RS Rujukan Internasional

RSMASIH banyak masyarakat memilih berobat keluar negeri. Terutama ke Singapura, Malysia, China, atau Amerika. Konon lebih murah, dan tidak bertele-tele. Analisisnya jujur disertai informasi risiko dan solusi. Walau pengobatan dalam negeri tidak kalah cespleng. Sebenarnya, banyak RS (rumahsakit) di Indonesia memiliki peralatan medis memadai. Serta tersedia ahli (dokter) bergelar guru besar, dengan pengalaman puluhan tahun.
Pengobatan di beberapa rumah sakit Malaysia, konon, lebih murah dan terasa “memuaskan” dibanding di Indonesia. Khususnya untuk pelayanan operasi besar. Selain ditangani dokter ahli (spesialis), sistem kerja penuh waktu dokter di Malaysia, selalu stand-by. Siap di rumahsakit, dan seketika hadir setiap saat diperlukan tanpa menunggu lama. Ini menenteramkan. Hal ini disebabkan penghasilan memadai, sehingga tidak perlu nyambi di tempat lain.
Bandingkan dengan di Indonesia. Benar, bahwa tenaga kesehatan berhak memperoleh imbalan. UU Nomor 36 tahun 2009, tentang Kesehatan, pasal 27 ayat (1), mengamanatkan tenaga kesehatan memiliki hak mendapat imbalan serta perlindungan hukum. Tetapi tidak disebutkan kelayakan standar penghasilannya. Hal itu sudah benar. Seyogianya, Kementerian Kesehatan mengeluarkan peraturan (dengan Peraturan Menteri) tentang standar minimal upah tenaga kesehatan.
Tingkat kesejahteraan tenaga kesehatan perlu dijamin, yang niscaya berkonsekuensi pada spirit kinerja. Termasuk dengan subsidi oleh pemerintah. Berdasar UU Nomor 36 tahun 2009, tenaga kesehatan bukan hanya berhak atas imbalan jasa, melainkan juga kewajiban meningkatkan kompetensi. Pada pasal 27 ayat (2) dinyatakan, “”Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.”
Spirit kinerja (tercapainya kesejahteraan) merupakan prasyarat profesionalitas, selain aspek kompetensi berdasar tingkat pendidikan. Tenaga kesehatan di Indonesia sebenarnya tidak kalah kompeten. Bahkan tiga hingga lima dekade silam, banyak dokter Malaysia menempuh spesialisasi di Indonesia (di Jakarta dan Surabaya). Tidak mudah melaksanakan praktek layanan kesehatan di Indonesia, karena banyak persyaratan kompetensi ke-profesi-an dan izin ke-birokrasi-an.
Sudah kondang, layanan kesehatan di dalam negeri dikeluhkan, karena tidak ramah. Pasien belum dianggap sebagai “mitra” pengobatan. Melainkan dianggap sebagai obyek, dan “proyek.” Memang terjadi modernisasi layanan kesehatan. Namun hanya sebatas pada penyediaan kamar, serta peralatan medik. Tetapi profesionalitas dan asas ke-ramah-an (stand-by di tempat) belum terwujud. Ke-ramah-an makin memudar manakala menangani pasien miskin, atau dengan kartu BPJS.
Situasi pelayanan itulah yang menyebabkan banyak masyarakat memilih berobat ke luar negeri. Tren-nya, meningkat sampai 40% per-tahun. Pada tahun 2006, jumlahnya masih 315 ribu orang. Tetapi pada tahun (2014) lalu diperkirakan tak kurang 700 ribu warga Indonesia mengurus visa untuk berobat. Biaya yang dikeluarkan mencapai US$ 1,6 milyar (kurs tahun 2014, setara dengan sekitar Rp 16 trilyun).
Toh, enteng berobat ke luar negeri, karena mengurus visa juga mudah. Tenggang waktu izin tinggal untuk berobat  ke Malaysia, bisa sampai 90 hari. Sedangkan di Indonesia, visa berobat hanya selama 30 hari. Data pada satu holding kelompok RS di Singapura, pasien Indonesia mencapai 60% dari total pasien asing. Atau sebesar 18% dari total pasien.
Berdasarkan data pada Persi (Perhimpunan Rumahsakit Seluruh Indonesia), sebenarnya banyak RS dalam negeri menjadi rujukan internasional, atau semacam medical tourism. Sebanyak 19 RS di Indonesia telah memperoleh akreditasi dari KARS (komisi Akreditasi RS), dan JCI (Joint Commission International). Jadi, apapun yang diperlukan bisa dilakukan di Indonesia. Termasuk ganti sendi, bedah syaraf dan bypass jantung.
Kini perlu meyakinkan pasien dalam negeri (juga di-branding ke luar negeri), bahwa medical tourism bisa dilakukan di Surabaya, Bandung, Yogya, atau Jakarta.

                                                                                                              ———   000   ———

Rate this article!
RS Rujukan Internasional,5 / 5 ( 1votes )
Tags: