariopo, Dusun Selatan, Desa Bantal, Asembagus. Sebagian besar dari mereka membawa sesajen dan ditata secara rapi untuk diletakkan di depan barisan komunitas pujian hoddo. Tak berselang lama, Nyai Maddih, sesepuh dukuh Pariopo datang. Melalui sarannya, warga Pariopo memulai upacara adat yang dikenal dengan pujian hoddo. “Mari kita mulai acara pujian hoddo ini. Semoga lancar dan hujan segera turun,” ujar Nyai Maddih.
Nyai Maddih menuturkan, di Pedukuhan Pariopo, terdapat sejumlah titik tempat yang dikeramatkan. Di titik-titik itulah, nanti secara bergiliran akan digelar upacara adat pujian hoddo. Tempat pertama yang biasa dilakukan selamatan pertama di Ghunong Masali dan Sombher. “Selanjutnya baru berlanjut ke rumah saya,” ujar Nyai Maddih.
Kae Absu, salah satu pengurus komunitas adat Pariopo menuturkan, setelah tiga tempat yang disebutkan Nyai Maddih tadi, selanjutnya pindah ke lokasi lain untuk mengadakan selamatan yang sama. Yakni di Ghunong Bhata, Ghunong Cangkreng dan Tapa’ Dangdang. “Biasanya kalau acaranya di luar pedukuhan, maka menggelarnya atas undangan warga. Bukan atas inisiatif dari kita,” terang Kae Absu.
Menurut Kae Absu, upacara pujian hoddo sendiri merupakan rangkaian tarian dan bunyi-bunyian adat untuk memanggil hujan. Biasanya dilakukan saat hujan lama tak kunjung turun. Tak hanya itu, warga Pariopo meyakini, upacara hoddo juga dapat menolak balak atau bencana bagi manusia. “Rangkaian upacara adat tersebut meliputi persembahan sesajen. Dibarengi dengan pembacaan doa. Baru kemudian dilanjutkan dengan kidung disertai musik dari mulut,” paparnya.
Rekan Kae Absu suku adat Pariopo, bernama Tohasan, menambahakan bahwa rangkaian upacara adat Pariopo meliputi beberapa acara diantaranya persembahan sesajen, yang dibarengi dengan pembacaan doa. Dalam rentang acara ini, kata Tohasan, juga diselipkan penampilan kidungan yang disertai alunan musik khas adat pariopo. “Ini merupakan acara yang sudah bertahun tahun kami lakukan. Dan kami patut bersyukur, apa yang diharapkan bisa tercapai,” ujarnya.
Sementara itu, Irwan Rakhday, pengamat upacara Pojhian Hodo membagi klasifikasi tata cara upacara tersebut ke berbagai tahapan. Kata Irwan, sejak ia melakukan penelitian tahun 2015 silam hingga sekarang ditemukan berbagai hal menarik yang bisa diketahui masyarakat umum. Irwan membagi dua versi dari hasil penelitian pada upacara adat Pujian Hodo di Dusun Pariopo, Desa Bantal tersebut. “Versi pertama, adanya alunan musik yang dimainkan oleh gerakan mulut secara orisinil. Yang kedua versi musik tradisional alias hiburan secara umum,” ucap Irwan.
Masih kata Irwan, khusus versi musik mulut dilakukan secara turun temurun sejak pemuka adat pertama Ju’ Modhi’ dan kawan-kawan membuka hutan dan berdiam di Dusun Pariopo, Desa Bantal. Sedangkan versi musik tradisional dilakukan sejak tahun 2005, kata Irwan, di inisiasi atas saran dan masukan dari pegiat budaya, Chandra Noratio dan kawan-kawan. “Hingga saat ini temuan dua versi tersebut sama-sama masih digunakan oleh masyarakat adat Dusun Pariopo, Desa Bantal,” ungkap budayawan asli Situbondo itu.
Irwan menambahkan, khusus untuk versi pagelaran musik tradisional biasanya selalu diberi tumpeng dan dilaksanakan di lokasi Bato Tomang. Dalam acara ini, lanjut Irwan, ada penemuan sebuah situs tiga bongkah batu raksasa yang menyerupai sebuah tungku. Dituturkan Irwan, pada versi musik tradisional belakangan ini juga lakukan revisi syair serta memasukkan kalimat-kalimat toyyibah. “Atraksi musik gabungan Ini untuk mengikuti trend musik yang belakangan mulai berkembang dan masuk di Dusun Pariopo,” aku Irwan.
Irwan menengarai, kadang kala dalam versi musik tradisional juga di laksanakan di tempat lain sesuai dengan keadaan situasi dan kondisi saat digelarnya acara. Namun dari pengamatan terakhir ini, Irwan justeru melihat pelaksanaan atraksi musik tradisional digelar di lokasi upacara di Ghunong Masali dan Sombher. “Saya amati, mereka mulai memakai versi musik mulut. Padahal saat acara di kediaman Nyai Maddhih hanya cukup memakai versi musik tradisional saja. Berrati banyak hal keunikan dalam adat Pariopo ini,” pungkasnya. [sawawi]

Tags: