RPJMD tanpa Spirit Progres

RPJMD Jawa Timur 2014-2019 sebagai “cetak-biru” pembangunan selama lima tahun ke depan, akan digedok siang ini. Sebenarnya masih banyak permasalahan yang mesti dimasukkan, sesuai potensi dan kebutuhan daerah. Hal itu tergambar pada banyaknya catatan koreksi Pansus (Panitia Khusus) DPRD Jawa Timur. Begitu pula ketika dikonsultasikan ke Kemendagri (cq Ditjen Bina Bangda), diberikan catatan panjang untuk penyempurnaan.
Catatan Pansus, diantaranya pada Indeks Kinerja Utama (IKU) yang terdiri dari delapan item indikatif. Seluruhnya merekomendasikan peningkatan pada rancangan pembangunan tahunan dalam RAPBD. Artinya, jajaran Pemerintah Propinsi mesti bekerja “lebih berkeringat.” Misalnya mendongkrak tingkat daya beli masyarakat yang masih (66,73). Daya beli masyarakat sangat penting, karena menjadi potret riil kemakmuran, sekaligus mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
Dalam cetak-biru pembangunan juga terdapat paradigma baru. Pada cetak biru RPJPD (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah) 2005-2025, Jawa Timur tertulis sebagai propinsi agrobisnis (ke-pertani-an). Konsep jangka panjang inilah yang diubah, seolah-olah telah maju, seolah-olah menjadi propinsi berbasis teknologi dan industri. Tetapi perubahan tidak disertai peningkatan SDM rakyat, serta tidak disertai iklim investasi yang memadai. Sehingga Jawa Timur belum menjadi daerah tujuan investasi yang menggiurkan.
Dalam hal Sumberdaya manusia, indeks pembangunan manusia (IPM) Jawa Timur masih pada peringkat ke-enam dari tujuh propinsi di seantero dan Bali. Dus, paling bawah. IPM-nya masih dipatok jauh dibawah angka 73, atau dibawah rerata nasional yang sudah mencapai 73,29. Padahal untuk mendongkrak satu digit saja (0,1) diperlukan waktu sekitar setahun.
Pada sisi lain, nampak jejak isu internasional dalam RPJMD Jatim. Yakni, prioritas kesetaraan gender, lingkungan hidup, serta IPM (Millennium Development Goals) atau MDG’s. Isu internasional itu mengakibatkan terabainya isu lokal strategis. Misalnya terhadap tiga problem utama, yakni: NTP (Nilai Tukar Petani), infrastruktur, serta penanganan dampak bencana.
Dalam hal infrastruktur misalnya, pembangunan JLS (Jalur Lintas Selatan) masih jauh dari penyelesaian. Sedangkan dalam hal penanganan bencana, seharusnya menjadi prioritas. Sebab berdasarkan mapping bencana, seluruh daerah di Jawa Timur (38 kabupaten dan kota) tergolong rawan terdampak, terutama banjir dan longsor. Setiap tahun, bencana seolah-olah menjadi rutinitas. Selain berdampak pada keselamatan jiwa, juga sangat menyebabkan gagal panen.
Begitu pula dalam NTP, agaknya tidak dianggap sebagai faktor indikatif sebagaimana diamanatkan undang-undang tentang perencanaan pembangunan. Padahal NTP tidak menunjuk angka riil (rupiah atau satuan pengukuran lainnya), melainkan rasio antara pengeluaran dengan penghasilan petani. Sehingga sebenarnya NTP merupakan indikatif murni! Mestinya masuk dalam RPJMD 2014-2019.
RPJMD merupakan amanat UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pada pasal 150 huruf e, dinyatakan: “RPJM daerah sebagaimana dimaksud pada huruf b memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.”
NTP hingga kini menempati urutan terendah se-Jawa (hanya sebesar 101,56). Padahal nilai 100 pada NTP memakai patokan tahun 2007 lalu. Jika NTP bergerak mengiringi besarnya laju inflasi tiap tahun, maka setidak-tidaknya sudah harus mencapai nilai 120-an. Artinya, kondisi saat ini pertanian sebagai mata-nafkah masyarakat sudah tergolong usaha yang in-feseable, tidak menguntungkan. Padahal, sektor pertanian menjadi tempat bekerja 7,68 juta warga atau lebih dari 40% dari jumlah penduduk yang bekerja.
Sehingga benar koreksi Kemendagri (melalui Ditjen Bina Bangda) serta rekomendasi Pansus DPRD, bahwa RPJMD memerlukan penyempurnaan. Diperlukan spirit progres tahunan (dalam kinerja RAPBD), agar Jawa Timur tidak  selalu tertinggal.
———   000   ———

Rate this article!
Tags: