Romantika Kehidupan

Judul : #HidupKadangBegitu
Penulis : Nadirsyah Hosen dan
Maman Suherman
Penerbit : Noura Books Jakarta
Tahun Terbit : 2020
Tebal : 238 halaman
ISBN : 978-623-242-111-0
Peresensi : Moh. Mahrus Hasan
Kepala Perpustakaan “Avicenna”, pembina ekskul KIR-literasi “Sabha Pena”, dan pembina majalah “Al-Mashalih” di MAN Bondowoso

Ulasan-ulasan dalam buku ini memang ringan, seringan obrolan santai sembari minum teh atau kopi di pagi atau sore hari. Namun demikian, tidak bisa dianggap enteng, sepele, atau tidak penting. Berkat kepakaran dan kepiawaian kedua penulis yang akrab dipanggil Gus Nadir dan Kang Maman itu, tema-tema yang “berat” terasa “ringan” dan mudah dipahami. Pemikiran dan pengalaman nyata keduanya dituliskan ke dalam tiga bagian: Ngobrol ringan tentang agama, ngobrol ringan tentang ilmu, dan ngobrol ringan tentang kehidupan, dengan perspektif yang berbeda-beda. Seakan menegaskan bahwa hidup memang penuh corak dan warna, seperti ada gondrong-ada gundul, ada turqouise-ada kuning, ada biru-merah, dan lain sebagainya.

Di bagian ngobrol ringan tentang agama, Kang Maman mengurai tentang efek dahsyat memberi dan “logika ilmiah” bersedekah. Rasulullah bersabda, “Sedekah tidaklah mengurangi harta.” Sangat benar sabda itu jika dikaji dengan temuan James Andreoni tentang Warm-glow-effect pada tahun 1989 dan Jorge Moll (2006) dengan helper’s high-nya, serta beberapa temuan lainnya. Intinya, ada korelasi positif antara sikap dermawan dengan perasaan positif, dan otak tercurahi endorfin dan dopamin, serta meningkatkan kesehatan penderita penyakit kronis.

Menyoroti tentang keilmuan, Gus Nadir menyesalkan fenomena keilmuan generasi muda kekinian di era internet dan serba digital serta merajalelanya penggunaan media sosial ini. Mereka ditengarai sebagai generasi yang paling malas baca buku (literatur) dan lebih banyak membaca status di Facebook atau memelototi medsos lainnya. Padahal, berilmu atau tidak akan sangat berpengaruh terhadap pola pemikiran dan perilaku seseorang. Coba resapi perkataan Sayyidina Ali bin Abi Thalib ini, “Andai orang yang tak berilmu mau diam sejenak, niscaya gugur perselisihan yang banyak.” Tetapi, kita harus ingat bahwa kejahatan terjadi bukan semata karena banyaknya penjahat, tetapi karena diamnya orang-orang yang baik dan berilmu.

Berbicara tentang kehidupan, buku ini menyadarkan kita bahwa berapa banyak orang yang terkadang lebih mementingkan kebutuhan orang banyak daripada kebutuhan pribadinya. Seperti pegiat literasi di Poliwali Mandar Sulawesi Barat. Ia yang ditransfer sejumlah uang oleh Kang Maman untuk kebutuhan lebaran keluarganya, malah ia gunakan untuk membeli aneka makanan dan minuman untuk awak perahu pustaka yang giat menebar virus literasi 4 huruf: baca, iqra’, read, dan buku. Apakah ia tidak membutuhkannya? Tentu sangat membutuhkannya. Hanya saja ia tak memikirkan diri dan keluarganya, tetapi yang dipikirkannya adalah orang lain untuk kepentingan yang lebih besar. Makanya, orang yang berpunya berbagi, itu biasa. Tapi, orang yang tak berpunya atau sedang membutuhkan berbagi, itu luar biasa.

Menghadapi persoalan hidup, cobalah resep yang ditawarkan oleh Gus Nadir, yakni: Pertama, jangan menyalahkan diri sendiri, kecuali memang bersalah, karena secara psikologis justru membuat orang merasa tertekan. Tanpa disadari, terkadang sebuah kegagalan disebabkan oleh situasi dan keadaanlah yang tidak memungkinkan. Kedua, jangan menyalahkan korban. Pada banyak kasus, pihak korban ibarat “Sudah jatuh tertimpa tangga”, seperti korban pemerkosaan yang disalahkan karena genit, mengumbar aurat, dan alasan-alasan lainnya. Ketiga, jangan menyalahkan penyampai berita. seperti media yang membongkar sebuah kasus malah disalahkan, bukan koruptornya, dan orang yang menasehati malah dicaci-maki. Dan keempat, ini yang terparah, jangan menyalahkan Tuhan. Setelah tidak ada orang lain sebagai sasaran, maka Tuhanlah yang dituduh macam-macam, seperti menuduh Tuhan tidak adil ketika melihat orang lain bahagia.

Kemudian, jangan mudah menilai kehidupan seseorang saat ini, karena tidak ada orang yang baik yang tak punya masa lalu dan tidak ada orang yang jahat yang tak punya masa depan. Bukankah orang yang hampir membunuh Rasulullah Muhammad sekarang justru terbaring di sebelah maqbarah (makam) manusia terbaik itu? Siapa dia? Sayyidina Umar bin Khaththab. Jangan pula memandang seseorang dari status atau hartanya, karena sepatu emas Fir’aun berada di neraka sedangkan sandal lusuh Bilal bin Rabah terdengar derapnya di surga. Jangan pula memandang remeh orang karena masa lalu dan lingkungannya, karena bunga teratai tetap mekar dengan indah di atas air yang kotor.

————– *** —————

Rate this article!
Romantika Kehidupan,5 / 5 ( 1votes )
Tags: