Road Map Poros Maritim Dunia

Gumoyo Mumpuni NingsihOleh :
Gumoyo Mumpuni Ningsih
Pengajar dan Trainer P2KK Universitas Muhammadiyah Malang

Akhir-akhir ini konsep besar poros maritim dunia yang sempat memicu perhatian dunia kembali menjadi perhatian. Konsep poros maritim dunia ini mencruat kembali setelah Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menyindir implementasinya yang tak jelas. SBY mengatakan, “Saya sering mendengar kita ini bangsa maritim, negara kepulauan, wajib hukumnya harga mati pembangunan kita berwawasan maritim. Tapi yang saya dengar, yang saya ikuti sebatas retorika.” Bisa dikatakan pernyataan ini sangat telak menyindir pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengagungkan konsep poros maritim dunia. Bahkan sejak masa kampanye berkali-kali Presiden Jokowi menggelorakan konsep poros maritim dunia.
Mengevaluasi poros maritim
Ketua Umum Partai Demokrat tersebut mengatakan bahwa tanpa aksi, tanpa kebijakan, tanpa program aktual dan implementasi tak akan bisa terwujud poros maritim dunia yang didengung-dengungkan itu. SBY sendiri sadar bahwa memang sumber daya laut harus dimanfaatkan secara maksimal. Menurutnya kalau tidak pernah berpikir, apalagi memberdayakan sumber daya alam di lautan, negara ini akan merugi karena potensi yang ada di lautan sungguh sangat besar untuk dikelola sendiri.
Isi sindiran SBY ini kalau kita lihat secara jernih dengan mengesampingkan niat politik di belakangnya merupakan hal yang sangat perlu dalam membangun kekuatan maritim Indonesia. Dalam pidato perdananya sebagai presiden RI yang ketujuh, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa selama ini Indonesia sudah terlalu lama memunggungi laut (20 Oktober 2014). “Sebagai negara maritim, samudra, laut, selat, dan teluk  adalah masa peradaban kita. Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudra, dan memunggungi selat dan teluk. Ini saatnya kita mengembalikan semuanya sehingga ‘Jalesveva Jayamahe’, di laut justru kita jaya, sebagai semboyan kita di masa lalu bisa kembali.”
Sayangnya hingga saat keinginan untuk membangun poros maritim dunia itu tidak juga bisa terlaksana. Bahkan tataran fondasinya pun belum cukup jelas. Dokumen negara yang secara khusus membahas konsep ini pun belum banyak. Bahkan belum ada peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur masalah pencapaian poros maritim dunia ini.
Selama ini pemaparan mengenai poros maritim dunia yang paling lengkap yang disampaikan Presiden Jokowi adalah pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Timur di Nay Pyi Taw, Myanmar, pada 13 November 2014 yang merupakan penampilan perdana Presiden Jokowi di forum internasional. Di sana Jokowi menyampaikan lima pilar poros maritim dunia, yaitu: (1) budaya maritim, (2) pengelolaan sumber daya laut, (3) konektivitas maritim, (4) diplomasi maritim, serta (5) pertahanan maritim. Dari sini bisa kita lihat poros maritim dunia yang disebut sudah sangat kedodoran, termasuk dari level konsep. Jika ditilik ke level penjabaran konsep, bahkan sampai ke implementasi, sudah jelas bermasalah.
Bisa dikatakan pandangan pemerintah mengenai poros maritim dunia ini sendiri belum sejalan. Tidak ada pihak yang bisa dikatakan menjadi lokomotif utama pembangunan poros maritim Indonesia. Sebagai contoh, salah satu fokus di sektor maritim adalah pembangunan pertahanan maritim yang kuat. Di sini tentunya TNI AL sebagai mobilisator utama dalam pertahanan maritim harus diperkuat.
Sementara matra tersebut ada di bawah Menteri Pertahanan yang garis komandonya ada di bawah  Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan. Adapun Jokowi sudah memperkenalkan Kementerian Koordinator Kemaritiman yang baru ada di periode ini.
Berfokus ke Implementasi
Fakta geografis yang menunjukkan Indonesia merupakan negara kepulauan karena Indonesia memiliki lebih dari 17 ribu pulau. Namun, fakta ekonomi menunjukkan Indonesia belum menjadi negara maritim karena kita belum mampu mendayagunakan potensi kelautan sebagai pilar ekonomi nasional.
Saatnya ini sudah seharusnya Presiden Jokowi bukan hanya bermain di level jargon, tetapi fokus ke level implementasi. Salah satu hal yang perlu secepatnya diperhatikan adalah siapa yang bertanggung jawab mengenai implementasi poros maritim dunia ini. Kalau melihat kondisinya yang lintas sektoral, poros ini harus dipegang langsung level Wapres atau bahkan Presiden sendiri. Jangan sampai konsep yang baik ini tak berjalan karena tidak jelas siapa yang bertanggung jawab, padahal negara-negara tetangga kita sudah serius memantau karena resah dengan potensi maritim bangsa ini.
Berangkat dari sindiran Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebenernya patut kita apresiasi bersama. Pasalnya, mengingat poros maritim telah menjadi trademark Jokowi. Visi poros maritim dunia penting untuk mewujudkan negara maritim. Untuk mewujudkan poros maritim dunia diperlukan peta jalan yang jelas dan terukur.
Pertama, penataan ruang laut. Amanat Undang-Undang Kelautan sangat jelas bahwa pemerintah pusat bertanggung jawab atas penataan ruang laut di atas 12 mil. Adapun pemerintah provinsi bertanggung jawab atas wilayah kurang dari 12 mil. Tata ruang tersebut sangat penting karena di sinilah alokasi ruang untuk aktivitas ekonomi sektoral akan ditentukan, sehingga tumpang tindih atau konflik pemanfaatan ruang laut bisa dihindari. Begitu pula tata ruang laut bisa menciptakan kepastian investasi. Pada saat yang sama, tata ruang laut juga harus bisa melindungi pelaku usaha terlemah di laut, yaitu nelayan dan pembudi daya ikan.
Kedua, membangun infrastruktur dan konektivitas maritim. Ide tol laut merupakan bagian dari agenda kedua ini. Tol laut merupakan jalan untuk memastikan konektivitas antarwilayah di Indonesia. Karena itu, kuncinya pada ketersediaan armada kapal dan kesiapan pelabuhan. Dengan demikian, industri galangan kapal menjadi sangat strategis karena kebutuhan kapal akan semakin tinggi.Di sinilah perlu kebijakan yang berpihak bagi tumbuhnya industri galangan kapal nasional, seperti pengurangan bea masuk untuk material industri kapal.
Ketiga, pengelolaan sumber daya laut, baik untuk perikanan, wisata bahari, energi, maupun farmasi. Sektor perikanan sangat strategis untuk kedaulatan pangan, penyerapan lapangan kerja, peningkatan devisa, penanggulangan kemiskinan, serta geopolitik. Saat ini pemerintah telah mulai menunjukkan keberhasilan dalam memberantas praktik perikanan ilegal.
Keberhasilan itu memiliki sejumlah dampak, yaitu (a) pemulihan sumber daya ikan dan makin terbukanya akses nelayan pada sumber daya yang selama ini dimanfaatkan kapal asing, (b) terjaganya kedaulatan dan kehormatan bangsa di laut karena pemerintah makin berwibawa di depan bangsa-bangsa lain, serta (c) terciptanya reformasi birokrasi karena pemerintah kemudian berusaha menciptakan sistem pelayanan perizinan yang lebih akuntabel dan efisien, (d) terciptanya tata kelola perusahaan yang baik karena perusahaan makin dituntut transparan dalam memberikan data produksi, perpajakan, serta perdagangan, dan (e) reputasi internasional bahwa kita turut menjaga laut dengan baik.
Namun, momentum keberhasilan antiperikanan ilegal tersebut harus dijadikan kesempatan menata ulang pengelolaan perikanan kita. Saat ini kita memiliki 11 wilayah pengelolaan perikanan (WPP) yang mestinya dikelola dengan lebih baik melalui rencana pengelolaan perikanan (RPP) dan berkembangnya lembaga pengelola WPP, sehingga perikanan kita bisa lebih lestari.
Keempat, diplomasi maritim sangat penting, yang dalam jangka pendek bisa difokuskan pada penyelesaian batas maritim dengan negara-negara tetangga. Agar berperan banyak dalam komisi-komisi internasional di laut, kita perlu segera menunjukkan kepentingan kita untuk menjaga sumber daya di laut internasional. Tentu menyedihkan bila saat ini kita tertinggal dari Singapura, Tiongkok, Korea Selatan, dan India yang sangat aktif di lembaga internasional.
Memang masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Hal terpenting ialah bagaimana empat agenda penting di atas bisa direalisasikan secara konkret, sehingga sudah saatnya pemerintah menyatukan pandangan mengenai poros maritim sehingga, tidak ada pihak yang bisa dikatakan menjadi lokomotif utama pembangunan poros maritim Indonesia. Di sini tentunya TNI AL sebagai mobilisator utama dalam pertahanan maritim harus diperkuat.
Sementara matra tersebut ada di bawah Menteri Pertahanan yang garis komandonya ada di bawah  Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan. Adapun Jokowi sudah memperkenalkan Kementerian Koordinator Kemaritiman yang baru ada di periode ini. Sudah seharusnya Presiden Jokowi bukan hanya bermain di level jargon, tetapi fokus ke level implementasi. Salah satu hal yang perlu secepatnya diperhatikan adalah siapa yang bertanggung jawab mengenai implementasi poros maritim dunia ini. Kalau melihat kondisinya yang lintas sektoral, poros ini harus dipegang langsung level Wapres atau bahkan Presiden sendiri. Jangan sampai konsep yang baik ini tak berjalan karena tidak jelas siapa yang bertanggung jawab, padahal negara-negara tetangga kita sudah serius memantau karena resah dengan potensi maritim bangsa ini.

                                                                                                        ————- *** ————-

Rate this article!
Tags: